Mata kelam itu akhirnya bisa terpejam sejenak dengan tenang dan nyaman. Kala berbaring di sofa ruangan dengan paha Grizelle sebagai bantalan kepala. Hari ini adalah hari kosong kelas baginya dan perempuan cantik itu. Dan disinilah mereka, dipertemukan dalam pekerjaan yang mengisi hari kosong menjelang akhir pekan.
Si gadis rupawan menelusuri pelipis hingga ujung kepala Kala sambil membubuhkan tekanan ringan karena sang pujaan hati mengeluh sakit kepala beberapa menit lalu. Untungnya, sesi lanjutan harus menunggu dua jam lagi karena outfit yang masih dalam perjalanan dari luar kota. Hal ini membuat Kala dapat bernafas lega dan mencuri waktu untuk istirahat.
Tiga hari belakangan, Ben dilanda demam hingga mengharuskannya sibuk menjaga sang ayah di sela kesibukannya berkuliah dan bekerja. Jam tidurnya jadi agak berkurang dan membuatnya mudah mengantuk di jam-jam siang yang krusial seperti ini.
Belum lagi masalah dengan Galang yang masih melayang. Ia belum sempat menagih cerita ke ayahnya, baik Ben maupun Bima karena keduanya terlihat penuh kesibukan pula. Kala tak mau menganggu mereka dengan masalah intrik kakak-beradik yang mungkin terlihat konyol di masa orang dewasa.
Kala membuang nafas kasar lalu membebankan tangan di atas dahinya. Dua puluh menit terpejam dengan pijitan Grizelle tak lantas membuatnya dengan mudah dapat tertidur. Yang ada malah bayangan wajah dingin serta ucapan ketus adiknya berbayang bagai playback berulang kali.
"Kenapa? Makin sakit? Mau ke rumah sakit aja?" Grizelle yang dapat melihat Kala tak tenang menawarkan.
Ia melihat Kala menggeleng sebagai jawaban, "Nggak usah. Kebayang Galang aja." Jawabnya.
Grizelle pun ikut menghela nafas sedih. Sudah hampir dua minggu keduanya tak bicara dan bertemu. Jika pun tak sengaja berpapasan, Galang langsung mundur atau seakan tak melihat presensi si kakak. Ia pun tak mengerti mengapa Galang bersikap demikian. Tak ada dari mereka yang mengerti kecuali Dira. Dan pemuda itu memilih bungkam.
"Sumpah ya, gue nggak tau lagi dia kenapa. Mau nanya ke ayah atau papa, dua-duanya nggak ada yang bisa diajak ngomong serius. Nanya ke Dira, kasian dianya dibom-bardir Galang. Emang gue ada salah apa sebelum gue drop, sih? Udah mikir berjuta kali, tapi masih tetep buntu."
Jemari lentik Grizelle menyisir rambut legam Kala dengan lembut dan penuh afeksi. Jarang sekali bagi seorang Kalandra untuk mengeluh, ia pasti memilih untuk diam dan menyimpan rapat umpatannya, seburuk apapun kondisi.
"Udah coba samperin aja ke rumah?"
Kala menyingkirkan tangan dari wajahnya dan menatap wajah Grizelle yang tetap rupawan dari sudut pandang bawah.
"Udah, sampe gue tungguin di depan kamar. Berkali-kali bahkan sempet dari siang sampe malem. Nggak keluar, Zel, bisa apalagi gue?"
Grizelle berdecak ikut kesal, "Galang....Galang....kenapa lagi coba. Yaudahlah, Kal. Nunggu Om Ben atau Om Bima punya waktu buat cerita. Masalah waktu aja mungkin."
Kala hanya berdeham mengiyakan sambilmenglihkan posisi menjad miring sambil memeluk dan mencium singkat tangan kekasih. Tak dipedulikan tatapan jahil menggoda para staff yang berlalu lalang. Sudah menjadi rahasia publik bahwa keduanya menjalin kasih namun tak pernah sekalipun mengumbar. Dan kali ini menjadi pengecualian, Kala hanya butuh sandaran.
Langkah kaki khas benturan sepatu pantofel dengan lantai menggema dari arah pintu masuk. Namun, Kala juga tak peduli. Ia memilih tetap memejam walau si langkah mendekat. Grizelle yang semula tak memperhatikan kini mendongak dan tersenyum malu melihat sosok itu.
"Ck..ck..ck....nikmat ya, Bang."
Suara Bima membuat Kala membuka matanya dengan malas dan masih setengah mengantuk. Ia hanya menarik senyum mengiyakan, menjawab raut jahil yang sedikit iri di wajah Bima.
KAMU SEDANG MEMBACA
Engine Batska ✔
FanficPrinsip Kalandra simpel aja: Mata dibayar mata Tangan dibayar tangan Kaki dibayar kaki Hati juga dibayar hati Tak ada yang menyangka prinsipnya itu membawa Kala menemukan miliknya yang bahkan tak disadari pernah ia miliki. WARNING: CONTAIN MANY HARS...