Jealousy

5.9K 704 107
                                    

Aku menatap si lelaki berkemeja abu-abu dengan seksama. Dia dan Lia masih berdiri di teras, sesekali tertawa bersama.

"Norak, kan, Nte?" Clara berbisik.

Aku diam saja, meyakinkan diri kalau dia adalah lelaki yang sama dengan yang membantuku tadi pagi. Dan memang dia. Ketika keduanya berjalan mendekat, terasa kalau rangkulan Andra di bahuku semakin erat.

"Why don't you both, get a room?" Lia berbisik ketika sudah tiba di balik pagar pembatas.

"Aku cuma suka enggak tahan." Andra meringis, sementara cubitanku mendarat di pinggangnya.

"Iyuh!" Clara mengeluarkan suara jijik, lalu berlari masuk ke rumahnya.

Baguslah. Setidaknya tidak akan ada tekanan untuk sementara waktu.

"Kalau aku, masih harus nahan."

Tanda diduga Andika menimpali ucapan Andra, membuat ketiganya tertawa berderai. Mau tidak mau aku ikut tertawa agar tidak terlihat aneh.

Kemudian, tiba-tiba mata Andika jatuh padaku. Pelan tawanya mereda, berganti dengan kerut di kening. Aku tahu, dia sedang mencoba mengingat. Maka, kulempar senyum.

"Kamu ... yang tadi pagi, 'kan?" Dia menunjukku dengan telunjuk.

Tawaku mereda dengan cepat, begitu juga dengan Andra dan Lia. Andra bahkan menarik tubuhku lebih rapat dan mempererat rangkulan.

Aku mengangguk. "Aku tadi udah ngenalin kamu. Mau nyapa takut salah." Spontan kuulurkan tangan melewati sela-sela pagar besi.

Andika segera menyambut, menjabat tanganku.

"Vini," sebutku memperkenalkam diri.

"Istriku ...." Di sebelahku, Andra menambahkan.

Andika menoleh ke arah Andra dan tersenyum. Kemudian beralih lagi padaku.

"Andika," katanya, "calonnya Lia."

Cepat kutarik tangan, dan memyimpannya melingkar di tubuh Andra. Posisiku seakan memeluknya. Andika sendiri menyimpan kedua tangan di saku celana.

"Sepertinya kalian berkenalan lebih cepat dari waktu yang dijadwalkan," ujar Lia, kepalanya bersandar di lengan Andika yang entah mengapa, sepertinya menatapku dengan intens.

Aku diam saja, mengalihkan pandang ke wajah Andra. Tanpa diduga suamiku itu juga sedang menunduk menatapku. Bibirnya dengan cepat mendarat sekilas di bibirku. Aku tidak sempat bereaksi karena kecupan itu berlalu seperti ... hanya sepersekian detik.

"Masuk, Ndra!" Lia terdengar kesal.

Andra terkikik. Diraihnya telapak tanganku. Berpamitan dengan mantan istri dan calon suaminya, sebelum menarikku masuk ke dalam.

Segera kuhempas tubuh di sofa. Melepas sepatu tumit tinggi yang kukenakan dan menaikkan kaki untuk bertumpu ke meja. Punggungku bersandar, sementara kepala menengadah dengan mata terpejam.

Tiba-tiba terasa ada yang menekan-nekan betisku pelan. Serasa dimanja, memberi kenyamanan dengan segera.

"Kalian ketemu tadi pagi?" Suara Andra terdengar lembut. Jadi, kusimpulkan kalau dialah yang sedang memijat betisku saat ini. Suamiku ini sepertinya penasaran.

"Dia yang bantu aku ganti ban tadi pagi," sahutku.

"Oh!" Terdengar nada lega dari Andra.

Perlahan mataku membuka, mengangkat kepala dan menatap Andra yang duduk melipat kaki di lantai. Tangannya masih bergerak memijat betis.

"Kamu cemburu?" tanyaku.

Andra menoleh menatapku. "Dia lumayan. Meski aku jauh lebih oke."

Aku mencibir.

DOUBLE DATE - TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang