Chapter 9

3.7K 336 5
                                    

Jemari lentik Grizelle dengan telaten menyisir surai coklat gelap Kala. Pemuda itu masih memejamkan mata. Wajah tenangnya masih sukses membuat gadis itu terkesima walau terpasang selang oksigen di hidungnya.

"Kok gak bangun-bangun ya, Vin?" Gadis itu bergumam.

Sudah 12 jam lamanya Kala tidak sadar dari kejadian malam kemarin. Dan hal itu cukup membuat Grizelle khawatir walaupun dokter sudah mengatakan Kala akan sadar kurang dari 24 jam.

Gavin yang duduk di sofa ruang rawat beranjak melangkah ke arah ranjang Kala dan mengecek kantung darah dan cairan infus yang tersambung ke tangan Kala sekaligus.

Cowok itu mengernyit membayangkan apa rasanya mendapati benda itu terpasang ke tubuhnya.

"Capeknya kebangetan kali, Kak. Gak tidur berapa hari dia, mana skip obat sama transfusi juga." Ujarnya sambil memperhatikan Grizelle yang masih sibuk membelai lembut rambut Kala sambil menidurkan kepalanya di tangan Kala yang bebas infus.

"Ck! Bandel banget sih jadi anak. Masa iya kita harus cek tiap jam? Kecolongan terus kitanya."

Gavin hanya menghela nafas lelah. Dalam hati membenarkan Grizelle. Begitu sulitnya mengawasi temannya yang satu ini.

Ia tidak bisa membayangkan apa yang akan dilakukan Kala ketika ia bangun. Belum selesai dengan masalahnya dengan Galang, masalah lain ikut datang.

Semalam ketika mereka sibuk mengurusi Kala di rumah sakit, Galang dan Dira diserang orang tak dikenal. Galang hanya luka-luka kecil sedangkan Dira mendapat luka cukup berat di punggungnya karena pukulan benda keras.

Sudah dapat dipastikan, ini berkaitan dengan turnamen dan rival universitas lain yang mulai bermain kotor. Tiap tahun mereka sudah menghadapi situasi seperti ini. Namun tetap saja masih menjadi masalah.

"Gue mau keluar cari makan. Lo mau ikut apa nitip, Kak? Sekalian beliin Galang sama Pandu yang masih jagain Dira."

Grizelle menimang-nimang sejenak lalu menjawab.

"Nitip big mac aja 1 boleh gak? Gak tega gue tinggalin dia, bentar lagi bangun pasti."

Gavin mengangguk lalu beranjak keluar dari ruangan.

Sepeninggalan Gavin, cewek itu kembali fokus ke Kala. Ia menegak ketika melihat kelopak mata Kala bergerak.

"Kala?" Panggilnya.

"Kala? Denger gue gak?" Ujarnya kembali.

Perlahan tapi pasti, kelopak itu terbuka dan menampilkan netra coklat gelap kesukaan Grizelle. Berulang kali Kala mengerjap untuk menyesuaikan pandangannya yang masih buram.

"Kal?"

Pemuda itu menoleh ke samping dan ditangkapnya wajah Grizelle yang tak jauh dari wajahnya.

"Hm." Gumamnya menanggapi yang dibalas senyum lebar milik Grizelle.

"Akhirnya bangun juga. Gue panggil dokter dulu. Diem dulu lo." Cewek itu dengan sigap menekan tombol merah di atas ranjang Kala.

Tak lama dokter datang dan memeriksa kondisi Kala. Setelah selesai ia memberi penjelasan Kala harus menghabiskan darah di kantong yang masih tersisa setengah dan sekantong infus lagi, lalu baru boleh pulang.

Kala dan Grizelle mengucapkan terima kasih kepada dokter sebelum dokter itu meninggalkan ruangan.

"Gue tidur berapa lama?" Suara parau milik pemuda itu masih membuat Grizelle prihatin.

"12 jam-an. Lama ya, bayar berapa hari gak tidur tuh?" Sinisnya.

Kala hanya memutar bola matanya malas. Ia kembali terdiam dan menatap langit-langit ruangan. Memanggil kembali memori apa yang terjadi sebelum ia pingsan.

Engine Batska ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang