15th

407 68 30
                                    

Ryujin itu naif, selama ini bersikap cuek. Tidak pernah benar-benar melakukan apa yang dirinya sendiri inginkan.

Mungkin selama ini dia terlihat bodoh, dalam beberapa hal. Atau lebih tepatnya berpura-pura bodoh terlebih dahulu. Untuk menyatakan apakah kesimpulannya benar atau tidak.

Seperti contohnya saat dipaksa datang ke acara perusahaan dimana ayahnya tertembak, juga ayahnya Jeno menghembuskan nafas terakhirnya hari itu. Orang bodoh mana yang tidak bisa menarik kesimpulan dari pertemuan dua keluarga dengan peran utama lawan jenis begitu? Dugaan yang paling tepat cewek itu ambil, mungkin dia dijodohkan. Dengan alasan perusahaan. Terlalu mainstream memang.

Ckk, Ryujin terkekeh miris.

Berpikir apakah kedua orang tuanya tidak cukup melencengkan apa cita-citanya selama ini? Bahkan kini teman hidupnya harus juga diatur? Bukankah lebih baik dia tidak usah dilahirkan sekalian? Daripada hanya menjadi boneka yang digerakkan?

Hari demi hari berjalan. Jeno juga gencar mendekatkan diri padanya. Terkadang terlihat berbicara serius dengan kedua orang tuanya. Ryujin memang tidak pernah mendengar apa yang mereka bicarakan. Tapi bukankah sudah jelas setiap pertemuan mereka memiliki maksud lain?

Dengan memanfaatkan kebetulan dan pilihan yang ia ambil, hari dimana Jeno dan Hyunjin bertemu saat itu. Ryujin sengaja menujukkan wajah seakan dirinya sedang bahagia. Juga, sengaja menyebutkan nama Hyunjin terang-terangan saat sedang bersama Jeno.

Agar cowok itu tau, perjodohan mereka tidak ia inginkan.




Yang awalnya hanya membawa nama Hyunjin sebagai alibi dirinya menolak secara tidak langsung perjodohan itu, tapi apa mau dikata hatinya kini membenarkan.

Mengulum bibir dengan kedua kaki yang sekarang bersila diatas kursi, Ryujin membatin pada dirinya sendiri untuk tidak menoleh. Sampai deheman Hyunjin membuat dirinya tersentak berlebihan hingga hampir saja jatuh dari kursi.





Dan semakin dibuat lemas saat cowok itu menahan lengannya

Dengan cepat Ryujin menepis tangan Hyunjin sampai Hyunjin mengerutkan kening dengan sikap cewek itu. Tanpa sadar terseyum tipis lalu menatap lurus kedepan.

Ryujin yang salah tingkah begitu, terlihat menggemaskan.

Padahalkan hanya dirinya peluk.




Berdehem untuk menetralkan detakan jantung dan pikirannya yang jadi kemana-mana. Raut wajah Hyunjin yang sebelumnya nampak berusaha menahan senyum kini berubah serius. Cowok itu menjilat bibir bagian bawahnya.

"Lo inget pertemuan pertama kita?" Ujar Hyunjin, membuat Ryujin menoleh. "Wajah asing gue adalah apa yang lo lihat sekarang."

"Maksudnya?" Ryujin mengernyit tidak mengerti. Fokus memperhatikan raut wajah Hyunjin yang saat ini sedang menerawang lurus kedepan.

"Ngeliat memar dipipi lo, bikin gue inget alasan kenapa gue sering datang ke taman ini."

Ryujin bungkam, dirinya masih kurang mengerti. Masih menarik kesimpulan untuk mencerna terlebih dulu. Dengan fokus memandang wajah cowok itu lamat.

"Nyokap gue baru kali ini nampar gue sekeras ini." Ryujin mengalihkan wajahnya saat Hyunjin menoleh, "Emm...walaupun lebih sering pake mulut kalau kesel sama gue, nyokap jarang main tangan. Karna se-enggak suka pun gue terhadap apa yang dia pinta, gue pasti bakal turutin." Jelas cewek itu.

"Sorry, gue udah berpikir berlebihan tadi." Hyunjin senyum tipis, mengalihkan pandangannya lagi menatap lurus kedepan.

Ryujin mengangguk pelan walau Hyunjin tidak memperhatikan. Melihat jam tangan dipergelangan tangan kirinya ingin tau sekarang jam berapa, lantaran malam terasa sangat sunyi tanpa orang lain ditaman ini selain mereka berdua.

Blood |  H.HyunjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang