13th

383 68 14
                                    

Ryujin duduk dikursi tunggu ruang ICU dengan tak tenang. Menggigit bibir bawah bagian dalamnya dengan perasaan cemas, apalagi melihat reaksi tubuh Jeno yang tidak biasa dengan denyut jantung begitu lemah tadi.

Selain mengkhawatirkan keadaan Jeno yang tentu tidak baik-baik saja, Ryujin juga masih memikirkan dugaannya bahwa ada orang yang ingin mencelakai cowok itu. Entah untuk hal apa? Dan dengan tujuan apa?

Hyunjin,

...hanya satu nama itu yang terlintas dipikirannya sebelum tubuh Jeno melemas.

Dengan jelas Ryujin melihat keberadaan Hyunjin disana. Di meja bagian ujung balkon sebrang yang terpaut jauh darinya, terlihat berbincang serius dengan kedua temannya.

Ryujin memang tidak memperhatikan Hyunjin detail, hanya saja Ryujin tentu mampu mengingat hoodie putih yang saat itu Hyunjin kenakan.

Sayangnya, Ryujin memang memperhatikan Hyunjin sekilas sebelum cowok itu dan Jeno berpapasan. Ryujin sendiri masih tidak yakin dengan apa yang dirinya simpulkan, lantaran si pelaku menggenakan topi hitam hingga menutupi sebagian wajahnya.

Tapi bukankah itu persis seperti kebiasaan Hyunjin?

"Hyunjin kan intelegent, mana mungkin malah berniat nyelakain Jeno?"

Ryujin lantas melirik lorong rumah sakit saat suara hentakan sepatu yang berjalan terburu mengisi keheningan. Kemudian berdiri begitu melihat kedua orang tuanya berjalan terburu ke arahnya dengan wanita yang begitu asing sepantaran ibunya yang memimpin.

Ketiganya memelankan langkah saat sampai didepan ruang ICU. Namun fokus Ryujin jatuh pada orang yang ia duga adalah ibunya Jeno, memandang tanpa ekspresi pintu ICU.

"Jina, Jeno pasti baik-baik aja." Ujar Shin Hyena sambil menepuk pelan pundak Lee Jina, ibunya Jeno.

Lee Jina mengangguk pelan. Lalu berjalan mendekat pada Ryujin untuk duduk disebelah kursi yang didudukinya.

Ryujin hanya memberikan senyum tipis saat ibu Jeno meliriknya. Juga membatin miris begitu menduga satu fakta saat melihat ekspresi ibu Jeno terhadap keadaan anaknya, terlihat biasa saja? Atau khawatir namun dicoba untuk disembunyikan? Entahlah. Sementara kedua orang tuanya memilih duduk didepannya.

Menit berganti menit. Baik Ryujin, Lee Jina, dan kedua orang tuanya, hanya menunggu tanpa suara.

Pintu ICU lalu terbuka, memunculkan seorang dokter paruh baya, diikuti dua orang suster yang berlalu terlebih dahulu. Mereka yang menunggu serentak berdiri menghampiri sang dokter yang sedang melepaskan maskernya.

"Gimana keadaan anak saya dok?" Tanya Lee Jina.

"Saya tidak tau cairan apa yang dimasukkan kedalam tubuh pasien, yang jelas cairan itu cukup berbahaya. Kami hampir kehilangan denyut jantung pasien tadi. Syukurnya pasien masih bisa diselamatkan walaupun kini denyut jantungnya masih melemah." Jelas sang dokter, lalu menghembuskan nafasnya pelan untuk melanjutkan, "Pasien saat ini masih kami nyatakan koma."

Mata Ryujin membelalak. Ia agak tidak percaya bahwa jarum suntik yang ia lihat seberbahaya itu.

"Saya permisi." Pamit sang dokter kemudian.

Lagi, Ryujin memandang pergerakan orang tua Jeno yang berjalan dan berhenti didepan ruang ICU. Hanya memandangi keadaan didalam lewat kaca segiempat pada pintu putih itu.

"Tante gak masuk kedalam?" Ujar Ryujin hati-hati, yang hanya dibalas lirikan dengan senyum tipis oleh orang yang dimaksud tanpa jawaban.

Melirik orang tuanya, ayahnya memandang ke arah lain dengan perban yang masih melilit bahunya, masih terlihat agak lemas. Ryujin tidak menduga ayahnya itu membela-belakan diri sampai datang kesini dengan keadaan belum pulih sepenuhnya.

Blood |  H.HyunjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang