(17) Kebenaran yang Mengguncang Jiwa

366 20 2
                                    

Jangan lupa vote and komen. Happy reading😘

****

Mataku menyipit kala melihat Kak Deva datang tidak sendiri. Seorang wanita bercadar mirip seperti teroris berdiri di sampingnya membuatku merasa panas bagikan tengah di berada di tungku dengan api yang berkobar.
Kak Deva mengatakan dia akan menjadi teman sekaligus Guru spiritualku untuk mendalami agama. Agama yang diridhoi Allah.

Rasa kagum padanya semakin bertambah. Dia pria baik yang pertama kali aku temui. Dia pria yang menyindirku tentang kimar yang tadi malam sengaja tidak kupakai. Aku kira dia akan takjub padaku namun aku salah. Dia malah lebih menyukaiku dalam balutan kain itu.

Kuraih kain itu lalu mulai membalutkannya di kepalaku. Kutarik lengkungan di bibirku. Dia benar, aku lebih cantik jika memakainya. Jika dia menyukai aku memakainya, aku akan memakainya tanpa mau melepaskannya lagi dari kepalaku. Aku berjanji.

Kujatuhkan bobotku di tepi ranjang sembari membuka aplikasi Instagram. Sebuah notifikasi follow membuatku penasaran. Keningku mengkerut kala melihat siapa yang meng-follow akunku.
Oh, Tuhan ... dia?

Kutarik lengkungan di bibirku lalu meng-folback akunnya. Rasanya aku bahagia mengingat masa kami waktu bersama-sama waktu itu. Tapi nyatanya kebohongan jika tetap dipendam maka akan terbongkar.

Seperti layaknya bangkai, jika tetap di simpan maka baunya akan tercium juga. Begitu juga yang telah aku dan Ayah lakukan padanya.
Aku masih tidak percaya dia tidak marah padaku juga Ayah. Aku tidak bisa sama sekali membaca pikirannya seperti biasanya. Dia pria yang sangat mudah ditebak jika berbohong.

Ketika aku menelponnya tadi, dia masih saja bisa tertawa dan tersenyum kala kami bertemu. Apa dia waras atau aku yang tak waras sih sebenarnya?
Dia terlihat seperti tidak punya beban sama sekali. Dia hanya bisa tersenyum jika orang melakukan kejahatan dan akan marah ketika melihat seorang wanita disakiti. Dia memang baik. Benar-benar baik.

Jarang ada pria lucu dan tulus seperti dia. Dia bagikan barang antik yang berharga milyaran jika diperjual belikan. Tapi dia bukan barang tapi manusia.
Apa aku bisa memiliki suami seperti dia? Mengingatnya membuatku sedih. Sekali lagi aku harus menyesali takdirku. Mengapa Engkau tidak mempertemukan aku dengannya sebelum aku bertemu Dito, Tuhan?
Dan sekarang kami berpisah. Aku tidak bisa lagi merasakan hangat peluknya lagi. Ciuman dan lelucon murahannya yang senantiasa membuatku menahan tawa dan baru akan tertawa jika dia telah berangkat bekerja.
Aku rindu ketika dia memuji masakanku. Melihatnya diam-diam berenang dan berolah raga hingga keringatnya menetes di wajahnya. Dan itu sangatlah ... seksi.

Ponselku berdering membuatku mengalihkan pikiranku tentangnya. Kulihat siapa yang menelpon. Segera kuusap wajahku ketika dia melakukan panggilan video. Aku berdehem sebentar lalu beranjak meraih headset dan menancapkannya di lubang ponselku.
Kupasang alat itu ke telinga lalu menjawab panggilan. Terlihat dia tengah berada di sebuah tempat aku rasa itu di balkon kamar kami dulu.

"Assalamu'alaikum, Bican."

"Wa'alaikumsalam, Detan. Sudah sampai di rumah?"
Ah, pertanyaan macam apa itu? Kau memalukan, Salsa. Sungguh!

"Yup, kau bisa melihat aku ada dimana, 'kan?"
Dia tersenyum padaku. Ah, manisnya. Aku tersipu malu mendengarnya berucap. Terdengar seksi dan menggemaskan. Apa lagi jika dia ... ah, lupakanlah itu dari otakmu, Sayang. Itu tidak pantas untukmu.

"Bican."

"Ya?"

"Kau cantik. Aku suka kau memakainya. Pakai terus, ya?"

TENDER BERHADIAH ISTRI💕 [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang