(19) menikah

355 28 0
                                    


Kuhela napasku sembari melirik ruangan rawat Salsa. Semoga dia baik-baik saja. Selamatkan dia ya, Allah. Aku tidak ingin sampai dia kenapa-kenapa.

Pintu ruang IGD berderit lalu terbuka lebar. Menoleh ke arah sumber suara. Seorang dokter baru saja keluar dari ruangan tersebut dengan melepas maskernya.

Aku segera melenggang menuju sang Dokter lalu bertanya. "Gimana keadaan Salsa, Dok?"

Helaan napas terdengar jelas di telingaku. Semoga saja bukan kabar buruk yang aku dengar nantinya. Semoga saja.

"Janin dalam kandungan Bu Salsa tidak bisa kami selamatkan."

Kuusap wajahku kasar. Sudah kuduga. Aku yakin Salsa tertekan karena Dito mengatainya tadi. "Terus kondisi anak saya gimana, Dok?" Pak Djoko bertanya dengan nada frustasi. Adik Salsa yang bernama Aksara Nabastala El Barra mengusap bahu sang Ayah berusaha menenangkan perasaan beliau.

"Kondisi pasien sekarang kritis."

"Apa, kritis?"

Aku menoleh menemukan seorang wanita berumur sekitar empat puluh Tahun melangkah ke arah kami. Wajah Pak Djoko terlihat kaget melihat wanita itu datang tiba-tiba dengan Kak Sinta di samping wanita itu.

"Anggita, mau apa kau ke mari, ha?" tanya Pak Djoko dengan terlihat marah. Bara yang berada di sampingnya langsung mundur beberapa langkah ke belakang.
"Siapa dia?"

Bara menoleh ke arahku lalu berkata sambil berbisik. "Entu Adik kandung almarhumah Ibu Emelly. Orangnya galak bin sadis. Ayah paling gak suka sama kelakuannya. Minus banget pokoknya."

Aku mengangguk sembari mengamati wanita berpenampilan glamor itu. Dokter berpamit pergi meninggalkan kami.

"Bagaimana bisa keponakanku sampai kritis? Apa yang kau lakukan padanya, Djoko? Apa kau memukulnya seperti dulu?"

Pak Djoko menunjuk wajah wajah wanita di depannya dengan berteriak marah. "Jaga ucapanmu, Anggita! Aku tidak pernah melakukannya pada putriku sendiri."

W

anita itu berdecih memandang Pak Djoko dengan pandangan mengejek. Bibir bergincu merah tebal itu tersinggung senyum. Senyum kemenangan pastinya telah membuat Pak Djoko murka.
Kedua tangan Pak Djoko terkepal erat. "Pergi ka--" Pak Djoko memegang dadanya. Tubuhnya hampir saja limbung hingga dengan cepat aku dan Bara melangkah cepat menggapai tubuh pria itu.

"Yah, tenanglah. Jangan terbawa emosi hanya karena iblis berbentuk wanita seperti dia." El menoleh kearah wanita itu lalu berteriak. "NGAPAIN LO MASIH ADA DI SINI? PERGI SEKARANG!"

Bara menunjuk Sinta dengan penuh amarah. "DAN LO JUGA, KAK. LO PERGI DARI SINI!"

***

Setelah hampir seminggu Salsa dirawat akhirnya masa kritis sudah berhasil ia lewati. Aku hanya bisa bersyukur karena Allah masih sayang padanya. Membiarkannya untuk hidup sekali lagi.

Kupacu kuda besi roda empatku menuju kantor polisi menemui Dito yang merengkuh di hotel prodeo setelah apa yang dilakukannya pada Salsa.

Pelaku pemerkosaan harus mendapatkan ganjaran yang setimpal dengan apa yang telah dia perbuat pada korban. Merenggut kesuciannya dan membuat nama baiknya tercoreng.

Kuhela napasku memikirkan tindakan apa yang harus aku lakukan selanjutnya. Memukulnya atau memaafkan. Tapi memaafkan rasanya sangat sulit bagiku. Kata maaf mudah terucap. Hanya saja, hatiku pasti tidak akan sudih menerima hal itu.

Mobilku melambat kala memasuki pelataran kantor. Aku tidak sendiri ke tempat ini melainkan membawa pengacara untuk membuatnya mendekam di balik jeruji besi dengan waktu yang tidak bisa ditentukan.

TENDER BERHADIAH ISTRI💕 [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang