Double Date ++

13.1K 844 77
                                    

Mataku dan Keevan bersirobok ketika kami berempat duduk berhadapan di sofa. Aku bersebelahan dengan Andra yang menjadi tidak bersemangat menjual rumah, sementara Hans terlihat bingung dengan aura ketidakramahan yang tetiba menguar.

"Aku liat iklannya dan tertarik. Lagian, harganya juga bagus." Keevan menjelaskan tentang bagaimana dia menemukan rumah kami dan tertarik untuk membeli.

Namun, Andra terlihat tidak peduli. Dia melengos, membuang pandangan ke arah lain. Aku yakin, dia pasti sebal sekali saat ini.

Aku menghela napas, kemudian tersenyum tidak percaya ke arah Bagas, maksudku ... Keevan. 

"Aku enggak nyangka kalau kamu yang bakal beli rumah ini," ujarku jujur.

"Sama lah, Vin. Mana aku tau kalau rumah yang kuincar ini punya kamu?" Keevan terkekeh, yang disambut Andra dengan helaan napas keras yang membuat mantan bosku itu langsung terdiam.

Hans tersenyum dengan grogi. "Kalian saling kenal?" tanyanya.

"Dia orang yang waktu itu gue bogem gegara centil ke bini gue, Bro!" Andra berkata sinis. 

Bisa kulihat jakun Hans bergerak, sepertinya paham dengan mengapa aura berubah menjadi panas dan gerah.

"Jadi ...." Hans mencoba merangkai kalimat.

Lagi, Andra menghela napas panjang dan lelah sebelum menoleh menatap ke arah Keevan.

"Enggak jadi dijual!" katanya ketus dan tegas ke arah Keevan. 

Keevan dan Hans terlihat terkejut.

"Tapi aku tertarik banget dengan rumah ini. Luas, minimalis modern ... kenapa enggak jadi dijual?" Hans terdengar tidak terima.

"Enggak dijual pokoknya!" Andra meninggikan tone suaranya.

Keevan mencibir. "Kayak anak bocah! Karena aku yang beli, ya, makanya enggak jadi dijual? Coba kalau orang lain yang beli ...." Dia menyindir.

Mata Andra terlihat membulat, membuatku cepat-cepat mendekapnya agar tidak sampai hilang kendali.

"Siapa pun yang bakal beli ini rumah, enggak akan jadi gue jual!" Andra menegaskan.

Keevan terlihat memerah mukanya. Namun, dia tidak lagi menyahut. Sementara aku masih mendekap Andra, mengusap-usap punggung lebar itu agar menjadi lebih tenang.

Lalu, malam itu juga Andra benar-benar menurunkan plang for sale dari gerbang. Dipatahkannya, dan dimasukkan ke dalam tempat sampah besar depan rumah.

Ck!

❤❤❤

"Jadi benar-benar enggak jadi dijual?" tanyaku pagi ini ketika Andra sedang sibuk menyiapkan nasi goreng, sementara aku meracik kopi dan teh.

Sejak semalam, mood suamiku itu berantakan sekali. Dia tertidur lebih cepat dengan raut wajah yang kencang. Pagi ini pun, terbangun lebih cepat dariku. Hingga kutemukan dia sudah lebih dulu sibuk di dapur.

"He'em." Andra berguman sebagai jawaban.

"Terus, kan udah terlanjur beli apartemen," kataku, sambil membawa cangkir kopi dan teh ke meja makan.

"Buat investasi," sahutnya singkat.

Kutarik salah satu kursi, lalu duduk berhadapan dengan teh yang masih mengepul. Kopi milik Andra kugeser ke meja bagiannya.

Tidak lama, Andra sudah menyodorkan piring berisi nasi goreng ke sisi cangkir teh. 

"Makasi, Sayang," ucapku, untuk nasi goreng yang aromanya luar biasa.

DOUBLE DATE - TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang