(XXV) perjuangan Ali

3.5K 418 88
                                    

Assalamu'alaikum para Sleaderta (My readers) Boleh enggak aku minta do'a dari kalian semoga aku cepat diberi kesembuhan? 5 yang hari lalu aku drop, dan malam ini kejadian lagi. Ini pula menghambat saya mengetik karena harus menahan rasa sakit yang kadang bisa menyerang. Aku juga berdo'a semoga kalian juga tetap diberi kesehatan. Aamiin.

✳️✳️✳️✳️✳️✳️✳️✳️✳️✳️✳️✳️✳️✳️

"Assalamu'alaikum ya Zahratii," Ali masuk ke dalam kamar inap yang do tempati oleh Prilly, sedang Prilly asik menonton sebuah tayangan film televisi.

"Wa'alaikumsalam," menyahut namun tidak mau menoleh padanya, membuat Ali hanya bisa tersenyum miris. Ia dimusuhi isrinya sendiri sekarang, Ali menggesek-gesek ke dua telapak tangannya kebingungan hendak berbicara apa.

"Kamu sudah makan?" tanya Ali yang mulai melangkah mendekati ranjang. Prilly menoleh sebentar kemudian kembali fokus pada televisi di depannya.

"sudah," sahutnya secara singkat. Ali menggaruk tengkuknya tak gatal, ini bukanlah suasana yang baik. Ini terlalu canggung untuk pasangan suami istri.

"Aku mau minta ma-," belum selesai Ali berbicara, Prilly langsung mematikan layar televisi menggunakan remote. Posisinya yang setengah duduk ia betulkan menjadi posisi berebah, menarik selimut sebatas leher, kemudian menutup telinganya dengan bantal serta membelakangi Ali. Ali menghela nafas berat, responsnya buruk sekali.

"kamu pasti lagi capek ya, yaudah istirahat saja dulu. Aku bakal nungguin kamu kok di sini." ucap Ali kemudian memundurkan diri untuk duduk di sofa.

Prilly mencengkram ujung bantal yang ia pegang, kenapa ia tidak bisa menjadi wanita satu-satunya di hidup Ali. Apa karena poligami dihalalkan sehingga Ali tanpa berpikir panjang menikahi wanita lain. Kenapa tidak berpikir akan seperti apa sakit hatinya ia yang juga sedang mengandung. Rasanya sesak terlalu, bayangan suaminya memeluk wanita lain, mengecup kening wanita lain atau bahkan melewati malam panjang bersama bagai bom bunuh diri untuk Prilly.

Prilly menggapai perutnya mengelusnya perlahan, membagikan perasaan sedihnya pada janinnya. Prilly menteskan air matanya dalam keheningan.

"Maafkan umi dan abi sayang, sepertinya umi tidak cukup kuat untuk tetap bertahan bersama abimu. Maafkan umi jika kamu harus menjadi korban keegoisan umi, tapi hati umi sakit sekali nak." Prilly membatinkan kepedihannya, barangkali bahasa kalbu lebih terasa.

"Ya Sodiqi, andai kata aku tidak sedang hamil mungkin mulai detik ini juga aku menuntut perceraian. Demi Allah aku tidak akan pernah ikhlas jika harus dimadu. Kenapa kamu tega sama aku Ya Sodiqi, bukankah kamu janji hanya bermonogami bersamaku tapi apa buktinya. Apalah arti nama panggilan aku untuk kamu, berharap kamu tetap setiap namun pada akhirnya aku harus terkhianati." sekali lagi Prilly hanya bisa membatin, bibirnya takkan kuasa mengatakan itu di hadapan Ali, melihat wajah Ali saja Prilly sudah terbayang pesakitan yang meruntuhkan tiang terkuatnya sebagai manusia.

"wanita mana yang sanggup berbagi kasih sayang dengan wanita lain? Wanita mana yang akan sanggup cinta suaminya terbagi atau malah kelak kasih sayang anak-anak pun juga turut terbagi. Sayang anak umi kalau kamu sudah dewasa jika kamu perempuan semoga tidak bernasib seperti umi, dan apabila kamu laki-laki jadilah pemuda yang gagah serta setia dengan wanitamu saja. Cukup umi saja nak yang merasakan perihnya realita cinta."

"Assalamu'alaikum Prilly." Umi Iva ternyata menyusul ke rumah sakit, Umi Iva rindu karena sudah hampir seminggu tidak bertemu dengan Prilly. Prilly yang sedang menangis dalam diam buru-buru mengusap air mata dengan lengan bajunya. Kemudian berbalik arah, ternyata Umi Iva sudah persis di samping ranjangnya.

Kamu Pilihan (END✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang