13

8 2 0
                                    

"Heum.." Sadha mengeliatkan badannya. Rasanya badannya sakit semua, entah sudah berapa lama ia tidur di kasur ini.
Eh tapi, bicara tentang kasur Sadha tidak mengenal kamar yang sekarang ia tempati. Ini bukan kamar kosnya.

"Lo udah bangun" suara berat muncul dari arah berlawanan, sambil membawa nampan yang berisi susu dan sepiring sarapan itu.

"Lo ngapain disini!" Sadha berkata takut, ia menatap Sakha dengan tatapan was-was.

"Lah, ini kamar gue. Gimana sih lo" bukan main rasa takut Sadha semakin membelunjak mendengar perkataan Sakha.

"Lo apain gue?!" katanya yang sudah menutupi sebagian badannya dengan selimut abu-abu milik lelaki itu.

Sakha mendekat, dia tersenyum miring yang membuat Sadha semakin ketakutan. Wajah Sakha semakin dekat, dipandangi setiap sudut wajah gadis itu tanpa ada yang tertinggal.

Deru napas Sadha semakin terdengar gusar, yang membuat tawa muncul dari mulut Sakha.

"Hahahahaha. Pikiran lo itu perlu di rukiyah kayaknya" Sakha tertawa sambil menoyor kening Sadha. Membuat Sadha mendengus kesal.

"Lo lupa ya, semalam lo itu habis nangis hebat. Trus lo tidur di pundak gue, gue gak tega baguninnya. Dan gak mungkin juga gue  balikin ke kos lo. Bisa bisa gue di hajar warga lagi" Sakha menjelaskan sambil tanggannya membuka lemari besar dan mengeluarkan baju yang tidak tau untuk siapa.

Sadha memperhatikan kamar yang berdominasi warna gelap ini. Kamar ini begitu rapi, tak terlihat ada sedikitpun berantakannya. Ternyata Sakha sangat pembersih.

"Gue mau pulang" Sadha berkata sambil turun dari atas tempat tidur.

"Lo sarapan dulu, setelah itu mandi. Pakai baju itu. Abis itu gue antar pulang. Gue tunggu di bawah" mata Sakha menunjukkan kearah makanan yang dibawanya tadi, setelah itu baju yang ia keluarkan dari lemari.

Satu jam kemudian...

"Gue uda siap" Sakha yang bermain PS di ruang tamu  itu menoleh ke sumber suara.

Diperhatikan gadis itu dari atas sampai bawah, entah kenapa saat ini Sadha terlihat sangat imut. Mengenakan kaos kebesaran miliknya itu.

"Kenapa?" nada tanya Sadha tak bersahabat. Ekspresi wajahnya datar. Sepertinya ia sudah kembali seperti Sadha yang biasa, tidak di lingkupi kesedihan lagi.

Syukurlah, batin Sakha.

"Lama" ucap Sakha sambil menguap.

"Cepat, anter gue pulang" kalimat perintah itu keluar begitu saja.

Tak butuh waktu lama, mereka sudah sampai di depan kos Sadha.

"Makasih" Sadha berucap sebelum ia turun,

"Tunggu" Sakha menghentikan gadis itu,

"Rambut lo berantakan" laki-laki itu berkata sambil mengacak-ngacak pucuk kepala Sadha, lalu mengelusnya.

Jantung Sadha seketika berhenti, apa-apan lelaki ini.

"Turun" setelah melakukan aksinya itu, Sakha langsung mengusirnya begitu saja.

"Sialan lo" gadis itu mengumpat kesal, lalu ia menutup pintu mobil dengan keras. Tanpa di usir, Sakha langsung melajukan mobilnya dengan kencang.

Sadha melangkah ke arah pintu kamarnya, lalu saat ia ingin membuka ada suara berat seseorang yang memanggilnya dari belakang.

" Sadha " gadis itu menoleh, alangkah kagetnya ternyata itu adalah laki-laki yang di tabraknya kemaren.

"At-ta-ya" Sadha mengeja nama laki-laki itu.

"Apa kabar?" Attaya bertanya dengan cengiran khasnya. Sungguh manis.

Entah kenapa atsmosfer di antara mereka cukup panas dan menegangkan.

---

"Mie ayam masih jadi favorite mu ya, makan yang banyak" Attaya memperhatikan gadis di depannya tanpa cela.

Gadis ini masih sama, seperti waktu pertama kali ia jumpa. Kelas satu SMP. Mereka bertemu saat Mos hari pertama. Saat itu, Sadha lupa membawa salah satu persyaratannya. Dan Attaya dengan rela berpura-pura tidak membawa juga, agar dia bisa di hukum bersama Sadha.

"Kenapa?" Sadha bertanya di sela makannya.

"Apanya?" Attaya mengeritkan keningnya.

"Kenapa datang tiba-tiba, dan pergi tiba-tiba. Kenapa?" Attaya tercekat. Ia terbatuk kecil. Pertanyaan Sadha mampu membuatnya kehabisan oksigen.

Tapi dengan cepat ia tersenyum dan menampilkan wajah tenangnya. Attaya sedari dulu tetap sama. Menenangkan jika melihat wajahnya.

" Setiap tanya selalu punya jawabannya. Tapi gak melulu tepat waktu dan disaat kita mau. Nanti, nanti semua akan terjawab dengan sendirinya." Attaya menenguk es jeruk di depannya, " Udah cepat abisin mie ayamnya. Biar kita bisa nostalgia." lanjut Attaya sambil tertawa renyah.

"Kak, saya juga gak bawa kue bulannya." Laki-laki berperawakan blasteran indo-jepang itu mengangkat tanggannya untuk berserah diri.

Semua mata tertuju padanya. Senior di depan menatap bingung. Bukannya tadi di periksa, anak itu membawa semua persyaratannya.

"Tadi kue bulannya sama makan. Karna lapar" laki-laki itu menyengir lalu mendapatkan hadiah gelakan tawa dari seluruh grup mosnya.

"DIAM! KAMU MAJU KE DEPAN!" dengan senang dia melangkah maju.
Dia berdiri di sebelah gadis berambut kepang dua yang sedang ketakutan.

"Tenang aja. Kamu sekarang aku temeni"  laki-laki itu berbicara berbisik, "Attaya Wiguna"  tanggan putihnya itu menjulur kesamping dengan jarak yang kecil supaya tidak terlihat oleh seniornya.

Gadis disebelahnya tersenyum, lalu membalas uluran tanggan itu.

"Sadha Abianda Malendra"

Di detik itu juga semesta menjadikan mereka berteman, membuat mereka bersatu. Membuat sejarah tentang Attaya dan Sadha. Sampai akhirnya, semesta juga harus memisahkan mereka tiba-tiba.

------------------------------------------------------

Selamat membaca:)

Eh.. jangan lupa vote😈

Astri

SADHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang