~Daniel Cristianto~

487 47 0
                                    

"Ibu, aku tidak mau bermain sama Cristian"

"Kenapa sayang?"

"Kata teman-temanku, dia psikopat."

"Psikopat?"

"Dia membunuh orang tuanya. Ayo kita pergi."

"Jangan se-"

"Ayo cepat bu. Nanti kita bisa dibunuh juga"

"Sana pergi! Jangan dekat-dekat!"

"Pembunuh!"

"Orang sepertimu tidak ada tempat disini"

"Pergi sana!"

"Pergi"

"Dia tidak mau pergi"

"Hei psikopat cepat pergi sana!"

"Psikopat! Huuuuuuuuu"

"Ayo lempari dia dengan sampah"

"Orang tak tau malu"

"Membunuh orang tua yang telah merawatnya"

"Anak durhaka"

"Hus hus"

***

"Saya mimpi buruk lagi"

"Mimpi tentang-"

"Ya tentang itu"

"Apa tidak ada obat yang bisa menyembuhkan saya? Mimpi itu selalu datang"

"Perlu waktu sampai kau bisa melupakan semua itu"

"..............."

"Apa orang tuamu memperlakukanmu dengan baik?"

"Ya sepertinya begitu. Aku malu harus menemuimu. Orang-orang berpikir aku gila karena ke psikeater"

"Jangan hiraukan orang lain. Ini semua demi dirimu sendiri. Sabar sebentar lagi. Kau sudah menjalani pengobatan selama 7 tahun. Tapi itu masi kurang karena kau masi teramat muda untuk itu semua."

"Aku juga tidak tau kemana orang itu pergi"

"Orang yang mengajari kau bermain basket?"

"Benar. Sewaktu umur 10 tahun. Kemudian dia hilang seakan ditelan bumi. Hah! Padahal orang itu hampir membawaku lepas dari semua mimpi buruk ini."

***

"Hiks hiks hiks"

"Hei, ayahku bilang laki-laki ga boleh menangis" laki laki itu duduk di ayunan sebelahku. Laki-laki yang tidak aku ketahui namanya.

"Kau tau apa tentangku?" Kataku pelan sambil mengusap pipi.

"Bagaimana aku tau kalau kau tidak cerita?" Katanya tersenyum ramah

"Jangan tersenyum padaku. Aku orang jahat"

"Hei kau tidak terlihat seperti orang jahat. Kau seperti anak 10 tahun pada umumnya"

"Aku tidak seperti anak pada umumnya. Psikopat! Orang menyebutku psikopat. Cepat pergi sebelum aku membunuhmu"

"Psikopat? Hahaha. Aku yakin kau tidak membunuh. Kau orang baik kan anak sepertimu tidak mungkin melakukan hal seperti itu" dia kembali tersenyum

"Aku punya susu coklat. Kau mau?" Dia meraih tanganku dan memberikan susu coklat.

"Minumlah kau akan merasa lebih baik. Kau tidak boleh terus terusan seperti itu"

"Kau tau apa? Kau tidak akan pernah tau. Karena tidak merasakan sakit yang kurasakan ini."

"Aku tau. Aku juga pernah merasakan sakit yang mendalam. Aku kehilangan orang tuaku" katanya sambil menatap ke langit sambil meminum susu kaleng rasa coklat.

??!!

"Tapi aku menyemangati diriku sendiri. Aku tidak boleh menyerah. Menangis tidak akan mengembalikan apa-apa. Jika  semuanya terasa sesak, hei! kenapa kita tidak main basket saja?"

"Basket?"

"Ya. Itu caraku agar tidak tenggelam dalam kesedihan"

"Hah! Anak 10 tahun sepertimu?"

"Ya! Memang sih aku masi belajar hehehe Tapi kenapa kau tidak coba juga? Ayo"

"Eh"

"Sudahlah. Ayo"

"Mula mula pantulkan bola. Jangan terlalu tinggi. Iring bola ke ring kemudian tangkap bola dan lempar ke ring. Kau bisa sedikit menekuk lututmu kemudian melompat memasukkan bola ke ring. Akan aku praktekkan. Perhatikan baik-baik"

Dia teman pertamaku. Aku sangat mengaguminya. Ramah dan suka membantu bahkan menghibur. Sejenak aku merasa lepas dari segala masalahku. Tapi sayang pertemanan itu cuma sementara. Bahkan aku tidak tau namanya sampai aku pindah dari sana. Diam diam aku menamainya Eroe. Dia tau persis apa yang kurasakan. Mungkin dia berbuat seperti itu karena merasa senasib denganku. Aku selalu mengingatnya. Dia orang yang dapat menerimaku apa adanya.

"Hei! Sebenarnya berapa umurmu?" Kataku bertanya kepada anak yang tidak aku ketahui namanya itu.

"10 tahun"

"Tapi kenapa kau sehebat itu bermain basket?"

"Hei hei aku tidak hebat hahaha"

"Aku sama sekali tidak tau cara memainkannya"

"Kemari biar aku ajari kau. Kau sudah ingat yang aku kayakan sebelumnya kan. Sekarang tinggal kau praktekkan saja."

Aku berlari kecil ke arahnya

"Aku melakukan ini untuk menghibur diri. Ayo lakukan juga kau pasti merasa lebih baik"

Dia mengajariku bermain basket. Sungguh sangat menyenangkan. Aku sampai lupa di luar sana banyak yang mengejekku, manjauhi aku dan melempariku.Sejak saat itu aku merasa duniaku lebih berwarna. Setiap sore kami bermain basket. Tidak lupa meminum susu kaleng rasa coklat. Sampai akhirnya aku harus pindah dari tempat itu. Saat itu umurku 11 tahun. dia tersenyum saat aku harus pergi meninggalkannya di tempat itu. Pertemuan yang begitu singkat namun bermakna. Hingga saat ini aku masi bermain basket dan susu kaleng rasa coklat tentunya.

Aku mengikuti banyak sekali turnamen. Bahkan sampai tingkat nasional. Berharap dia ada disana jika tidak sebagai pemain setidaknya sebagai penonton. Tapi aku tidak pernah bertemu denganya. Apa dia tidak menyukai basket lagi? Aku juga kembali ke tempat pertama kami bertemu tapi dia sudah tidak ada di sana. Lapangan basket yang dulu kami pakai juga sudah tak ada dia disana. Bahkan orang-orang disana pun tidak tau dia pergi kemana. Seakan akan dia hilang ditelan bumi.

Dimana dia? Dimana sobatku Eroe? Dimana?


Detektif SMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang