25

12 2 0
                                    

Shalsa sedari tadi menunggu kedatangan Sakha, entah kenapa laki-laki itu sangat lama. Perutnya berbunyi, menandakan kalau ia sangat lapar. Dirinya pun berniat untuk ke kantin.

Di liriknya sahabatnya yang masih betah dengan mimpi panjangnya itu dengan helaan nafas. Dalam hatinya selalu memanjatkan doa agar semua segera membaik. Setelah itu, ia pun melangkahkan kakinya keluar untuk pergi ke niat awalnya.

Kebetulan kantin rumah sakit searah dengan taman belakang rumah sakit ini. Koridor yang ia lewati tak begitu ramai, hanya ada beberapa orang yang sama sepertinya menemani saudara atau sekedar menjenguk kerabat mereka dan beberapa orang suster maupun dokter yang sedang berlalu lalang menjalankan tugasnya.

Pendengarannya sedikit terganggu dengan suara perdebatan yang sepertinya tak asing di telinganya. Iapun mencari sumber suara tersebut, suara itu berasal dari taman belakang rumah sakit ini. Matanya terbelabak lebar saat mengetahui objek yang sedang ia cari.

"Attaya.." pekiknya yang langsung menghampiri dua laki-laki yang sedang beradu otot.

Dirinya tak menyangka melihat Attaya memberi pukulan pada laki-laki yang sedang ditunggunya. Pantas saja lekaki ini lama sekali. Sekarang ia tak bisa menyalahkan siapa-siapa. Karna ia tak tau masalah awalnya.

Kalau di lihat dari wajah, Attaya juga ada babak belurnya. Tapi ia pun tak bisa memastikan siapa yang memulai terlebih dahulu. Iapun hanya bisa menghela nafas. Lalu berusaha menjadi pihak yang netral.

"Kalian berdua kayak anak-anak!" bentaknya, "gue gak mau tau kalian kenapa yang jelas kalian itu childs banget. Lo gue tunggu-tunggu dari tadi gak nonggol-nonggol ternyata disini," tunjuk gadis itu kearah Sakha. Nada bicaranya sekarang sedikit calm.

Wajah memerah menahan amarah masih terlihat jelas di wajah Sakha dan Attaya. Dan mereka menatap kesal kearah Shalsa yang menghalangi perkelahian mereka.

Shalsa melirik keduanya, sepertinya mereka harus segera dipisah. Agar tak terjadi lagi hal yang tak diinginkan.

"Lo katanya mau pulang kan Ay," usiran sangat halus itu mampu membuat Attaya melangkah pergi tanpa berpamitan lagi.

Setelah melihat punggung laki-laki itu yang menjauh, kini giliran Sakha yang mendapat ucapan sadis gadis itu.

"Kalo lo masih mau berdiri disana sampai besok, lo gak bakal bisa jenguk Sadha" tegas gadis itu sambil berlalu pergi.

Sakha yang gelagapan dengan aksi mendadak dan ucapan gadis itu langsung mengikuti dan menyamakan langkah.

"Sadha kenapa bisa koma?" tanya laki-laki itu dengan serius.

"Terlalu rumit dan bukan hak gue ngasih tau ke lo. Tapi gue mohon sama lo, perjuangin dia" langkah gadis itu berhenti tepat di depan pintu putih, "Masuk" perintahnya.

Langkah kaki Sakha terasa dingin, detak jantungnya tak beraturan. Seketika pijakan kakinya melemas melihat gadis yang selalu menampilkan wajah angkuhnya itu terbaring lemah dengan infus di tangannya.

Sakha memberanikan diri mendekat, sungguh teriris batinnya melihat pemandangan ini. Diraih tangan mungil gadis itu. Wajahnya terlihat sangat damai, seperti tak ada beban seperti hari-hari biasa. Apakah ia betah dengan mimpinya?

"Apa ini karena kemarin gue sok romantis sama lo? Makanya lo hukum gue kayak gini?" cercanya dengan tatapan sendu.

Hati Shalsa ikut teriris mendengar kalimat yang cukup aneh tetapi ada makna lain disana.

"Mungkin Tuhan mau nguji gue lagi ya Dha?"  Sakha berusaha menampilkan senyuman agar sedihnya tak terlihat. Tapi semua percuma, pancaran matanya tetap menyala.

Shalsa menepuk-nepuk bahu laki-laki  itu seperti ingin memberi sedikit rasa kuatnya.

"Besok Sadha akan dibawa ke Jepang. Dia akan mendapat perawatan yang lebih baik disana. Dia butuh lo, tapi mungkin yang lebih dia butuh sekarang doa dari lo," jelas Shalsa yang terlihat tegar tetapi berbanding balik dengan hatinya.

Rasa kaget Sakha tak terlalu terlihat, ia sudah mengetahui dari Attaya tadi. Tapi ia tidak tau kalau besok waktunya berpisah dengan gadis itu.

"Lo besok juga mau ke Jakarta kan? Sadha bakal tetap sama gue kok Ka. Lo gausah khawatir. Tetap lanjutin apa yang jadi mimpi lo," Sakha masih betah mendengarkan tanpa merespon apapun.

Tangan bening gadis itu mengulurkan sebuah buku yang sangat Sakha ingat. Buku yang pernah ia kasih ke Sadha. Buku berwarna biru muda.

"Gue nemu ini di tas Sadha. Gue rasa lo harus tau ini." Sakha langsung menerima buku itu.

"Sadha beneran mau di jodohin?" mata Sakha memejam. Mencari kekuatan dari sisa-sisa rasa sakitnya itu.

Helaan nafas berat terdengar dari mulut lawan bicaranya.

"Makanya gue nyuruh lo berjuang Ka. Mereka uda tau kalau lo sama Sadha cuma pura-pura.  Kalau lo tanya  kenapa dia harus di jodohin? Karna menurut keluarga gue, terutama orangtua Sadha berfikir kalau cuma Attaya yang bisa menerima dia Ka. Ada satu hal yang mungkin Sadha belum cerita ke lo, gue juga gak punya hak untuk cerita lagi dan lagi. Tapi apapun itu, lo harus bisa menerima dia dan perjuangin dia. Karna cuma sama lo gue lihat dia ketemu sama dunianya, matanya selalu memancar ketulusan saat natap lo," ungkap Shalsa panjang lebar.

"Gue akan berjuang Sal. Kali ini gue gak akan melepaskannya lagi" kalimat itu terdengar sangat yakin dan sepenuh hati.

Tanpa ada yang sadar dan mengetahui, bongkahan bening mengalir dari mata yang terpejam sejak dua hari.

----

Kini diruangan itu tersisa hanya Sakha dan Sadha. Tangan kananya masih setia menggenggam tangan mungil gadis itu, dan satunya lagi digunakan untuk menggenggam buku biru milik Sadha yang ia berikan saat mengajak gadis itu menjadi sahabatnya. Sekelibat ingatannya kembali terkenang, membuat sesak dada.

"Dha, lo gak rindu ya sama gue? Lo kayak gini supaya mau menjauh dari gue ya Dha? Atau lo ingin menghindar dari jawaban atas permintaan gue kemarin?" tanya laki-laki itu dengan lirih, seolah yang diajak bicara akan menjawab dan mengerti perasaanya.

"Gue janji, gue gak akan buat lo kesal lagi. Lo cepat sembuh dan sadar ya" jari kelingkingnya di kaitkan dengan jari kelingking gadis itu.

"Dha, buku ini uda lo isi apa aja? Gue boleh baca? Boleh ya" tanpa mendapat jawaban, tangannya membuka cover  buku itu.

Ia tersenyum membaca judul depannya 'Buku Sejarah Sadha' ternyata dirinya sangat alay membuat judul.

Dibuka halaman pertama, ada lukisan perempuan dengan tertunduk sendu dan laki-laki yang setia menemaninya. Ternyata Sakha baru tau kalau gadis itu pandai menggambar. Karna gambarannya sangat bagus di halaman pertama.

Jarinya dengan lihai membuka halaman selanjutnya, dan disinilah semua rasa bersatu menjadi satu.

Sakha 'I'

Cerita pertama yang akan menjadi pembuka cerita di buku ini.
Gue  masih ingat awal ketemu lagi dengan laki-laki menyebalkan itu. Ternyata dia adalah teman SMA gue, sorry kalau lupa. Karna gue adalah manusia yang paling super pelupa. Kemarin itu gue buru-buru banget, trus nabrak seseorang dan ternyata setelah hari itu dia nemui gue di perpustakaan dengan segala tingkah anehnya.

Dan beberapa hari kemudian, dia memberi gue buku ini. Dengan dalih ingin menjadi sahabat gue. Cih, dasar buaya! Tapi entah kenapa gue suka caranya, unik. Gue tahu, tak ada yang benar-benar tulus dalam pertemanan pasti ada maksud lain di dalamnya.

Gue masih ingat kalimatnya malam itu untuk menyuruh menuliskan segala kesedihan gue di buku ini. Tapi sepertinya gue tidak akan menuliskan cerita tanpa lelaki itu terlibat di dalamnya. Buku ini, akan menjadi tempat rahasia yang hanya ada cerita gue dan dia. Bahagia, sedih, kecewa, dan segala perasaan yang diberikannya.

------------------------------------------------------

❤❤

SADHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang