Chapter 35

3.8K 324 63
                                    

Bibir ranum Kala menghembuskan asap rokok untuk yang kesekian kalinya. Netranya menatap wanita di depannya yang terlihat asik melahap makanan dengan cepat, seakan sudah tiga hari tak makan. Galang pun melakukan kegiatan yang sama dengan rokoknya. 

Keduanya duduk bersisihan, menghadap ke arah Marissa. Setelah meninju pria tak dikenal tadi, mau tak mau mereka kabur sambil membawa Marissa yang sebelum keluar mengenakan pakaiannya secara asal. Hingga akhirnya mereka berhenti di salah satu restoran fastfood yang buka 24 jam.

"Makannya bisa pelan-pelan aja kali, kayak nggak pernah makan Mcdi aja." Ujar Galang melihat si wanita makan dengan lahap dan berantakan.

Marissa menelan dengan cepat makanan yang tersisa di tangannya, lalu beralih meneguk minuman sepaket dengan makanan yang dibelikan kedua pemuda di depannya. Ia meraih tissue dan membersihkan daerah sekitar mulut dan tangan.

"Kamu nggak tau seberapa kejam mereka. Makan sehari dijatah, tanpa nasi, hanya sayur murahan. Kadang malah mie instan." Balasnya yang kini sudah selesai dengan makanannya. 

Kala mengerutkan alisnya, "Mereka siapa maksudnya?"

Netra kelam Marissa menatap Galang dan Kala bergantian. Keduanya menunjukkan ekspresi serupa, ingin tau juga penasaran. Ia pun mengadahkan tangan ke arah mereka.

"Rokok dulu satu, baru cerita." Ujarnya.

Galang merotasikan matanya kesal, "Kaya kenal line-nya barusan." Gumamnya.

Ia melempar kotak rokok ke arah Marissa lalu menatap Kala jahil sambil mengingat syarat yang diajukan kakaknya hampir setahun lalu saat akan memberi tanda tangan ke buku MOS-nya. Pemuda itu juga menagih rokok sebagai pembayar tanda tangan. Kala pun balas menatap Galang datar.

Kepulan asap rokok yang cukup banyak keluar dari bibir merah wanita berhidung mancung itu. Ia seakan lupa akan janjinya bercerita dan malah asik menikmati nikotin yang sudah lama tak menyentuh saluran nafasnya.

"Semiskin itu sampe nggak bisa beli rokok juga? Bajunya pun gue lihat nggak se-branded dulu." Kala akhirnya memecah keheningan.

Manik Marissa kini beralih pada Kala. Ia menatap pemuda itu sejenak dalam kebungkamannya. Menelusuri lekuk wajah lelaki yang seharusnya menjadi putra sulungnya. Kekehan pelan dilontarkannya ketika mengingat semua ini juga terjadi karena kedua pemuda di depannya.

"Udah aku bilang, semua ini gara-gara kalian dari awal. Semuanya. Kalo aja kalian nggak ada, aku masih duduk nyaman di rumah, beli barang sesuka hati. Nggak berujung jadi perempuan murahan kaya gini." 

Galang langsung ikut terkekeh sinis. Ditatapnya si wanita tak percaya, "Anjing! Harusnya tadi gue nggak tinju cowok tadi. Harusnya gue bisa nonton pemandangan yang paling gue tunggu-tunggu."

Kala melirik Galang sekilas, menyadari si adik yang mulai meningkat emosinya. Namun ia masih menahan diri, tak mencoba menahan atau menenangkan. Galang butuh mengeluarkan semuanya, dan Marissa mungkin orang yang tepat sebagai pelampiasan.

Kedua ujung bibir Marissa tertarik membentuk senyuman sinis, "Terus kenapa kamu masuk dan ikut campur? Oh...masih punya ruang yang disisakan buat menyayangi saya?" 

Kala sudah menarik nafas untuk membalas, namun tangan Galang yang tiba-tiba menepuk pahanya di bawah meja berhasil menghentikannya. Ia melirik adiknya yang kini menatap Marissa santai dan tersenyum tak kalah sinis.

"Jangan pikir mentang-mentang gue lahir dari rahim wanita brengsek kaya lo, gue juga jadi  pemuda brengsek. Sorry, gue nggak serendahan itu kalo jadi cowok. Gen pecundang lo semua ke-reject  di gue." Jawab Galang lalu kembali menyesap rokoknya.

Engine Batska ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang