As Long As I'm With You

5.3K 789 160
                                    

Hari ini kulalui dengan berat hati. Bagaimana tidak? Kenyataan bahwa sesungguhnya Andra dilepas dari jabatan karena bercerai dengan Lia, membuatku merasa kalut. Dia sama sekali tidak pernah membicarakan hal ini denganku. Sama sekali tidak pernah!

Rasanya campur aduk. Sungguh.

Aku jadi teringat percakapan kami juga tadi pagi saat Andra mengeringkan rambutku. Ada aturan yang dilanggarnya. Apakah aturan itu adalah berpisah dari Lia? Lalu, aku harus bagaimana jika ternyata benar itu adalah aturan yang dilanggar? Apa aku harus melepaskan Andra? Membiarkan mereka kembali bersama?

Jangan lupa makan.

Tiba-tiba saja pesan itu muncul di layar ponsel. Itu dari Andra. Dia begitu perhatian, masa aku harus merelakannya pergi hanya agar dia mendapat hak-nya sebagai ahli waris? Kok, aku merasa sesak ya?

Aku mencintaimu.

Satu lagi pesan dari suamiku masuk.

Kamu sibuk banget sampai enggak bisa bales pesanku? Kalau begitu selamat bekerja. Ketemu di rumah ya nanti sore.

Cepat kuraih ponsel di meja dan membalas pesannya.

Sampai ketemu di rumah, Sayang. Semoga harimu menyenangkan.


Lalu kuletakkan lagi ponsel dan mencoba berkonsentrasi pada pekerjaan. Baru juga mencoba serius, ketukan pada kubikel membuatku menengadah.

Keevan berdiri di sana, dagunya terlihat menempel pada bagian atas kubikel. Bibirnya terlihat manyun dengan kening yang berkerut. Matanya menatapku tajam dengan kerling yang penasaran.

"Masih belum jam makan siang, dan kamu udah cembetut begitu? Cantiknya kamu berkurang 50%," katanya, membuatku mendengkus. "Ayo, makan siang sama aku. Ada janji temu dengan client. Males kalau sendirian." Keevan menarik dagu dan berdiri tegak.

"Pak---"

"Ini perintah, by the way. Cepat!" Kemudian, dia pergi begitu saja, melangkah ke arah lift tanpa mau mendengarkan omonganku. "Cepat, Vini! Or your salary will be---"

"Iya, Pak!" Cepat kupotong ucapannya yang penuh dengan ancaman. Apa-apaan ngomongin salary cuma gara-gara menolak menemani meeting? Dasar bos egois!

Dia berbohong, Keevan berbohong! Tidak ada yang bergabung dengan kami bahkan sampai kwetiaw seafood-ku tandas. Ketika aku memandangnya dengan tatapan sengit, dia hanya tersenyum tanpa merasa bersalah.

"Kamu ngebohongin aku, Keev!" serangku.

"Uwow! Kemajuan!" Dia terlihat takjub. "Keev, tanpa embel-embel Pak. Kamu sudah lancar sekarang ...." Dia tersenyum, memangku dagunya dengan telapak tangan.

"Ngeselin!" Kuambil gelas lemon tea di meja dan meneguknya hingga tersisa setengah.

"Maaf, Vin. Habis kalau aku enggak bilang ketemuan sama client, kamu pasti enggak mau ikut." Keevan berkata pelan.

"Enggak! Bukan karena client! Tapi gara-gara ancaman---"

"Ohh!" Keevan mengulum senyum, sampai-sampai tawanya keluar layaknya dengkusan. "Padahal tadi aku mau bilang ... or your salary will be raised." Kemudian tawanya lepas begitu saja, seakan tidak ada orang di sekitar kami.

Dasar bos sinting!

Kulempar pandangan ke arah jendela, matahari sedang terik-teriknya. Namun, angin lumayan kencang. Di antara teriknya mentari, semilir itu masih sanggup meniup daun-daun di pepohonan hingga bergerak-gerak. 

Tetapi sialnya, kalau sedang terdiam seperti ini, pikiranku langsung saja tertuju pada Andra. Tentang dia yang kehilangan jabatannya di perusahaan karena bercerai dengan Lia. Dan pikiran itu langsung membuat mood yang sudah berantakan semakin berantakan.

DOUBLE DATE - TerbitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang