15. Menyerah?

415 43 0
                                    

Ayah, aku sudah cukup menjadi wanita yang kuat. Aku sudah banyak menyembuhkan banyak hati. Bahkan aku sudah bertahan sampai saat ini meski balasan yang ku terima benar-benar sangat pahit.

Apakah ini sudah saatnya? Kau menantiku untuk tenang bersama?
Padanganku semakin kabur kepalaku teramat berat dan sakit. Semua yang ku lihat perlahan kelam kelam dan menghitam.

Bruk!!

Aku tak sadarkan diri.

☆☆☆


Aku merasakan ada sesuatu yang mengenggam tanganku. Iya, itu seperti tangan seseorang. Perlahan aku membuka mata dan melihat di sekeliling tempat dimana aku berada. Tempat ini tak asing bagiku. Tapi bagaimana aku bisa ada disini?
Merasa dikejutkan oleh pergerakanku, seseorang terbangun dari tidurnya yang sedari tadi menungguiku.

“Syila, loe sudah sadar?”

“Apa yang terjadi?” Tanyaku.

“Loe pingsan dibawah pohon, seharusnya gue yang bertanya. Apa yang terjadi sampai loe ada disana?”

Aku hanya memalingkan wajahku dan memilih untuk diam. Sebab aku tak sanggup menceritakan apa yang sudah terjadi.

“Permisi, Dokter ingin membicarakan sesuatu dengan keluarga pasien.” Ucap perawat yang berdiri didepan pintu.
“Sebentar ya, gue keluar dulu, ntar gue kesini lagi.”

Aku hanya mengangguk lemah dan orang itu pergi untuk memenuhi panggilan dari perawat tersebut.

☆☆☆


“Gimana kondisinya, Za?”

“Ntahlah, sangat mengkhawatirkan.”

“Maksud loe?”

“Ada tumor diotaknya sehingga membuatnya kerap kali pingsan. Gue rasa, ini bukan untuk pertama kalinya dia ngalamin kondisi serperti ini.”

“Apa?”

“Iya, sudah stadium 3 jalan 4.”

“Astaga.”

Pria itu hanya mengusap wajahnya kasar dan bingung harus berbuat apa selanjutnya.

“Cepat atau lambat dia akan tau. Gue saranin lo harus ngasih tau dia.”

“Gak! Gue gak mau dia tau, pasti ada cara untuk nyembuhin itu. Dan gue bakal lakuin apa aja demi kesembuhannya.”

“Terserah loe Dim, sedikit banget yang bisa selamat dari penyakit ini. Kesalahan dikit aja bisa ngancem nyawanya kapanpun.”

“Gue ke ruangan Syila dulu,”

“Oke, kalo loe butuh sesuatu. Lo bisa panggil gue atau perawat gue.”

Iya, itu dia Dimas. Dimas yang menolong Syila. Ia hanya mengangguk dan kembali ke ruangan Syila.

☆☆☆


“Ya ampun, Syila. Apa yang loe lakuin?” Ucap Dimas kaget saat melihatku mencoba untuk melepaskan infus yang terpasang ditangangku.

Mati Rasa - Completed✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang