Hwang Yeji as Jean Anastasia Zurisaday
Lee Donghyuck as Trijuana Rasi Demetra—
Bagaimana rasanya menjadi seorang penyihir?
Jawaban yang akan keluar dari bibir Jean adalah luar biasa! Keberkatan dari Tuhan yang tidak mungkin Jean sia-siakan dalam hidupnya.
Pasalnya, Jean memiliki setengah darah penyihir. Ayahnya merupakan seorang penyihir hebat pada masanya yang kemudian jatuh cinta dengan seorang anak petani di dunia manusia. Cinta pun tak dapat dielak keduanya. Sehingga ayah Jean muda memberanikan diri untuk melamar wanita yang dia cintai, walau harus menyimpan banyak rahasia dan identitas aslinya sebagai seorang penyihir karena takut dirinya tidak akan diterima di keluarga tersebut.
Buah dari hasil cinta mereka lahirlah seorang Jean Anastasia Zurisaday. Gadis sipit yang memiliki bola mata indah berwarna abu-abu, sehingga membedakannya dengan anak-anak lain yang bermanik hitam pekat atau cokelat tua. Jean juga tidak tahu mengapa ia mendapat warna mata unik ini. Padahal tidak ada keturunan darah asing dari garis ibu. Tidak tahu dari keluarga ayah, karena pria yang sudah tutup usia 10 tahun yang lalu itu tidak pernah menyinggung keluarga besarnya. Tidak pula menceritakan asal muasalnya pada sang istri.
Pada saat Jean berusia 13 tahun, muncul seseorang yang mengaku dari keluarga ayah. Jean sempat tidak memercayai sebelum akhirnya orang itu menunjukan selembar foto usang dimana ada potret ayah dan keluarganya di sana. Anehnya lagi, orang-orang di dalam foto tersebut dapat bergerak. Jelas hal itu tabu di mata manusia biasa. Bagaimana bisa?
"Apa kamu tidak bertanya-tanya dari mana kamu dapatkan mata unik itu? Apa kamu tidak pernah mengalami hal-hal aneh sejak kamu dilahirkan ke dunia? Apa kamu tidak merasa memiliki kemampuan yang mungkin tidak didapatkan oleh manusia pada umumnya?" tanya sosok pria berjubah hijau jamrud pada Jean kala itu. Membuatnya diam membisu.
Benar. Warna mata yang dia miliki ini memiliki keanehan yang tidak dapat Jean ceritakan secara gamblang pada siapa pun. Mereka tidak akan percaya bahwa dengan mata itu Jean bisa melihat masa lalu dan masa depan seseorang hanya dengan bertatap muka sekali. Ketika dia menangis, air matanya dapat menyembuhkan luka. Sekalipun luka gores yang sangat dalam. Seperti halnya sepasang mata dari burung phoenix.
Tidak hanya itu. Terkadang ketika Jean marah, benda-benda di sekitarnya dapat melayang di udara dan langit langsung berubah kelam beserta suara gemuruh yang besar. Saat suasana hatinya sedih, rintik hujan langsung turun tanpa peduli siang dan malam. Atau pada saat dia melamun, hanya dengan menunjuk barang didekatnya, barang tersebut sudah berputar-putar di atas kepala.
Kemampuan khusus lainnya. Jean bisa berbicara dengan seekor hewan. Pernah di sekolah ia tak sengaja mendengar obrolan sekelompok burung liar yang bertengger di pohon rindang. Tanpa sadar Jean berceletuk sehingga salah satu burung liar terbang mendekatinya kemudian bertanya, "Kamu barusan berbicara pada kami?"
Sungguh suatu keanehan yang tidak masuk diakal. Dan Jean pikir pada saat itu dia sudah gila.
Karena keanehan yang terjadi padanya tersebut—sebut saja kelebihan yang Jean miliki merupakan suatu anugerah dari ilahi—di sinilah dia beralih menimba ilmu di sekolah sihir bergengsi yang akan membawanya menjadi penyihir berbakat seperti ayah.
Jean tidak perlu minder dengan anak-anak yang lain. Toh, beberapa dari mereka ada juga yang merupakan keturunan setengah penyihir. Selebihnya kamu tahu sendiri yang paling dominan dari kalangan mana.
Karena sebagian diri Jean adalah seorang manusia biasa, kerap sekali dia menerima bahan olokan. Terutama dari cowok tengil, si beater handal dari asrama Prontopelia bernama Trias. Jean punya nama panggilan khusus untuk cowok berkulit tan itu. Kedelai Hitam. Iya, itu panggilannya. Dan Jean sangat membencinya.
Jean tidak tahu kenapa Trias suka sekali mengganggunya. Apalagi sejak Jean berhasil menjatuhkan Trias dari sapu terbangnya pada pertandingan kejuaraan Quidditch antar asrama. Apa mungkin Trias merasa malu karena harga dirinya sudah dijatuhkan oleh seorang gadis? Dan bolehkah Jean merasa senang karena itu?
Lagian, siapa suruh sok-sokan pengen ngalahin gue! Bumerang sendiri deh tuh bola ke dianya, kan! batin Jean tersenyum penuh kemenangan.
Ya, Jean sangat bangga mengetahui dia masuk ke dalam daftar 5 beater terhebat dari seluruh asrama. Tentu Trias berada satu tingkat di bawahnya, tetapi kecerdikan pewaris tahta ketiga dari klan Demetra itu tidak boleh dianggap remeh.
Rival?
Apa bisa seorang Trijuana Rasi Demetra disebut sebagai rival Jean? Mungkin saja bisa. Mungkin juga tidak.
Entahlah. Keduanya saling membenci. Setiap bertemu tatap, ada saja adu mulut dan lontaran cacian satu sama lain. Dimana pun. Kapan pun. Bahkan pada saat pelajaran berlangsung yang kebetulan mereka mengambil kelas yang sama, atau di perpustakaan, mereka tetap beradu argumen. Tidak ada yang mau menurunkan ego, sehingga perwakilan wali murid dari asrama masing-masing sepakat memberikan detensi malam pada mereka. Juga pengurangan poin yang membuat Jean mendadak naik pitam. Kalau sudah begitu, rambut cokelat kemerahan milik Trias pun berakhir dijambak.
Ada satu fakta menarik yang membuat Jean makin membenci pemuda slengekan tersebut. Tak lain karena Jean melihat—
"Heh, Mata Dragon!"
Argh, sialan! Kenapa harus terputus sih?
Jean menghentikan langkah. Ia menghela napas panjang sebelum membalikan badan dan menatap Trias dengan ekspresi datar. Sedangkan si pemuda berjalan slengekan, memasang senyum yang menyebalkan, membuat Jean memutar bola matanya.
Coba gue udah bisa ngubah manusia cokelat satu ini beneran jadi kedelai hitam berkualitas. Udah dari kapan tau gue olah jadi kecap, terus gue jualin ke warung-warung! Caci Jean dalam hati.
Karena tidak berani menatap mata Trias secara langsung, lantas Jean menunduk. Dia tidak mau melihat bayangan masa depan Trias yang membuatnya insomnia beberapa hari kedepan.
"Mau kemana lo?"
"Emang apa urusannya sama lo!" sungut Jean mendengus kesal.
"Jelas ada dong!" Trias menampilkan senyum miringnya. "Lo lupa, ubin lantai yang lagi lo injak sekarang ini berada di daerah kekuasaan gue?" katanya menyombongkan diri.
"Terus kenapa? Masalah?"
"Ya jelaslah!"
"Yaudah, sih. Musnah aja sana."
"Nggak kebalik?"
"Ck! Mau lo apa sih, Kedelai Hitam?!"
Habis sudah kesabaran Jean. Lantas ia mendongak dan menatap manik hazelnut milik Trias. Mendadak jantungnya berdetak tak karuan melihat bayangan yang baru saja dia selami ke dalam bola mata itu. Jean membisu.
"Emang kalau gue kasih tau, lo bakalan mau—"
"Enggak!" jawab Jean lantang. Trias sudah menduganya. "Nggak ada janji-janjian hari Sabtu, jam 3 sore, di tangga aula besar. Nggak ada! Tauk ah!"
Setelah mengatakannya, Jean langsung berlari dan menghilang dari pandangan Trias yang kini tertegun diam tidak percaya.
Kenapa Jean bisa tahu kalau dia akan mengajak pergi tepat di hari Sabtu pada jam 3 sore dan bertemu di tangga aula besar? Apa gadis itu baru saja membaca pikiran?
Jika benar, terkutuklah Trias. Karena hanya nama Jean yang selalu terlintas dalam benaknya akhir-akhir ini.
END
KAMU SEDANG MEMBACA
You and Me; GOTVELVET X DREAMITZY
FanfictionOne shoot grup dua lusin dengan kearifan lokal