Ada berapakah orang di dunia ini yang memiliki kisah yang serupa? Sama. Ketika Andra bercerita tentang Lia, mengapa kisah itu terasa sama dengan kisahku? Bahkan, aku merasakan ketegangan dan kepedihan yang serupa.
"Li-Lia? Kenapa dengan Lia?" tanyaku dengan suara yang gemetar.
Andra menggigit bibir bawahnya, menatap dengan nanar. Kemudian diletakkannya kepala di dadaku seraya memeluk erat.
"Ini adalah kisah yang panjang." Suaranya bergema. "Jauh sebelum aku mengenalmu. Kejadian ketika aku berumur sepuluh tahun." Ditariknya wajah dari dada.
Aku cepat berhitung. Andra sepuluh tahun, artinya saat itu aku berumur lima tahun. Kejadian yang menimpa kami, berada di tahun yang sama.
Tiba-tiba saja Andra bangkit dari duduk, membopongku dalam dekapannya untuk kemudian diletakkan di ranjang. Aku berbaring, sementara dia duduk di sisi ranjang seraya mengusap kepalaku. Pandangannya masih seperti tadi, pandangan kesedihan dan terluka.
"Mengapa kamu datang di saat yang enggak tepat?" gumamnya.
"Apa kalau aku datang lebih cepat, kamu bisa bisa membatalkan pernikahan kamu dengan Lia saat itu?" Kutatap matanya, bersamaan dengan gerakan tangan yang terhenti di kepalaku. "Enggak, 'kan?"
Andra mendesah. "Tipe anak baik-baik aku, tuh, dulu ...."
"Terus," aku mengangkat alis, "apa yang terjadi dengan kamu dan Lia waktu itu?"
Kembali kami saling menatap dengan serius. Andra mengusap wajahnya dengan kasar. Pandangannya kembali sayu, sementara gestur tubuh menjadi gelisah.
Aku bangkit untuk duduk bersebelahan dengan Andra. Mengetahui bahwa dia gelisah kuraih salah satu telapak tangan dan kuletakkan di dadaku.
"Aku berdebar," kataku, membuatnya menatap dengan tertarik. "Membayangkan kalau kisahmu dan Lia, serta kisahku dan ibuku berada pada masa yang sama."
Andra mengerutkan kening. "Maksud kamu?"
"Kalau waktu itu kamu berusia sepuluh, umurku artinya masih lima tahun. Ibuku meninggal saat aku seumur itu."
Andra menarik tangan dari dadaku, memindahkan kedua telapak tangan ke lengan dan memindaiku dengan saksama. "Kita enggak pernah omong tentang ini. Apa harus ada sesi khusus? Apa itu yang bikin kamu pingsan waktu itu?"
Aku mengangguk. Namun, tidak merasa harus ada sesi khusus. Aku ingin membicarakannya sekarang, lalu bersama-sama saling menyembuhkan.
Menyembuhkan?
Apakah itu sebabnya Tuhan mempertemukan kami?
"Ndra—" Ucapanku tidak selesai karena ponsel Andra yang mendadak berdering.
Andra segera mengangkat jari telunjuk seakan memintaku untuk menahan ucapan. Kemudian, diraihnya ponsel di nakas dan mendesah. Ditunjukkannya layar padaku, nama Clara tertera di sana.
"Bakal ada drama," katanya dengan bibir mengerucut.
Andra bangkit dari ranjang, kemudian melangkah ke arah balkon. Selanjutnya, terlihat di antara tirai yang bergerak tertiup angin, suamiku berbincang dengan serius.
Aku pun bangkit dan bergerak menuju walking closet. Menghela napas ketika melihat isinya yang benar-benar sangat minimalis. Benar-benar hanya ada tiga gaun rumahan, sandal, dan sepatu bersol datar. Di bagian yang lain, hanya ada kaus rumahan yang kurasa milik Andra dan celana untuk melengkapi setiap kaus.
Aku berdecak, memilih salah satu gaun berwarna merah muda sebetis. Kemudian kutarik salah satu laci, dan menemukan tiga pasang pakaian dalam–yang sialnya seksi–di sana. Aku menggeleng dengan spontan, ini benar-benar khas Andra. Simple di luar, seksi di dalam.
![](https://img.wattpad.com/cover/218874568-288-k552368.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
DOUBLE DATE - Terbit
Ficção GeralYang tinggal persis di sebelah rumah kami itu, namanya Lia. Mantan istri dari suamiku, Andra. Lia tinggal bersama Clara, anaknya yang baru berusia 7 tahun. Anaknya bersama dengan Andra. Perlu dicatat, Lia masih sendiri meski Andra sudah menikah lagi...