17. Maaf

378 35 1
                                    

"Hah?!!!!"

Aku menjauhkan ponselku dari telingaku seketika setelah mendengar suara nyaring dari seberang sana.

"Loe mau kuping gue budeg?"

"Parah loe gak ngabarin gue." Ucapnya dengan sedikit nada kecewa.

"Mwehehe.. maaf, handphone gue mati."

"Oke, fix gue balik ke Indo hari ini juga."

"Terus honeymoon loe?"

"Pending, yang paling penting gue mau liat keadaan sahabat gue."

"Gue gapapa kok va, loe bisa balik selesai honeymoon. Lagi pula gue ada yang jagain kok."

"Tapi?"

"Kasihan suami lo va, masa loe tega pending plan yang udah dia siapin buat loe?"

"Iya sih, tapi dia bakal ngerti kok"

"Ihh, gue gapapa kok va. Setidaknya gue udah ngabarin keadaan gue sekarang, paling 2 atau 3 hari lagi gue pulang, santai ae."

"Hmm..yelah yelah."

"Ya sudah, gue mau makan siang dulu ya.. enjoy ya! bye my bestie."

"Bye..syafakillah."

Aku langsung menutup telfon dan bernafas lega sejenak.

"Bohong aja teros." Ucap Dimas yang baru saja membuka pintu ruangan dan membawakan nampan berisi makanan.



Aku hanya menatapnya tajam dari sana yang mulai berjalan ke tempatku.

"Bukan urusan loe." Jawabku ketus.

"Ada apa-apa, dibilang kaga ada apa-apa. Kalo dia tau loe bohongin dia, ntar dia marah loh."

"Dia gak bakal tau, selama gue bisa nyimpen rahasia ini baik-baik."

"Serah lo deh, nih makan." Ucapnya sambil menyuapkan sesendok nasi ke mulutku.

"Terus, loe bohong apa ke nyokap?"

"Hp gue masuk aer."

"Biar mateng."

"Yaelah-_ gue gak lagi pantun bego."

"Mwhehe.. kirainkan."

"Yang ada tu 'masak aer'"

"Sama ae lah, ga da bedanya njir."

"Auk ah."

Dimas hanya cengengesan gak jelas, sementara aku jengkel melihat kelakuan recehnya.

"Jangan jutek gitu ah, ntar jelek."

"Emang udah jelek, kenapa? Loe jijik?"

"Dih, merendah untuk meroket" Cibirnya pelan.

"Apa loe bilang?"

"Eh? Hehe.. gak ada, roket terbang tadi."

"Sekali lagi gue denger loe ngatain gue, jangan salahkan gue kalo kepala loe tukeren sama kaki,"

"Ay ay mak, ngeri jugak ya kau dek." Ucapnya dengan logat-logat medan.

"Iyalah, siapa suruh main-main sama neng syila."

"Iya deh neng, iya."

Hening, selanjutnya kami hanya fokus dengan kesibukan masing-masing. Dia asik menyuapiku dan aku asik menguyah makanan.

"Permisi." Ucap perawat yang tiba-tiba memecah keheningan.

"Iya sus, ada apa?"

"Maaf mas Dimas, ada seseorang yang ingin bertemu dengan pasien. Tapi dia ingin bertemu pasien tanpa ada mas Dimas."

"Ha? Siapa?"

"Maaf mas, saya tidak tau siapa." Jawab perawat itu.

"Bentar, gue mau liat siapa yang datang. Loe tunggu disini."

Aku mengangguk, sementara Dimas berjalan kearah luar ruangan.


☆☆☆


"Brengsek!!"

Bugh! Bugh! Bugh!

Tanpa ampun Dimas mendaratkan pukulan ke wajah orang yang dihadapannya itu tanpa memperdulikan banyak orang-orang yang mulai menjadikan mereka pusat perhatian.

"Plis, ijinin gue masuk." Ucap orang itu tanpa ingin membalas Dimas sedikit pun."

"Ngapain loe ada disini?"

"Gue pengen ketemu Syila,"

"Syila gak ada."

"Bohong! Barusan Nova ngabarin gue kalo Syila masuk rumah sakit dan dirawat disini."

"Gak, sampai kapanpun gue gak bakal biarin loe ketemu syila."

"Gue cowoknya!"

"Cih, cowok macam apa yang udah bawa dia terbang keawan abis tu loe jatuhin ke tanah! Terus abis tu loe biarin dia hancur sendirian sampe-sampe hampir mampus nahan sakit hati!!!"

"Maaf, maaf, maaffff."

"Cih, maaf loe gak bisa balikin kebahagiaan dia."

"Gue kesini cuma pengen perbaiki semuanya."

"Eh, loe denger ya, gue dah mati-matian bikin dia baikan. Mending sekarang loe pergi sebelum loe ngancurin mood dia."

"Tapi?"

"Loe mau gue sewain kamar jenazah disini?"

Pria itu memilih untuk mengalah dan pergi dengan perasaan kecewa.


☆☆☆


"Lha? Kok loe lagi? Tapi tadi katanya ada yang mau ketemu gue."

"Ha? Siapa? Siapa yang mau ketemu tadi. Emang lu siapa? Artis kagak, pemain sinetron bukan." Ucapnya dengan polos dan pura-pura tidak tau.

"Kampret,"

"Mwehehe, gak penting kok. Orang tadi salah alamat."

"Ayu ting-ting kalik ah, salah alamat."

"Mungkin."

"Ihhh Dimas, gue serius."

"Serius apanya, tadi dia becanda."

"Auk ah, nyebelin loe mah."

"Hehe, udah gue bilang, cuman salah kamar doang kok."

"Hmm, iyain."

"Sekarang loe istirahat dulu gih, gue mau keluar bentar,"

"Oke, btw thanks ya udah repot-repot. Kalo loe capek, loe pulang aja. Gue baik-baik aja kok."

"Iya, sama-sama. Gue gak ngerasa direpotin kok, jangan merasa gak enakan gitu deh, gue gak suka."


☆☆☆


"Gimana perkembangan kesehatannya?"

"Ya begitulah sob, udah lumayan. Tapi masih belum bisa ngilangin tumor sepenuhnya."

"Kira-kira, dia masih punya harapan untuk sembuhkan?"

"Hmm iya Dim, tergantung dianya. Kalo dia rajin kemo dan mau ikut anjuran Dokter. InsyaAllah dia bakal pulih."


"Gue bakal lakuin apa aja demi kesembuhan dia."

"Hehe, parah sih loe, segitu perhatiannya sama dia. Oh iya, besok dia udah boleh dirawat dirumah kalo dia mau."

"Gak cuma mau doang za, mau banget malahan. Tu anak gak suka lama-lama disini. Gue bener mati-matian hibur dia buat ngalihin rasa gak nyaman dia disini."

"Wah, bagus deh kalo gitu. Ya sudah, loe jagain dia sana gih."

"Tanpa lo suruh, gue bakal tetep jagain dia."

"Hmm, dasar mantan yang gamon, gimana? Nyeselkan loe ninggalin dia. Gue gak yakin dia bakal mau lagi sama loe."

"Gue gak gamon bro, gue cuma mau perjuangin apa yang harusnya milik gue lagi."

"Kalo dianya gak mau gimana? Atau dia gak mau buka hati lagi? Karna secara psikis dia kek udah gak punya rasa tertarik lagi dengan orang-orang."

"Apa? Maksud lo dia...???"

"Apaan sih lo, jangan salah paham dulu. Maksud gue, dia bakal susah banget buat buka hati buat siapapun karna dia dah terlanjur kecewa banget sama orang yang paling paling paling dia sayang. Dan menurut ilmu psikiolog, apabila seseorang sudah mengalami masa seperti itu. Dia bakal trauma banget buat jalanin kehidupan baru dengan orang baru."

"Baru denger gue ada istilah kek gitu."

"Yeee, loe nya aja yang milih haluan musik dari pada dokter, ya mana bakal ngerti."

"Gue mungkin gak bisa nyembuhin penyakit, tapi gue bisa nyembuhin luka dihatinya."

"Hmm mulai ni, mulai ngebuceen."

"Gue serius za, gue bakal perjuangin apa yang dulunya pernah jadi hak gue."

"Hm, terserah loe deh dim, pesen gue satu. Jangan terlalu maksain keinginan loe. Sebab, loe dulu pernah ngecewain dia, dan loe gak akan pernah tau karma itu bakal datang."

"Niat gue tulus kok za, pengen perbaiki semuanya gak lebih."

"Terus kalo dia bener-bener ga bisa buka hati gimana? Atau dia masih sayang sama Irfan gimana? Skak mat loe."

"Gue bakal lakuin cara apapun."


☆☆☆

Mati Rasa - Completed✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang