Heart's Matter

5.7K 614 71
                                    

"Selamat pagi, Tante Vini!"

Langkahku yang baru saja melewati ambang pintu untuk mencapai teras segera terhenti. Menoleh ke arah suara yang terdengar kelewat ceria, terlihat Clara yang sedang berdiri berhadapan dengan Andra. Mereka hanya terhalang jeruji pagar pembatas.

"Hai, Clara." Aku membalas panggilan yang tak biasa dari anak berseragam SD itu. Jarang sekali dia menyapa, meski beberapa kali kami bertemu dengan posisi seperti ini. Aku yang bersiap ke kantor, dan dia yang hendak berangkat sekolah. Biasanya yang kami lakukan adalah pura-pura tidak saling melihat.

"Mobilnya udah aku panasin, Sayang." Andra berkata sambil menunjuk ke arah mobil yang sedang menyala mesinnya. Terlihat matanya berbinar. Aku tahu, moment saling sapa yang sangat jarang terjadi ini, membuat Andra merasa senang.

"Makasih, Sayang," sahutku seraya bergerak mendekat.

Agak kikuk sebenarnya karena sadar dua pasang mata itu sedang mengikuti gerakku.

"Tante, Vin ...." Clara memanggil ketika tangan nyaris meraih kenop pintu mobil.

"Ya?" Segera aku menoleh lagi ke arahnya.

"Kata Papa, kantor Tante searah sama sekolahnya aku?"

Tanpa sadar aku menelan liur. Kalau searah terus maksudnya?

"Mama aku lagi sak---"

"Lia sakit." Kali ini Andra yang bicara. "Bisa tolong drop Clara di sekolahnya?"

Sial! Apa enggak bisa dia saja yang antar anaknya? Aku sangat yakin perjalananku ke kantor akan penuh dengan pertanyaan dan tekanan jika harus ditempuh bersama Clara. Dia pasti akan menanyakan mengenai perkembangan rencana kencan antara aku, ayahnya, ibunya, juga Om Andika-nya. Sementara Lia belum memberi jawaban sejak Sabtu, sejak Andra menyampaikan rencana konyol itu.

Boleh tidak aku memilih untuk menjaga mood baikku selang bercinta luar biasa semalam, agar tidak luntur? Aku masih ingin memahat kenangan perut kotak-kotak dan erangan puas yang terekam di benak, setelah dua malam berturut-turut Andra meminta bayarannya. Bayaran untuk hal yang sampai saat ini bahkan belum juga dijawab oleh mantan istrinya.

Boleh?

Seharusnya aku menggeleng, tapi yang ada aku mengangguk. Membuat ayah dan anak itu, dengan kompak memasang senyum lebar.

Mood oh mood ....

❤❤❤

Benar saja, semobil bersama Clara membuatku merasa serba salah. Padahal anak yang duduk di sebelahku ini terlihat lebih dari santai, mengutak-atik ponselnya tanpa merasa terganggu dengan keberadaanku.

Merasa canggung, tanganku bergerak brrmaksud untuk menyalakan radio. Namun, tiba-tiba Clara berkata, "Grogi ya, Tante?"

Aku melirik. Dia berkata tanpa menatap sedikit pun, masih sibuk dengan ponselnya.

"Enggak usah grogi. Kemarin aku denger Mama ngobrol sama Om Andika." Sekali lagi aku melirik. Clara sudah mengangkat wajah dan menoleh menatapku.

"Oya?" Kutarik tangan dari layar radio pada dashboard. Seolah-olah tidak peduli, kembali fokus pada jalan di depan.

"Om Andika tadinya enggak setuju. Tapi akhirnya dia mau."

Wow! Dasar tukang nguping!

"Kencan?" Aku meyakinkan.

"Apalagi?" Suara Clara terdengar riang. "Sabtu ini, kalau aku enggak salah denger."

Aku mendengkus. "Tapi belum ada kabar ke kami."

DOUBLE DATE - TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang