Netra membara milik Galang menelusuri seisi lapangan. Di jam-jam ini Kala pasti tengah duduk sambil menonton teman-temannya bermain basket. Ketika menyoroti sosok yang ia cari tengah berdiri membelakanginya sambil bercanda dengan Gavin, Jey dan Aurel, kakinya melangkah dengan memburu ke arah si target.
Tak dapat ia tahan tangannya yang refleks mendorong Kala kasar. Kala, yang terkejut dengan dorongan keras Galang, hampir terjerembab jatuh jika saja Gavin tak menahannya. Maniknya langsung menatap Galang tak suka.
"Apaan si?!" Ia menegakkan tubuhnya kembali sambil mengerut, menatap Galang bingung sekaligus kesal. Dalam hati ia tau ada yang tak beres karena ekspresi Galang tak menunjukkan bahwa pemuda itu sedang bercanda atau tak sengaja. Galang menatapnya tajam.
"Lo yang apaan!"
Alis Kala makin menyatu tak menyadari masalah apa yang menggeluti Galang hingga membuat mereka menjadi pusat perhatian. Ditambah lagi derap langkah terburu dari Dira dan Pandu yang menyusul Galang ke lapangan juga membawa massa.
"Lang... Lang...tahan dulu. Bicarain dulu baik-baik, jangan pake emosi gini." Dira yang datang langsung menarik Galang mundur.
"Apa yang perlu dibicarain sampe lo kebakaran gini?" Hardik Kala.
Galang pun mengeluarkan ponselnya dalam diam dan menunjukkannya ke Kala. Dengan gesit, pemuda itu segera menerima ponsel Galang dan melihat konten di layar benda itu. Tak ada ekspresi berarti dari raut datar milik Kala. Gavin yang ikut melihat itu pun melebarkan matanya. Pantas saja banyak orang berkerumun menonton mereka.
Menyadari situasi tidak akan membaik, Galang pun merebut ponselnya kembali. Ia menatap Kala masih nyalang.
"Rooftop." Ujarnya singkat lalu pergi membelah kerumunan setelah menghempaskan kasar tangan Dira.
Sebelum menyusul, Kala menghela nafas berat. Ketika ia ingin melangkah, Gavin menahan tangannya sambil menatapnya penuh keraguan seakan menawarkan diri untuk ikut.
"Dia adek gue. Gue bisa handle sendiri. Tenang aja, kita gak bakal tonjok-tonjokkan." Ujarnya menenangkan raut gusar Gavin.
"Jey, cari tau siapa yang nyebarin." Kala melirik Jey sekilas yang langsung diangguki mantap oleh adik tingkatnya itu. Kemudian, Kala berjalan santai membelah kerumunan yang berdiri disana.
"Asik tontonannya?"
Kala berujar sarkas ketika melewati seorang mahasiswi yang sampai merekam kejadian itu hingga membuat gadis itu langsung malu dan menunduk.
Seorang Kala tetaplah Kala. Sebesar apapun badai yang menyerang, ia akan tetap berdiri tegak tanpa kehilangan aura dominannya yang membuat semua orang ikut bergidik jika si serigala dingin dalam dirinya itu mulai bangkit.
Hembusan angin kencang siang itu menerpa wajah kaku Kala ketika ia memasuki area rooftop. Tak perlu repot mencari, ia sudah hafal betul spot Galang menunggunya. Maniknya menemukan Galang tengah mengisap rokoknya sambil menatap hamparan gedung kampus yang terlihat lebih rendah dari tempatnya berdiri.
"Lo utang penjelasan banyak ke gue." Galang berujar tanpa menoleh. Ia juga sudah hafal di luar kepala derap langkah kakaknya.
Hembusan nafas kasar dihembuskan Kala sebelum dirinya beranjak mendekati Galang. Ia ikut bersandar di reli balkon rooftop.
"Penjelasannya boleh dibayar pake rokok aja?" Pemuda itu berujar setengah bercanda. Galang pun hanya mendengus kesal.
"Gak lucu." Balasnya.
"Emang lagi gak ngelawak." Kala menimpali dan menahan tawanya melihat ekspresi adiknya yang makin tak bersahabat.
Pemuda yang lebih tua ikut mengeluarkan sebatang rokok sebagai suplemen untuk mengawali pembicaraan. Di hisapan kedua, akhirnya bibirnya mulai menjelaskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Engine Batska ✔
FanficPrinsip Kalandra simpel aja: Mata dibayar mata Tangan dibayar tangan Kaki dibayar kaki Hati juga dibayar hati Tak ada yang menyangka prinsipnya itu membawa Kala menemukan miliknya yang bahkan tak disadari pernah ia miliki. WARNING: CONTAIN MANY HARS...