21

5 2 1
                                    

"Sa-k-ha" betapa kagetnya ia melihat seseorang yang membuat hatinya pilu saat ini.

Rasa marah, khawatir, serta malu menjadi satu. Banyak pertanyaan yang berkeliling di kepalanya. Kenapa Sakha ada disini? Kenapa lelaki itu bisa memeluknya? Apa Sakha mendengar semua yang ia katakan?

Apa ini mimpi? Tapi kenapa seperti nyata? Tempat serta suasana yang terjadi sesuai dengan yang ia datangi. Iapun mencubit lengan tangannya. Rasanya sakit. Berarti ini nyata. Ah, sial. Selalu seperti ini, Sadha terlalu menikmati tangisannya sampai ia tidak peduli dengan sekitar dan apa yang terjadi dengannya.

Mereka sekarang berada di emperan dan sedang berteduh. Sadha melihat hujan semakin deras, bagaimana ia bisa pergi dari hadapan lelaki ini. Tetapi ia tak ingin terus berlama-lama dengan Sakha.

Iapun berniat akan menerobos hujan dan berlari. Biarkan saja ia akan sakit, tidak peduli. Dibandingkan harus dengan Sakha. Saat ia ingin berlari, Sakha menahan tangannya.

"Gue mau pulang" ucapan singkat itu terdengar sangat dingin

"Hujan masih terlalu deras" pancaran mata khawatir Sakha terlihat dengan jelas, melihat gadis di depannya ini terlihat kacau.

"Kita perlu bicara"  Sakha mengatakan dengan ragu.

Sadha menjadi khawatir, apa Sakha ingin membicarakan yang ia katakan tadi? Apa Sakha benar-benar mendengarnya? Duh, habis lah sudah rasa malu Sadha.

"Disini?" tanya Sadha dengan menyinjingkan sebelah matanya dengan malas.

Sakha menghela nafasnya, lalu mengatakan tunggu kepada gadis itu. Dan ia pun pergi menerobos huja entah kemana yang Sadha sendiri tidak tahu.

Tak beberapa lama, Sakha kembali dengan sebuah payung.

"Yuk" ajak Sakha, orang yang di ajaknya hanya menatapnya penuh heran.

"Kita cari tempat, untuk bicara" jelas laki-laki itu lalu menarik tangan Sadha agar mendekat ke arahnya.

Mereka menuju arah mobil Sakha. Setelah masuk ke dalamnya, Sadha terlihat sangat kedinginan.  Sakha yang melihat itu langsung memberikan handuk dan jaket yang memang selalu di bawa kemanapun oleh Sakha untuk jaga-jaga.

Sadha melirik sekilas lalu mengeringkan rambut dan badannya dengan handuk, tetapi seperkian detik ia tersadar kalau Sakha masih basah kuyup bahkan melebihinya. Ia pikir lelaki itu akan melakukan hal yang sama dengannya, tetapi malah ia melajukan mobil.

"Kenapa?" seolah sadar di tatap, lelaki itu bertanya.

Sadha langsung mengulurkan handuk yang sudah ia gunakan secara spontan kepada Sakha.

Lelaki itu tersenyum, lalu mengelus pucuk kepala gadis itu dan mengambil handuknya.

"Makasih" suara itu terdengar tulus, desiran hangat menjulur ke seluruh tubuh Sadha.

Setelah itu semua kembali pada pikiran dan kegiatan masing-masing, perjalanan pun ditemani dengan suara hujan.

Tak lama mereka sampai di sebuah cafe yang cukup fashionable dan terkesan romantis. Setiap meja hanya ada dua kursi saja tidak lebih.

Merekapun memilih tempat duduk, lebih tepatnya Sakha. Ia memilih di pinggir dekat kaca besar yang memperlihatkan jalan yang sedang di penuhi hujan.

Sambil menunggu makanan yang dipesan datang, suasana masih hening hanya suara piano yang indah terdengar di antara mereka. Sampai Sakha memberanikan diri membuka pembicaraannya.

"Masih marah?" Ah pertanyaan apa ini, ia pun segera meralat pertanyaannya.

"Tadi kenapa kok gak datang ke perpus?" lebih baik, ini pertanyaan yang lebih baik dari tadi.

SADHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang