"Appa pulang!"
Tidak biasanya rumah sesepi ini, sapaannya juga tidak ada yang menyambut. Lampu menyala tapi penghuni di rumah ini sepertinya tidak.
"Appa jangan teriak begitu! Eomma jadi kesakitan." Sejun mendorong bokong Suga menuju dapur, tingginya memang hanya di bawah pinggang Suga lima centi.
Dapat Suga lihat Hyoora sedang meringis di depan wastafel, air yang semula bening setelah melewati jari Hyoora berubah warna menjadi merah. "Apa yang terjadi?" Suga memasukkan jari telunjuk Hyoora dan menghisap darahnya dan berharap agar cairan merah itu berhenti keluar.
"Aku kaget dan tidak sengaja pisaunya mengenai jariku." Sejun datang kesulitan dengan kotak P3K yang Suga minta. Buru-buru Suga memgambilnya dan memimta Sejun untuk menunggu mereka di ruang TV.
"Mian. Seharusnya aku tidak berteriak tadi." Suga memberikan alkohol, obat merah, dan plester tranparan anti air pada luka Hyoora.
"Ani. Tidak masalah sama sekali. Aku sedang melamun tadi, jadi tidak sengaja tanganku teriris."
"Melamunkan masa depan kita ya, sayang?" Hyoora memutar bola matanya malas menanggapi ucapan Suga, baru beberapa detik yang lalu dia bersikap sangat lemah lembut. Sekarang dia kembali seperti seorang bocah yang manjanya bisa melebihi Sejun.
"Kalau begitu sekarang aku serius. Apa coba yang dilamunkan, hm?"
"Hanya pelanggan butik yang tadi pagi kita bicarakan di mobil ternyata memiliki selera yang standar. Padahal banyak butik yang bisa membuat gaun sesimpel itu."
"Lanjutkan." Suga meletakkan Sejun pada kursi mini di sampingnya, matanya tidak lepas memandang Hyoora.
"Dia ingin gaun polos yang sama persis seperti milikku di foto dalam bingkai itu. Foto yang kita semua punya." Hyoora menaruh lauk di mangkuk Sejun yang abai akan pembicaraan kedua orang dewasa ini. Dia asik dengan makanannya sendiri.
"Apa masalahnya? Itu hanya sebuah gaun lagi pula. Seleranya mungkin memang sederhana. Aku juga menyukai satu yang seperti itu, seperti dirimu. Sederhana tapi sangat menawan." Gombalan Suga tidak mendapat tanggapan. Kasihan.
"Bukan hanya itu, dia membeli satu lagi."
Hening, Suga sudah menarik napas ingin biacara, tapi Hyoora menginterupsinya. Suga malah jadi lupa bagaimana caranya menghembuskan napas.
"Dia ingin setelan jas yang warnanya akan cocok jika disandingkan dengan gaun itu. Bukan atas nama dirinya-tapi atas nama Min Yoongi," ujaran Hyoora membuat atmosfer ruangan terasa lebih berat dan gelap.
"Bagaimana dengan gaun itu? Apa dia menggunakan namamu?" Suga meninterupsi.
"Gaun peach atas nama Kang Hyerim. Pasien pertama Yoongi yang gugur di atas meja operasi."
"Kang Hyerim?"
***
Jarum jam sudah menunjuk pada angkat tiga tepat dini hari. Hal tersebut tidak membuat Jeon Jungkook dan Kim Taehyung lekas mencium bantal tidur kesayangannya. Namjoon hanya meminta agar mereka segera menemukan kalung itu, bukan berarti menyuruh mereka untuk mencarinya hingga selarut ini.
"Jungkook! Berhenti bermain ayunan! Kau bisa merobohkannya!" teriak Taehyung protes karena jengah dengan kelakuan rekan kerjanya yang setiap menemukan mainanan sikapnya berubah menjadi mirip Sejun, bahkan lebih parah.
"Aah, hyung! Lima menit saja, baru kita lanjutkan mencari kalungnya." Jungkook juga sama-sama protes karena kegiatannya terganggu.
Taehyung menghela nafas panjang sembari menunduk menatap kakinya. "Mian, karena membuatmu berjalan hingga selarut ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ambivalent
FanfictionJANGAN LUPA FOLLOW, supaya kalian tidak ketinggalan info menarik soal cerita ini 😊 "Sekarang jaksa sedang menyelidiki kasus pelecehan dan penganiayaan yang dilakukan oleh seorang dokter bedah ternama, Min Suga. Jaksa akan memberikan tuntutan 10 tah...