16

7 2 0
                                    

Sadha sedang berada di The Coffe's, hari ini dirinya sedang tidak ada kelas. Jadinya dia bisa bekerja dengan sift pagi.

"Udah sembuh Dha? Sakit apasih, kok lama banget" Gadis menyapanya sambil memeluk. Teman dekat di kerjaannya ini terkadang terlalu berlebih.

Oiya, Sadha sudah hampir satu minggu tidak bekerja. Itupun karna Sakha yang menyuruhnya, dan tapi lelaki itu kurang ajar sekali membuat alasan kalau Sadha sakit, dasar.

"Eh neng Sadha uda balik kerja, udah sehat neng?" kini giliran Mas Aloy yang menyapanya.

"Alhamdulillah udah baikan Mas" jawab Sadha seadanya.

Pengunjungpun satu persatu mulai berdatangan, Sadha dengan cekatan membuat racikan kopi pesanan.

"Dha, buatin gue kopi dong" bukan Sakha namanya kalau tidak merusuh pekerjaan Sadha.

"Minta bikinin Gadis, gue lagi banyak yang di kerjakan" jawab Sadha malas.

"Ish, gue maunya buatan lo. Ingat ya disini gue bos lo" ah, sangat mengesalkan. Sakha menekan kata 'bos' membuat Sadha tidak bisa membantah.

Akhirnya iapun dengan berat hati membuatkan kopi yang diminta Sakha.

" Nih " Sadha menyodorkan segelas kopi late ke arah Sakha.

"Makasih sayang" Sakha berkata asal, membuat tangan Sadha melayang ke perut laki-laki itu.

"Gausa macem-macem" peringat gadis itu.

"Tapikan kita emang pacaran, belum ada kata putus lagi. Orang tua lo pun udah tau kan. Kayaknya dia setuju deh" Sadha memutar bola matanya malas. Laki-laki ini memang luar biasa halunya.

"Lo kenapa sih masih kerja. Kan uda gue bilang kalau lo butuh uang bisa minta ke gue aja. Gausah kerja lagi disini" lanjut Sakha, memang benar kemarin Sakha pernah berkata seperti itu.

"Gak akan pernah" tolak Sadha mentah-mentah

"Apa harus gue jadiin lo istri dulu baru lo mau pakai uang gue" benar-benar sedang keracunan laki-laki ini. Bicaranya sangat ngawur.

"Lo gila ya" Sadha sangat kesal, lalu ia langsung pergi meninggalkan laki-laki itu.

Saat dirinya sedang asik meradu manja dengan kopi-kopi, Mas Aloy memberitahu pesanan yang membuat keningnya heran.

"Neng Sadha, kamu buat pesanan yang ini aja. Trus kata Masnya yang nganterin juga kamu" kalimat Mas Aloy barusan di dengar oleh Sakha, langsung lelaki itu berdiri dan mendekati mereka berdua.

"Siapa yang pesan emang?" pertanyaan Sakha mewakili hati Sadha. Cie sehati wkwk.

"Gatau Mas, ohiya nomor mejanya 045 ya neng. Yauda saya permisi balik kerja lagi ya. " Mas Aloy langsung pamit.

"Lo gak boleh nganterin. Biar gue aja." Sakha melarang dengan posesif

"Lah, kan gue yang disuruh. Lo kok ngatur si. Udah ah awas. Nanti pelanggannya pergi lagi" Sadha langsung melewati Sakha begitu saja.

Iapun dengan segera membawa pesanan itu ke meja yang disebut Aloy tadi.

"Permisi Mas, ini pesanannya" kata Sadha seramah mungkin.

Lelaki yang sedang memainkan hpnya tadi langsung mendongak dan tersenyum melihat Sadha.
Betapa kagetnya Sadha melihat lelaki itu, ternyata itu adalah Attaya.

"Sini duduk disini" Attaya memecah keheningan beberapa detik tadi.

"Aku harus kerja Tay" ucap Sadha gelagap.

