5. Like We Used To

1.6K 109 12
                                    

Park Jinyoung as Jinendra Wisnu Kalingga
Bae Joohyun as Ivanna Jovanka












4 tahun menjalani hubungan itu tidak semudah membalikan telapak tangan. Apalagi menjalaninya dengan seseorang yang lebih muda 3 tahun. Tentu banyak perbedaan baik dari sikap maupun pola pikir. Ini yang dirasakan oleh Ivanna Jovanka yang seharusnya sudah matang berumah tangga di usianya yang ke-29 tahun. Bimbang melanjutkan ke jenjang yang lebih serius dengan kekasihnya, Jinendra Wisnu Kalingga. Seorang arsitektur muda yang workaholic banget.

Aji, panggilan akbranya, lebih muda 3 tahun dari Vanna. Untuk saat ini memang belum ada niatan meminang wanita berdarah Sunda tersebut lantaran profesi yang sedang digelutinya. Separuh waktunya dihabiskan dengan banyak projek pembangunan sehingga tidak ada waktu memikirkan hal tersebut. Setiap Vanna mulai membahas masa depan, menceritakan teman-teman Vanna yang bahagia banget menjalani rumah tangga, Aji selalu mengelak dengan alasan banyak kerjaan atau merasa capek. Kalau sudah begitu, Vanna tidak akan membahas hal yang serupa lagi. Dia mengubur keinginannya untuk membina rumah tangga bersama Aji.

Di saat rasa kecewanya kian menumpuk, Tuhan menghadirkan seseorang yang membuat Vanna goyah terhadap Aji. Erlang Chandra Fabiansyah, rekan kerja Vanna di kantor yang dikenal sebagai pria humoris. Lawakannya saja mirip Bintang Emon. Udah deh. Kalau Vanna ngobrol sama tuh cowok, Vanna nggak bakal berhenti tertawa.

Percaya nggak, Chandra yang luarnya cengangas-cengenges begitu punya sisi yang lebih dewasa? Karena ketutupan kocaknya saja orang-orang tidak tahu kalau cowok Februari ini justru sudah pernah melewati asam, manis dan pahitnya kehidupan.

Di mata Vanna kelihatan kok Chandra itu bijaksana, dewasa dalam mengambil tindakan di setiap masalah yang datang silih berganti. Ini yang membuatnya menjadi nilai plus dibanding Aji. Tidak menutup kemungkinan dong, Chandra menjadi sosok yang Vanna idamkan?

Memang sih, dari segi karier, penghasilan, dan penampilan Aji jauh lebih unggul. Aji punya jenjang karier yang bisa membuatnya menjadi seorang petinggi, sedangkan Chandra tidak pernah beranjak sesenti dari posisi seorang budak korporat. Seberapa besar usaha yang dia lakukan tak akan pernah naik jabatan. Paling cuma naik grade saja. Itu juga tidak terlalu signifikan pengaruhnya terhadap penghasilan per bulan.

Tetapi bukan itu yang Vanna cari. Melainkan sikap seorang pria dari pola pikir dan cara dia menyikapi suatu masalah hingga menemui jalan keluar. Bukan seperti Aji yang terkadang Vanna masih merasakan jiwa kekanakannya.

Jujur, Vanna bimbang. Di satu sisi dia menyayangi Aji tapi tidak bisa melanjutkan hubungan yang lebih serius. Mau sampai kapan Vanna akan terus menunggu? Setahun? Dua tahun? Atau sampai keriput-keriput halus di wajahnya muncul?

Dan sampai kapan akan mempertahankan hubungan yang sudah mulai tidak jelas ini?

Maka di sinilah Vanna duduk berhadapan dengan Aji yang sedari tadi merunduk pada iPadnya. Vanna akan bersabar kalau yang disibukkan Aji terkait kerjaannya, menggambar sketsa bangunan dengan detail. Tapi kalau untuk urusan lain?

"Nggak bisa ya, kamu lebih mentingin Vanna dulu, Ji? Ada hal penting yang mau Vanna omongin sama kamu."

Aji yang mendengar nada bicara Vanna tetkesan serius dan menuntut lantas meletakan iPad di genggamannya dalam pangkuan.

"Mau bahas apa?" tanya Aji dingin tanpa basa-basi. "Kalau cuma buat bahas keseriusan hubungan, maaf Aji belum bisa. Masih banyak hal yang harus Aji kejar dalam jangka waktu ke depan. Aji nggak maksa kamu buat nunggu kapan Ajinya siap. Tapi kalau kamu udah capek, udah nggak betah, Aji juga nggak maksa kamu buat bertahan dan nyakitin diri sendiri," ucap Aji panjang seakan tahu apa yang ingin Vanna katakan padanya. Tahu apa yang ia pikirkan sejauh ini.

Vanna lantas menghela napas berat. "Jadi... cuma sebatas ini aja?" Gadis itu menahan diri untuk tidak menangis di depan cowok yang ia sayangi.

"Iya, Vanna capek mikirin ketidakpastian arah hubungan kita. Vanna sayang banget sama kamu, tapi di satu sisi ada beban berat yang Vanna tanggung."

"Iya, Aji ngerti."

"Kalau kamu ngerti, kenapa nggak coba secara perlahan?"

"Nggak bisa, Vanna. Aji nggak mau bikin kamu makin lama menunggu."

"Terus aku harus gimana?"

"It depends on your choice," tekan Aji sembari tersenyum kecil menatap Vanna.

Gadis itu diam. Diam membuat keputusan terbaik agar kedepannya nanti ia tidak menyesal.

"Kalau aku minta... kita jadi temen biasa, kamu bakal kabulin?"

Senyum sabit terukir di bibir Aji. Tangannya terulur mengacak poni Vanna yang justru tidak paham mengapa responnya begitu? Tetap tenang, tetap bisa tersenyum seolah kata-kata tersirat Vanna mengakhiri hubungan tidak menjadi beban untuknya.

Apa semua cowok memang begini? Kelihatan tidak apa-apa diawal tapi justru menjadi orang yang sangat menderita setelahnya?

"Thanks ya, kak."

Vanna terkejut mendengar panggilan itu dari bibir Aji. Panggilan yang sudah lama tidak didengarnya. Mungkin hampir 6 tahun?

"Makasih karena hari kak Vanna mau melepas orang seegois Aji. Makasih juga karena kakak udah mau bertahan selama 4 tahun ngadepin Aji. Maaf ya kalo selama ini Aji suka kekanakan, suka ngambek, egois masih tinggi, dan masih diragukan ini. Semoga kak Vanna dapat pendamping hidup yang baik, yang dewasa, yang bijaksana, yang bisa bahagiain kakak kedepannya. Aji doain yang terbaik."

Pemuda Jinendra tersenyum dengan lapang dada. Menatap Vanna yang terdiam haru dengan mata berkaca-kaca sembari mengulurkan tangannya.

"Best friend like we used to."






END

You and Me; GOTVELVET X DREAMITZYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang