8

8 3 0
                                    

Jam masih pukul 9, Sadha sudah selesai kelas pertama. Kelas keduanya akan masuk jam 10. Ada waktu satu jam lagi untuknya beristirahat sebentar.

Sadha memegang buku berwarna biru langit. Ia kembali teringat tentang perkataan seseorang kemarin malam.

"Buku itu teman paling bisa jaga rahasia. Apapun yang lo rasain, lo tulis disitu. Dia gak bakal cerita ke siapa-siapa. Dan cerita lo akan jadi sejarah. Karna gak bakal terlupa."

"Gue tau, lo gak bisa cerita masalah lo ke siapa-siapakan. Lo selalu mendem sendiri. Dan sekarang lo bisa nulis di buku itu."

"Lo gak usah khawatir, gue gak nyimpen cctv disitu. Gue gak bakal tau apa yang lo tulis."

Sadha tersenyum mengingat ucapan Sakha tadi malam.

"Woi, kok lo senyum-senyum sendiri sih ngeliat buku itu?" Shalsa membuyarkan lamunan Sadha.

"Buku apaan nih?" Belum terjawab pertanyaan yang satu, Shalsa sudah bertanya lagi dengan langsung menarik buku itu.

Sadha hanya bisa pasrah dan menghela napasnya.

Buku Sejarah Sadha

Shalsa membaca bagian depan buku itu, dia tertawa sebentar lalu kembali menatap sahabatnya ini dengan pandangan menyelidik.

"Sejak kapan lo suka nulis?"

"Kepo banget sih lo" Sadha sungguh males dengan sepupunya saat ini. Ia belum moveon dari kejadian semalam.

"Hai Dha" suara seseorang membuat pembicaraan mereka teralihkan.

Shalsa menoleh ke sumber suara, matanya membulat.

"Lo Sakha kan. Sumpah demi apapun gue kok gatau lo kuliah disini. Mana lo makin ganteng lagi." Shalsa berkata heboh, membuat Sadha binggung.

"Loh kalian saling kenal?" tanya Sadha dengan kebingungan.

"Lo ini Dha, masa lo lupa sih sama Sakha temen SMA kita dulu. Dia ini orang yang pernah nolongin lo, waktu lo di bully sama kakak kelas karena deket sama Kak Bagas. Trus, dia ini juga orang yang sering ngasih lo coklat selama 2 tahun. Sebelum lo jadian sama Kak Bagas" Shalsa menjelaskan dengan heboh.

Sadha menundukkan kepalanya, ia bukannya takut tetapi rasanya tidak enak jika melawan yang lebih tua. Saat tanggan Tasya, kakak kelasnya ingin mendarat ke pipinya tiba-tiba ada tangan yang menahan.

"Percuma ya, di sekolahin tinggi-tinggi tapi suka bully orang" bela laki-laki yang tidak di kenal Sadha saat itu.

"Lo mau jadi pahlawan kesiangan? Ini itu urusan gue sama dia, bukan sama lo" jawab Tasya sinis kenapa laki-laki itu.

"Gue bisa laporin ini semua ke pihak sekolah" laki-laki itu mengancam, Sadha hanya menunduk saja.

"Sialan ya lo" Tasya memaki lalu pergi.

Syukurlah, ternyata yang menolongnya adalah Sakha temen sekelasnya. Ia memang tidak terlalu mengenal Sakha, karna Sakha termasuk anak yang pendiam di kelas.

Sadha mengingat kejadian itu, pantas saja ia tidak mengenal Sakha. Wajah serta penampilannya sidah sedikit berbeda. Sakha yang ia kenal dulu adalah Sakha dengan wajah polos dan penampilan cupu. Kalau masalah nama, Sadha memang pelupa.

Dan kalau tentang coklat, Sadha memang hampir tiap hari mendapat coklat dari Shalsa yang katanya dari penggemar rahasia. Ternyata orang itu adalah Sakha. Tapi, Sadha tak peduli. Karna itu hanyalah masa lalu.

Sakha yang mendengarkan itu hanya bisa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sakha malu mengingat kejadian beberapa tahun lalu.

Tapi, Skaha juga bersyukur. Ia tak perlu repot-repot menjelaskan lagi. Karna ia kesinipun untuk menjelaskan kenapa Sakha mengetahui sifat Sadha waktu SMA. Dan sekarang semua sudah terjawab.

Setelah itu Shalsa berpamitan kepada mereka, karna pacarnya si Riyan. Sudah menunggunya di kantin fakultas. Mereka memang satu kampus, tetapi beda jurusan.

Dan tersisalah mereka berdua. Suasana hening. Tak ada yang membuka pembicaraan. Sampai akhirnya Sakha lah yang berbicara terlebih dahulu.

"Lo gak mau nanya sesuatu gitu?" Tanya Sakha

"Sesuatu apa?" Sadha berkata datar

"Hm, tentang yang di bilang Shalsa. Atau yang lain gitu." Sakha berbicara dengan nada tak yakin.

"Gak" jawaban singkat gadis itu membuat suasana menjadi canggung kembali.

Lagi dan lagi Sakha hanya bisa menggaruk tenguknya kembali. Kenapa sesulit ini berbicara dengan gadis yang ia kagumi dari SMA. Tapi, Sakha tak akan menyerah karena ia adalah lelaki. Jatuh wibawanya jika ia menyerah begitu saja.

"Dha.." panggil Sakha

"Hmm.." Sadha bergumam

"Dha.." bukannya menjawab Sakha malah memanggil kembali

"Apa?" Sadha sudah melihat ke arah Sakha

"Dha.." panggilnya untuk yang ketiga kali

"Kalo lo gak mau ngomong. Gue pergi." kalimat Sadha membuat Sakha kalang kabut. Ia pun segera berbicara

"Lo mau tau gak, kenapa gue mau masuk sejarah?"

"Apa?"

"Karna dulu gue pernah punya pacar, dia pengen punya seseorang spesial yang punya wawasan luas tentang sejarah dunia. Dia pengen keliling dunia, jadinya nanti pas dia jalan-jalan ketempat-tempat bersejarah seseorang itu bisa jelasin sambil mereka menikmati tempat itu. Tapi.." kalimat Sakha mengantung, membuat Sadha terfokus padanya

"Tapi, Tuhan ternyata punya rencana lebih baik. Sebelum gue bisa kabulin impian dia. Dia udah di panggil ke pangkuan Tuhan. Karna, dia ngidap leukimia." kalimat akhir Sakha membuat hati Sadha ngilu. Ternyata ada yang lebih menyakitkan dari kisah cintanya dulu.

"Gue turut prihatin" Sadha berucap singkat sebagai tanda prihatinnya.

"Dan sekarang gue juga menikmati, karna ternyata sejarah tentang dunia kalau di selami juga seru. Tapi, seiring berjalannya waktu. Ada sejarah lain yang ternyata harus gue selami selain tentang dunia. Yaitu diri lo Dha. Mata lo selalu mancarin tatapan yang penuh dengan misteri dan rasa sakit. Gue pengen masuk kedalamnya, trus pecahin misteri yang penuh sejarah itu Dha.. dan gue pengen jadi penyembuh rasa sakit lo." Sakha berkata panjang lebar membuat Sadha tercengang

"Maksud lo apa?" tanya Sadha

"Gue gak nembak lo kok Dha, dengan gue dan lo jadi temen. Itu juga bisa kan untuk gue jadi penyembuh lo." Sadha mengangguk paham, tapi tanpa satu orangpun yang menyadari perkataan Sakha kali ini lebih mengilukan hatinya.

SADHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang