Chapter 30

4.1K 344 63
                                    

"Mas Galang, panggil abang gih buat makan malem." Bi Ati berujar ketika berpapasan dengan Galang yang baru saja bangun dari hibernasi siangnya setelah kejadian tadi yang menguras tenaganya.

Wajah pemuda itu masih acak-acakan berat dan kepalanya pun tidak sebegitu segarnya seperti biasa saat ia sudah tidur siang. Galang meneguk air putihnya yang tersisa lalu berjalan malas ke lantai atas, tepatnya menuju ke kamar Kala.

"Galang.."

"Iya! Ini mau bangunin abang!" Jawabnya cepat memotong suara sang ayah sudah menggelegar dari arah ruang makan.

Galang langsung saja masuk ke kamar Kala tanpa basa-basi namun berakhir dengan kebingungan. Kamar kakaknya itu masih dalam kondisi gelap berhubung jam sudah menunjuk pukul tujuh malam dan tak ada lampu yang dinyalakan.

Ia lantas menekan saklar lampu dan masih tak menemukan sosok Kala dalam kamar itu. Tempat tidurnya agak berantakan menandakan bahwa pemuda itu sudah sempat menyentuh perabotan kesayangannya.

"Kal?" Panggil Galang pelan.

Suara gemricik air yang terdengar dari kamar mandi seolah menjadi jawaban pertanyaan yang muncul di benaknya. Ia lantas menjatuhkan diri di kasur Kala sambil memainkan sebuah rubik yang terletak di nakas sampingnya.

Dua puluh menit berlalu suara gemricik air itu masih terdengar. Galang pun mulai merasa aneh. Kala adalah sosok yang hanya menghabiskan waktu paling lama lima menit untuk mandi. Namun ini sudah dua puluh menit lebih.  

"Kala buruan! Ditunggu ayah makan tuh!" Ujarnya keras sambil masih asik dengan rubiknya.

Namun lima menit kemudian tak kunjung ada jawaban atau tanda-tanda Kala selesai dengan urusannya di kamar mandi. Galang pun akhirnya memutuskan untuk menyudahi aktivitas menunggu dan berniat pergi ke bawah untuk makan karena perutnya sudah keroncongan.

Sebelum sempat membuka pintu, fokusnya teralih pada tempat sampah di kamar Kala yang penuh. Bukan sampah yang tertampung disana, melainkan lembaran tissue yang dinodai warna merah pekat. Seperti darah.

"Anjir." Gumamnya ketika meraih selembar tissue yang sudah berubah menjadi warna merah pekat, memastikan yang ada disitu benar-benar darah.

Akhirnya, ia berbalik menuju ke pintu kamar mandi yang masih terdengar suara gemricik air mengalir. Ia mengetuk keras pintu yang tertutup itu.

"Kala? Lo di dalem kan?" Ucapnya cukup keras.

Hening.

Galang tak menyerah, kembali diketuknya kayu pembatas ruangan itu lebih keras. Ia tak mungkin masuk begitu saja. Bagaimana jika Kala sedang malas menjawab dan ia mendapati kakaknya itu telanjang bulat?

"Kala! Jawab atau gue masuk nih?" Ancamnya.

Masih hening.

Sial. Kalau begini caranya, ia harus bagaimana?

Galang memutuskan untuk membuka pintu kamar mandi karena tak kunjung mendapat jawaban dari si kakak. Alisnya mengerut mendapati Kala berdiri membelakanginya, tengah sibuk mencuci sikunya di wastafel kamar mandi.

"Lo nih ya, dipanggil tuh dijawab! Untung pake baju, kalo gak mata gue ternodai, dong!" 

"Hm." Kala hanya menjawab pelan dan masih sibuk dengan tangannya.

Netra Galang lantas melirik tong sampah yang ada di dekat kaki Kala. Isinya sama, penuh dengan lembaran tissue berwarna merah. Galang mengernyit dan langsung mendekat.

"Kok banyak darah? Lo kenapa?"

Ia lantas menangkap siku Kala yang mengeluarkan darah tanpa berhenti. Kakaknya itu sedang sibuk dengan es batu di tangan dan air dingin mengalir di wastafel. Galang lantas langsung mengingat kejadian siang tadi yang menyebabkan lengan Kala terluka.

Engine Batska ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang