Langkah cepat Galang terdengar menuruni tangga. Ia menghampiri meja makan dimana ayahnya tengah sibuk dengan tabletnya sambil sesekali menyesap kopi paginya.
"Pagi, Yah." Ujarnya sambil duduk di hadapan Bima. Sang ayah hanya membalas dengan dehaman singkat, masih fokus dengan pekerjaannya.
Galang menyendokkan sesuap sereal ke mulutnya sedang tangan kirinya aktif men-scroll layar ponselnya. Diperiksanya group chat kelas untuk memastikan tidak ada tugas atau kuliah yang tiba-tiba di-cancel.
"Oh iya, Lang. Ayah lupa bilang ke kamu. Nanti malam Ayah ada tugas harus ke cabang yang di Singapura."
Galang hanya mangut-mangut sambil masih fokus ke ponselnya, tak terlalu mendengarkan info sang ayah karena memang sudah biasa ditinggal untuk bisnis trip.
"Dua minggu loh Ayah perginya. Masa dikacangin gini." Bima mencoba mendapatkan perhatian putranya. Berhasil. Galang meliriknya dan meletakkan ponselnya.
"Ya kan biasanya juga selama itu, Ayah Bima." Timpalnya gemas. Bahkan pernah ia ditinggal sebulan hanya dengan Bi Ati saja di rumah.
"Hm iya juga sih." Bima mengangguk pelan menyetujui.
Galang hanya geleng-geleng kepala melihat ayahnya. Ia lantas melanjutkan sesi sarapannya yang sempat tertunda. Namun, belum masuk sesuap, ayahnya kembali berceloteh.
"Ets! Tapi ada yang beda kali ini."
Sang anak menghela nafas kesal mendapati suapannya tertunda. Ia meletakkan sendok dan ponselnya lalu menatap Bima kesal. Tak mengerti mengapa ayahnya berbeda pagi ini.
"Apanya yang beda?" Tanggapannya membuat Bima tersenyum kecil, namun ia menangkap senyum mencurigakan.
"Kamu harus mandiri, soalnya Bi Ati libur juga dua minggu. Anaknya nikah."
Galang melebarkan matanya. Sial. Selama ini ketika sang ayah pergi bisnis trip, ia pasti akan tenang-tenang saja karena ada Bi Ati yang mengover semua kebutuhannya. Juga menemaninya di malam hari agar tidak merasa sendiri di rumah. Namun, jika dua minggu tanpa ayah dan Bi Ati? Bagaimana jadinya seorang Galang Ksatria?
"Gak usah panik gitu dong. Udah gede kan? Begini doang mah kecil, cuma dua minggu doang, Lang." Bima berusaha menenangkan anaknya yang terlihat mulai panik.
"Emang Bi Ati beneran libur? Lah ini masih dibikinin sarapan." Sanggah Galang.
"Ya itu dibikinin sebelum Bibi pulang. Sekarang cek aja di kamar, udah gak ada. Kalo masih ada juga si Bibi udah seliweran daritadi dong."
Bahu Galang menurun, ia sandarkan punggungnya di kursi. Sial, ia akan benar-benar sendiri. Otaknya mulai memutar strategi, menjadwalkan diri untuk menumpang di tempat Dira atau Pandu selama dua minggu. Tak mungkin ia tinggal sendiri di rumah, selain tak bisa memasak, ia juga tak bisa sendirian di rumah. Jiwa penakutnya akan bangkit di malam hari.
"Kalo takut tidur sendirian, nginep di tempat Kala aja. Perlu Ayah telponin biar dia kesini nemenin kamu?"
"Gak usah! Galang kan udah gede, Yah. Masa pake ditelponin orang segala buat ngasuh, Kala apalagi. Nanti burung peliharaan Ayah pada kabur semua liat dia. Serem gitu anaknya." Sanggahnya cepat.
Tawa kecil dilontarkan Bima dengan geli. Selalu saja Galang akan berubah menjadi sok dewasa jika ia membawa nama Kala di dalam percakapan, dan tak dipungkiri ini adalah jurus barunya untuk menguji Galang dan jiwa manja anak itu.
"Udah ah, Galang berangkat dulu, keburu telat nih." Ia beranjak bangkit sambil menenteng tasnya, memberi pelukan singkat pada Bima lalu berjalan ke arah garasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Engine Batska ✔
FanfictionPrinsip Kalandra simpel aja: Mata dibayar mata Tangan dibayar tangan Kaki dibayar kaki Hati juga dibayar hati Tak ada yang menyangka prinsipnya itu membawa Kala menemukan miliknya yang bahkan tak disadari pernah ia miliki. WARNING: CONTAIN MANY HARS...