"Sebentar aja" Sadha pun nurut,

"Kamu kok bisa tau aku kerja disini?" tanya Sadha dengan penasaran.

Bukannya menjawab, Attaya hanya tersenyum. Bukan kali pertama Attaya tahu tentang Sadha sebelum gadis itu memberitahu. Bahkan kedatangan Attaya ke kosnya kemarin juga masih misteri, kenapa lelaki itu bisa tau. Dan semua cerita Sadha selama mereka berpisah.

"Satu persatu mimpimu sudah hampir tercapai semua ya Dha. Masih punya mimpi ingin menjadi jurnalis?" Sadha otomatis mengangguk.

"Skripsimu sudah sampai mana?" Attaya bertanya membuat kerongkongan Sadha mengering seketika. Kenapa begitu sulit dia mengatakannya.

Lagi dan lagi Attaya tersenyum melihat ini, seperti senyuman misteri.

"Kamu belum bisa buat skripsi karna kamu belum lulus di mata kuliah jurnalistik? Dan itu karena kamu menolak praktik di perusahaan besar di Indonesia yang terletak di jakarta?" Tepat, tepat sekali. Sedetail itu Attaya mengetahui semua yang terjadi.

"Mimpimu bagaimana? Padahal di masalalu kamu gak pernah bilang kalau mimpimu balik ke indonesia" Sadha berusaha mengalihkan pembicaraannya.

"Masih sama seperti dulu ya Dha. Suka mengalihkan pembicaraan" Attaya terkekeh pelan. Wajahnya masih tenang dan menenangkan.

"Aku memang tidak pernah bilang mimpiku akan kembali ke indonesia. Tapi, kamu ingat aku pernah bilang kalau aku akan menemui orang yang aku cintai setelah aku lulus kuliah. Dan orang itu ada di indonesia Dha" ucapan Attaya entah kenapa bisa membuat hati Sadha nyeri. Ia pun tak tau apa sebabnya.

"Loh, kenapa kamu gak pernah cerita kalau kamu ada menyukai seseorang?" tanya Sadha dengan nada kekecewaan.

'Bagaimana bisa aku memberitahu, orangnya itu kamu Dha' batin Attaya

"Udah gausa cemberut gitu. Aku juga baru sadar sama perasaan aku setelah aku ada di inggris. Bukan aku gak mau cerita ke kamu sebagai sahabat aku Dha" Attaya mengatakan itu sambil tersenyum.

'Sahabat, hanya sahabat' beo Sadha dalam hati.

Dari kejauhan, Sakha melihat itu sungguh panas hatinya. Ia menatap dengan gelisah. Ah ia harus berbuat apa. Siapa sih lelaki ini? Tak mungkin ia menghampiri, ia takut emosi. Akhirnya ada satu ide muncul di kepalanya.

Drtt.. drtt..
Suara itu muncul dari saku celana milik Sadha. Iapun merogoh.

Sakha

Nama itu tertera di layar ponselnya. Iapun menyerngit.

"Pacar kamu Dha?" Attaya bertanya, yang langsung diberi gelengan keras oleh Sadha.

"Bos ku" jawab Sadha sambil menekan tombol merah di layar hpnya. Ia mematikan panggilan itu.

"Oo, yang menggantikan posisiku selama beberapa bulan ini? Boleh aku ketemu dengannya. Bukan hari ini, kapan kamu bisa" lagi dan lagi ucapan Attaya mampu membuatnya membeku di tempat.

Attaya pun langsung berdiri pergi lalu meninggalkan uang selembar biru untuk membayar minumannya.

"Kabari aku aja kapan bisanya" sebelum benar-benar pergi, Attaya mengatakan itu terlebih dahulu.

Lalu Sadha kembali ke dapur, dengan ekspresi yang sulit di artikan.

"Siapa tadi?" Tanya Sakha kepo dengan sedikit nada berapi.

"Bukan urusan lo" jawab Sadha jutek.

SADHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang