(14) Kenyataan Pahit

339 17 0
                                    


Kedatangan Ayah mertuaku membuatku bertanya-tanya dalam hati. Setalah menyapanya beliau kabur dari rumah tanpa kata dan wassalam sebelumnya. 
Dan sekarang lebih aneh lagi anaknya. Dia memintaku menjadikannya dirinya sebagai miliki seutuhnya. Yaelah, dari semenjak kami menikah dia memang sudah menjadi milikku. Wanitaku walau sama sekali aku tidak pernah menjamahnya sama sekali.

Tubuhku membeku kala wajahnya semakin dekat dengan wajahku. Dekat, dekat, hingga hidungnya menyentuh hidungku. Matanya terpejam kala bibir kami mulai mendekat, dan ...

Dia menarik wajahnya lalu menyingkap selimut kemudian bangkit dari ranjang. Tangannya menutup mulutnya terlihat sekali layaknya orang yang menahan sesuatu. Dia lalu berlari menuju kamar mandi dan terdengar memuntahkan sesuatu.
Kuputuskan bangkit dan menemuinya. Dia terlihat tengah memuntahkan isi perutnya. Apa dia tadi salah makan? Aku terkesiap kala tubuhnya hampir saja terjatuh untung aku segera menangkap tubuhnya.

"Hai, kau kenapa?" tanyaku sembari memandangnya dengan panik. Matanya menatapku dengan pandangan mulai kabur hingga benar-benar pingsan membuatku kelabakan.

"Hai, bangunlah." Kutepuk pipinya berulang kali namun nyatanya dia tidak membuka mata. Wajahnya begitu pucat membuatku merasa tergagap.

Membungkukkan tubuh lalu menggendongnya keluar dari kamar dengan cepat. Pikiranku tambah kacau mengingat pekerjaan dan dirinya.

"Angga, siapkan mobil sekarang!" perintahku sembari berteriak.

Angga yang berada tak jauh dari tempatku berdiri berlari menuju bagasi mengeluarkan Xpender dari dalam. Dua menit aku menunggunya membuatku hampir saja kesetanan.
Mobil meluncur tepat di depanku dan berhenti. Bu Em membantuku membuka pintu memudahkan aku untuk memasukan tubuh Salsa ke dalam mobil.

Kusandarkan kepala Salsa di bahuku lalu memberi perintah pada Angga.
Mobil meluncur cepat meninggalkan rumah menuju rumah sakit terdengar. Sesampainya di sana, Angga turun lalu membukakan pintu untukku. Kugendong tubuh Salsa keluar dari dalam mobil dan melangkah cepat diikuti Angga dari belang.

"Suster, Dokter, tolong istri saya!" teriakku.

Dari arah berlawanan, suster berlari mendorong menuju padaku lalu berhenti. Kubaringkan tubuh Salsa di atas brankar lalu membantu tim medis membawa tubuh Salsa ke ruangan perawatan.

Langkahku terhenti kala salah seorang suster menghadangku memintaku untuk menunggu di luar saja.

Kuhela napasku sembari menyugar rambut beberapa kali. Pandanganku terus saja tertuju pada pintu ruangan IGD yang tertutup rapat. Beberapa kali aku mondar-mandor kayak orang gila karena panik. Angga yang sedari tadi menemaniku terus saja mengomel tentang aku yang terlalu panik.

"Pak, duduklah. Masalah tidak akan selesai jika Bapak terus-terusan bolak-balik kayak setrikain begitu!"

Hingga beberapa menit kemudian pintu terbuka menampakan seorang dokter wanita dengan stetoskop menggantung di lehernya.

"Dengan suami Bu Salsabila?"

Aku melangkah mendekat. "Saya suaminya, Dok. Bagaimana keadaan istri saya? Apa dia baik-baik saja?"

"Dari hasil pemeriksan yang sudah saya lakukan, janin yang telah dikandung Bu Salsabila lemah. Jadi saya harap agar Bu Salsa jangan dibiarkan berpikir terlalu berat. Itu tidak baik untuk janin yang tengah ia kandung saat ini."

Bagikan petir menyambar di malam hari tanpa hujan. Tubuhku kaku seketika. Apa aku tidak salah dengar, hamil? What? Bagaimana bisa? Bukanya kami menikah baru seminggu lebih? Lalu, bagaimana bisa Salsa hamil? Dan, aku juga belum pernah menyentuhnya sama sekali.
Apa saat aku tidur aku melakukan dengannya? Tapi, saat bangun pakianku lengkap.

TENDER BERHADIAH ISTRI💕 [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang