(XXIII) Alasan Poligami?

3.4K 385 93
                                    

Prilly menatap ke arah taman dari balkon kamarnya, air matanya menetes melihat pesan yang masuk dari Cindy temannya. Cindy mengirimkan gambar jika Ali bersama perempuan lain sedang berada di taman terlihat sangat akrab sekali.

"Kenapa kamu enggak jujur sama aku, bahkan saat aku sedang mengandung anak kamu. Inikah iman yang kamu janjikan kepada papi aku," Prilly mendongakkan kepalanya menahan tetesan air mata, namun berujung kepalanya yang terhantam rasa sakit.

"Kalau akan begini kisahnya aku memilih pergi bersama penyakitku dulu, takkan aku mau bertahan hanya demi kamu yang pada akhirnya membuat hatiku retak," Prilly menatap perut buncitnya, lalu pada akhirnya air matanya meluruh.

"Apapun rintangannya sayang, Umi akan berusaha memberikan hak kamu sebagai seorang anak meskipun pada akhirnya umi dan abi tidak bisa tinggal bersama lagi." Prilly merasa kakinya lemas tidak berdaya, hingga pada akhirnya ia terduduk di lantai balkon sembari menahan rintihan karena sakit perut yang ia rasakan.

"Papi Prilly butuh papi," Prilly melirih namun sayang tidak ada yang bisa mendengar suaranya.

"Ya Allah kuatkanlah hamba, jangan engkau tambahkan lagi kepedihan hati ini." Prilly mengepalkan tangannya menahan rasa tak nyaman menyerang dirinya. Sampai pada akhirnya kesadarannya menghilang.

✨✨✨

"Adek ayok makan dulu," Marwah masuk ke dalam kamar Prilly namun tidak menemukannya, Marwah memeriksa kamar mandi pintunya pun tak tertutup, namun nihil tidak ada Prilly di situ. Marwah melirik pintu balkon yang terbuka sedikit, pasti Prilly sedang berada di balkon. Marwah berjalan menuju balkon tersebut namun ia begitu sampai Marwah tercengan, Prilly terduduk lemas bersandar pada pagar pembatas.

"Adek, dek. Sadar dek!" Marwah menepuk pelan pipi Prilly namun tidak dapat menyadarkannya ketika ada angin yang berhembus Marwah mencium aroma bau amis, Marwah mencari tahu itu bau anyir apa, begitu tahu dari mana sumber aromanya Marwah langsung histeris.

Marwah buru-buru ke luar kamar untuk mencari Mami Ila."MAMIIIII TOLONG!" Marwah berteriak karena sudah frustasi tidak menemukan Mami Ila.

"Ada apa Marwah, mami tadi di toilet dapur."

"Prilly mi, Prilly pingsan di balkon dan ada darah di kakinya."

"Astagfirullah, buruan kamu panggil supir buat siapin mobil kita antar Prilly ke rumah sakit."

✨✨✨

"Prilly, Umi rindu Prilly. Kenapa kamu  harus pergi nak," Umi Iva menatap foto pernikahan Ali dengan Prilly. Umi Iva langsung jatuh sakit ketika Prilly memutuskan pamit kembali pada orang tuanya lagi. Bukan hanya karena kepergian Prilly, tapi Umi Iva syok begitu tahu apa penyebabnya.

"Umi, makan dulu. Kapan sembuhnya kalau Umi gak mau makan," Mbak Nur selaku asisten rumah tangga membawakan semangkuk bubur dan juga segelas teh hangat.

"Aku rindu menantuku," sahut Umi Iva.

"Saya juga sedih Umi karena dek Prilly gak di sini lagi," sahut Mbak Nur.

"Apa saya yang salah mendidik Ali, sampai Ali setega ini dengan Prilly."

"Umi itu adalah guru terbaik untuk Ali, mungkin den Ali punya alasan lain sampai memilih jalan itu. Kita do'akan saja Umi," sahut Mbak Nur.

"Do'akan apa? Mendoakan supaya dia langgeng bersama istri barunya itu, Saya sebagai ibunya tidak ridho. Bagaimana bisa dia tega-teganya menikahi wanita lain sedangkan istrinya lagi bersusah payah mengandung anaknya." Umi Iva tergugu, denyut jantungnya bahkan seperti strum, dadanya sakit sekali.

Kamu Pilihan (END✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang