7

15 2 0
                                    

Sadha menguap. Ia melirik jam, jarum pendek menunjuk ke arah sepuluh. Badannya terasa sakit. Matanya sedikit berat.

Ia ingat, tadi sore ada insiten kecil yang membuatnya menanggis lalu ia tertidur. Entah sudah berapa jam ia memejam kan mata.

Perutnya keroncongan, ia berniat keluar membeli makan dan sedikit mencari angin untuk menenangkan pikirannya.

Langit sudah sangat gelap, mungkin sebagian orang sudah terlelap. Di atas sana sepi, tak ada bintang. Persis seperti hatinya. Mungkin semesta ingin menemani dalam malam.

Entah kenapa, malam ini Yogya begitu sepi. Ia berjalan menusuri jalanan ditemani dinginnya kota penuh cerita ini.

Entah kenapa Sadha merasa ada yang mengikutinya dari belakang. Ia menoleh, tidak ada siapa-siapa. Sadha mempercepat langkahnya. Tiba-tiba....

"Eh neng, mau kemana kok sendirian aja? Mau mas temenin?" dua orang bertubuh besar dan berperawakan menyeramkan ada di depannya.

Sadha kaget. Ia mundur perlahan-lahan. Hendak mau lari, tetapi dengan cepat laki-laki yang satunya menghadang di belakang Sadha.

"Kok kayak ketakutan gitu si neng? Santai aja. Sini sama mas." laki-laki itu berbicara sambil menegang lengan tangan Sadha.

"Lepasin. Jangan pegang-pegang" Sadha menyentakkan tangganya. Ia ketakutan sekarang. Ya Tuhan, tolong Sadha.

"Wih galak amat neng nya" mereka berdua sekarang sudah mendekat ke arah Sadha.

Jantungnya semakin berpacu cepat. Kakinya gemetar, siapapun tolong Sadha.

"Jangan mendekat. Tolong!" Sadha berteriak dengan sisa kekuatannya. Ia benar-benar takut.

"Percuma lo minta tolong, gak bakal ada yang dengar" laki-laki itu berbicara di telinga Sadha, wajah mereka sangat dekat.

Sadha tidak bisa berbuat apa-apa. Tanggannya di tahan oleh laki-laki yang satu.

Bruk....
Laki-laki yang ada di depan Sadha jatuh tersungkar ke samping.

"Sialan. Lo beraninya sama cewek" lelaki yang baru datang itu menghajar dua orang tadi secara bergantian dengan membabi buta.

"Brengsek." dua orang laki-laki tadi berlari kalah, wajahnya sudah babak belur. Sadha merapal dalam hati, ia sangat berterimakasih.

"Makasih Ka" Sadha berucap saat laki-laki tadi sudah ada di depannya. Iya laki-laki itu adalah Sakha.

"Lo gak papa kan?" tanya Sakha khawatir.

Sadha menggeleng sebagai jawaban.

"Lo kenapa keluar malem-malem sendiri? Dan kenapa lo gak datang ke alun-alun?" Sakha bertanya terus menerus saat mereka sudah berada di dalam mobil Sakha.

Ohiya, Sadha baru ingat. Tadi siang Sakha menyuruhnya datang ke alun-alun kota, dan Sadha memang sengaja tidak mengingatnya.

"Lupa" jawab Sadha seadanya. Dia berbohong, Sadha tidak lupa sama sekali.

"Lo kok bisa ya, masuk ilkom. Irit ngomong gini, trus jadi mahasiswa terbaik lagi. Dosen nilainya gimana ya?" pertanyaan atau pernyataan itu seperti menghardik Sadha. Bisa-bisanya dalam situasi seperti ini Sakha mengesalkan.

"Lo cocok masuk sejarah. Kepo dan mau tau aja urusan orang." tak mau kalah, Sadha membalasnya dengan kalimat menyelekit.

Sakha tiba-tiba mengerem

"Lo apa-apaan sih" protes Sadha dengan kekesalan yang sudah di atas level

"Uda sampai. Turun" jawab Sakha seadanya lalu ia langsung turun dari mobil.

Sadha memperhatikan sekeliling, ini alun-alun kota. Bagaimana ia tidak sadar kalau mereka sudah sampai. Ah, Sadha benar-benar payah.

"Gue mau pulang" Sadha berkata setelah ia turun dari mobil.

Sakha menaikan alisnya, sambil melirik gadis di sampingnya itu.

"Lo mau di gangguin om-om kayak tadi? Kalau mau, yauda silahkan." Sadha menjadi bimbang, dia pun memutuskan untuk mengurungkan niatnya.

"Lo ngeselin banget ya."

"Ohiya, lo gak tau diri banget ya. Uda di tolongin gak terimakasih" lagi-lagi ucapan Sakha tak berhati

"Gue uda bilang makasih, lo amnesia?" nada bicara Sadha super datar, bisa di pastikan kalau dia benar-benar unmood.

"Bukan terimakasih ucapan maksud gue. Tapi imbalan" ekspresi Sadha berubah kaget.

"Lo gak ikhlas banget ya nolongin orang."

"Yauda kalo gak mau, gue cukup tau. Kalo Sadha Abianda Malendra adalah orang yang gak tau berterimakasih. Lo liat, muka gue sampe babak belur gini. Tapi, lo tega nolaknya" panjang lebar Sakha berbicara, membuat Sadha menghela napas.

"Mau lo apa?" Sadha menyerah, rasanya percuma berbicara dengan Sakha.

"Lo jadi temen gue" lagi dan lagi. Sakha berhasil membuatnya kaget dalam waktu yang singkat.

"Tapi terserah lo, mau atau gak. Pilihan ada sama lo. Dan kalo lo mau, lo ambil buku ini. Gue hitung sampai sepuluh" lanjut Sakha sambil menyodorkan buku diary berwarna biru langit.

Sakha mulai menghitung, Sadha melihat buku itu sambil menimbang-nimbang keputusan dalam hatinya. Terima atau tidak.

"Sembilan.." Sadha langsung menarik buku itu dengan berat hati. Dan Sakha tersenyum melihatnya.

------------------------------------------------------

Akhirnya Sakha bisa jadi temen Sadha wkwk.

SADHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang