2

21 4 1
                                    

Akhir-akhir ini, semuanya terasa berat.  Sadha memijit pangkal hidungnya, terasa pusing sekali kepalanya.

Ia berjalan ke arah perpustakaan. Sadha sedang ingin mencari buku untuk referensi tugas yang sedikit membuatnya kalang kabut. Bagaimana tidak, ia harus menyelesaikan tugas itu dalam waktu dua hari. Hari ini, tugas itu harus siap. Pikirnya.

Saat ia sedang berada di rak-rak, matanya menelitih buku yang ia cari. Rak mana yang menyimpan buku itu. Tak lama, matanya menemukan buku tebal itu. Ia pun segera menghampiri dan mengambil, tetapi ia tak bisa menjangkaunya. Dengan hati-hati ia berjinjit. Tapi tetap tidak bisa juga. Ia putus asa.

Tak lama ada sebuah tangan mengambil buku itu, matanya berbelabak kaget. Buku itu hanya tersisa satu-satunya di perpustakaan ini. Yang lain mungkin sudah di ambil teman-temannya untuk mengerjakan tugas yang sama. Tiba-tiba tangan itu terulur ke arahnya, maksudnya buku itu.

"Nih." Ada perasaan lega yang dirasakan Sadha, berulang kali ia mengucap syukur dalam hati. Diambilnya buku tersebut dan dilirik sekilas orang yang ada di depannya.

"Makasih." Sadha berucap singkat tanpa melihat orang yang seperti tak asing dimatanya ini. Tapi ia tak peduli, ia segera mengambil buku itu lalu berjalan ke arah meja yang kosong. Ia harus segera mengerjakan tugasnya.

Di ambil laptop dalam tasnya, lalu di hidupkan. Dengan lihainya ia mengetik setiap bait kata yang akan menjadi tugasnya itu. Sangking seriusnya, ia tak sadar bahwa dari tadi ia tak sendiri.

"Uda selasai?" tanya tibatiba itu sedikit membuat Sadha kaget. Sejak kapan orang ini ada disini? Apa dari tadi laki-laki ini mengikutinya? Lalu kenapa dia tidak sadar? Ah. Ini semua emang sering terjadi, Sadha kalau sedang melakukan satu hal pasti ia tidak akan peduli dan sadar dengan yang lain.

Sadha tak mau ambil pusing, ia segera berdiri. Sebelum ia sempat berdiri, tangan orang yang disebelahnya terulur seperti ingin salaman.

"Sakha Mahameru Wijaya," kata laki-laki itu dengan antusias dan senyum yang mengembang, Sadha tak tertarik.

Ia membiarkan tangan itu terulur begitu saja, tanpa niat membalasnya. Ia tak ingin membuang waktu terlalu lama, lalu ia meninggalkan orang asing itu.

Ternyata Sakha tak hanya sampai disitu, ia terus mengikuti kemana Sadha pergi. Sampai akhirnya Sadha menyerah dan berhenti.

"Mau lo apa?" gadis itu menatap dengan sorot mata datar

"Gue mau, lo minta maaf," kata Sakha dengan percaya diri. Raut wajah Sadha kebingungan, tapi dengan segera berubah menjadi tanpa ekspresi lagi.

"Lo lupa, kemaren lo nabrak gue. Dan lo pergi gitu aja tanpa sepatah kata." Sakha menjelaskan seolah menjawab kebingungan Sadha. Gadis itu tetap tak peduli.

"Oh." Sadha bergumam, lalu ia melanjutkan langkahnya yang terhenti.

"Semua orang bilang lo itu gadis misterius dan angkuh. Ternyata apa kata mereka gak salah dan gak meleset sedikitpun. ANGKUH! hahaha" tawa lelaki itu membuat Sadha jengah dan kesal. Ia pun membalikan badannya lalu menatap laki-laki itu dengan sinis.

"Terserah lo," katanya yang benar-benar sudah menjauh pergi dari hadapan Sakha.

Siapa yang tidak kenal dengan Sadha. Seluruh orang yang ada di Universitas ini mengenalnya. Anak paling pintar di fakultas ilmu komunikasi. Orang yang mampu mempertahankan beasiswa bergengsi sampai akhir pendidikan karena IPKnya tidak pernah turun. Dan orang yang sangat irit bicara, tidak punya teman, angkuh dan sangat sering menolak sesuatu yng menggiurkan bagi orang lain. Satu lagi, salah satu keluarga Malendra. Pengusaha kaya yang ada di Yogyakarta, tapi tak pernah mengambil keuntungan di atas nama besar keluarga.

 

SADHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang