4.Sebuah usaha untuk melupakan

771 44 1
                                    

"Jika ada yang mampu menyembuhkan lukamu, apa yang akan kamu lakukan pada orang itu?"

"Maksudnya?"

"Iya, aku tau. Aku orang baru dalam hidupmu. Kenal pun tidak begitu lama. Kita hanya baru dekat beberapa hari. Namun rasanya nyaman aja dideket kamu."

"Ahaha, kamu ini. Aku memang gitu sama semua orang.. mmm gak juga sih tergantung orangnya jugak. Kalo orang itu baik sama aku, aku malah lebih baik sama dia."

“Hmm, kalo begitu apakah kita bisa lebih dari..”

“Fan, aku, tapi kamu tau aku masih..”

"Udah la, kamu lupain aja dia. Untuk apa kamu mempertahankan perasaanmu dengan orang yang jelas-jelas udah ninggalin kamu."

"Iya, kamu benar. Tapi ini sulit banget fan, seumurhidup, dialah orang yang pertama kali ngungkapin perasaannya ke aku. Dia orang yang pertama kali mau nerima aku."

"Tapi sekarang buktinya apa la? Kalo dia beneran sayang sama kamu, dia gak bakal ninggalin kamu disaat hatimu hampir sepenuhnya untuk dia."

"Tapi…"

"La, aku tau kita baru kenal. Dan aku tau kamu pasti butuh waktu untuk lupain semua kenangan kamu sama dia, dan aku ngerti banget.. aku cuma mau bilang sesuatu, maaf kalo aku lancang tapi aku gak bisa menahannya lagi."

Sejenak Irfan menghela nafasnya dan kembali melanjutkan ucapannya. "Jika kamu sudah siap dengan kehidupan yang baru, ingatlah bahwa ada aku disini yang bersedia memberi rumah baru untukmu, iya. Itu adalah hatiku. Aku bersedia menjadi rumah yang lebih baik dari dia. Aku ingin kelak kamu ingin membersamaiku dalam suatu hubungan yang lebih serius. Aku ngerti kamu pasti belum siap, dan sekali lagi maaf jika aku lancang."

Aku terkejut setelah mendengar ucapan Irfan, iya. Secara langsung dia mengungkapkan perasaannya padaku padahal belum kering luka yang ku rasakan setelah Dimas meninggalkanku. Sekarang ada seseorang yang ingin menempati hatiku meski aku belum lama mengenalnya. Ya tuhan.. pertanda apakah ini? Jika kehadirannya memang sudah Kau rencanakan untuk menjadi penyembuh luka dan tambatan terakhirku, maka biarkan aku membuka hatiku agar aku tidak menyakitinya dan bisa menjalani kehidupanku yang baru. Namun, jika pada akhirnya dia menghancurkanku juga. Maka jangan biarkan hatiku jatuh untuk kesekian kalinya. Jika sampai itu terjadi. Aku mohon jangan hukum aku karna tidak ingin lagi menerima hati siapapun setelah ini.

"Gak apa la, aku ngerti kamu pasti kaget. Gak masalah, aku bakal nunggu kamu disaat kamu siap. Dan jika kamu sudah siap. Aku akan senang sekali menyambutmu, cuman kasi aku waktu sampai aku benar-benar pantas mendampingimu.. masih banyak yang harus aku lakukan demi kebahagiaan kamu kelak."

Perlahan aku membuka mataku. Aku melihat kearah jam dinding. Sudah pukul 3 pagi, namun aku masih saja duduk diatas kasur sambil memeluk kakiku. Kenangan itu kembali berputar dalam ingatanku. Aku masih ingat saat dia mengungkapkan perasaannya padaku dulu. Tak lama beberapa hari setelah itu tiba-tiba ada rasa yang aneh saat aku bersamanya. Perlahan kenanganku dengan Dimas memudar.

Aku tidak merasakan kesedihan lagi saat menjalani hari-hari bersama Irfan. Aku merasakan kebahagiaan yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Aku merasa lebih berharga saat bersamanya. Sampai akhirnya aku ingat waktu ketika ia memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya ke London. Dia menanyakan jawaban tentang perasaanku dengannya.

"La, aku udah dibandara. Apakah kamu tidak ingin mengucapkan selamat tinggal atau hal lainnya? Bagaimana dengan hatimu sekarang? Apakah sudah pulih? Apakah aku bisa menggantikan posisinya disana?"

"Jahat, kamu ninggalin aku."

"Hehe, jawab dulu dong pertanyaan aku."

"Pliss, jangan ke London, ntar aku kangen."

"Maksudnya?"

"Aku sayang sama kamu fan,"

Mati Rasa - Completed✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang