(2) Nikah Dadakan

524 22 0
                                    

Aku tidak habis pikir dengan Pak Djoko. Bukanya aku yang beliin mahar buat anaknya malah beliau sendiri yang beli. Katanya biar gak ribet. Sebenarnya tadinya aku ingin protes, tapi mau dibantah tender bisa melayang dalam sekejab mata.

Bagaimana aku menjelaskannya nanti pada mama jika tah  putra pertamanya nikah dadakan? Kaget, atau sport jantung? Bisa keduanya.

Detak jantungku melonjak drastis. Kujabat tangan Pak Djoko dengan gemetaran. Aku duduk sendiri di sini tanpa calon istriku, Salsabila. Pak Djoko meminta Salsabila duduk di luar dengan penjagaan yang ketat. Entah salah apa dia hingga Pak Djoko memperlakukannya dengan tak berperikewanitaan seperti itu.

"Bagaimana saksi, sah?"

"SAAAHHH!"

Apa aku mimpi sekarang? Aku sudah ganti status jadi suami orang yang baru aku kenal semalam. Ini gila, sungguh rasanya benar-benar gila. Aku tidak pernah mengenal wanita itu tapi langsung disuruh nikahin anak orang kayak gini. Hoh ... gila! Sumvah gila!

Pintu ruan terbuka. Salsabila masuk dengan seorang petugas mengapitnya. Pak Djoko memintaku menikahi putrinya langsung di Kantor Urusan Agama (KUA) katanya agar lebih cepat aku resmi menjadi suami anaknya. Kenapa gak bilang yang jelas aja kalau mau buang anaknya secepatnya, Pak!

Dia duduk di sampingku menunggu giliran menandatangani berkas yang disodorkan petugas. Kugeser berkas tersebut padanya lalu memberikan bollpion.

Dia meraihnya dengan tangan gemetaran. Tidak ada lagi air mata yang mengalir. Aku yakin, Pak Djoko memintanya untuk menghapus air mata tersebut agar tidak terlihat dipaksa nikah yang nyatanya memang begitu.

Setelah membubuhkan tanda tangan, berkas tersebut disodorkan pada petugas KUA.

"Ini buku nikah kalian. Selamat menempuh hidup yang baru."

Aku hanya bisa tersenyum getir pada petugas tersebut. Kuterima sodoran buku nikah kami dengan hati teriris. Bukan kecewa. Tapi lebih tepatnya aneh saja. Tidak ada pihak keluargaku mendampingi diri ini dalam prosesi sakral pernikahan.

Kupandangi mobil Pak Djoko yang berbelok meninggalkan aku dan putrinya yang sah menjadi istriku. Dua koper besar berdiri tegap di sisiku. Aku tidak percaya dengan cara berpikir pria yang sudah menyandang gelar ayah mertua itu. Salsabila benar-benar seperti wanita yang diusir dari rumah ayahnya sendiri. Dan sekali lagi itu benar adanya.

Dia sudah menyiapkan semuanya hingga barang-barang wanita di sampingku. Isak tangis terdengar jelas membuatku menoleh padanya.

"Apa ayahmu seperti itu? Menikahkan anaknya dan memperlakukanmu layaknya barang dagangan?" tanyaku dengan berhati-hati.

Tangan mungilnya menghapus air matanya. Dia tertawa lirih namun nyata. "Sepertinya kau sudah mulai mengenal siapa ayahku itu. Dia memang begitu para putri-putrinya. Bahkan lebih sadis lagi dari apa yang kamu lihat tadi. Berbeda lagi dengan anak laki-laki. Dia selalu  membanggakannya. Membuat adikku terbang tinggi tanpa pernah berpijak pada daratan," jelasnya tanpa menoleh kearahku. "Apa kau nanti juga akan memperlakukanku seperti ayahku?"

Kutarik lengkungan di bibirku lalu berucap. "Tidak, aku jamin kamu akan bahagia hidup denganku. Setidaknya aku bukan pria pemaksa dan suka menindas wanita. Asal kamu tau, suamimu ini pria berhati hello kitty." Dia melirikku sekilas lalu melangkah menuju mobilku.

Apa dia tidak suka dengan humor? Apa dia selalu mengganggap apa yang dikatakan orang selalu serius? Aku berjanji pada diriku sendiri, aku akan membuatnya bisa tersenyum bahkan tertawa.

Bunyi klakson membuat lamunanku ambyar seketika. Buru-buru aku melangkah menenteng koper besar miliknya membawanya masuk ke dalam bagasi lalu masuk ke dalam mobil.

TENDER BERHADIAH ISTRI💕 [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang