Sakti
Soal Ranya dan Anchorbolt di backstage berangsur-angsur gue lupakan. Walaupun gue masih heran ada apa dengan Ranya waktu itu, gue nggak mau menerka yang aneh-aneh. Lagian gue pernah melihat Ladin merengek juga pada Ceye. Mungkin karena sebelumnya Ranya nggak pernah menunjukkan sikap yang kayak gitu, gue jadi heran.
Di luar masalah itu, gue belum cerita ya kalau Ranya semakin sering meminta gue untuk tampil di kafenya? Kata dia, suara gue bagus dan cocok untuk bernyanyi solo. Bahkan pihak Geometri menyediakan sesi jamming khusus untuk gue yang ternyata mengundang cukup banyak fans Anchorbolt untuk datang. Gue punya panggung sendiri, suatu hal yang gue idam-idamkan selama ini.
Tentu saja anak-anak Anchorbolt gue kabari. Gue bilang ke mereka, kalau sesi jamming ini iseng-iseng berhadiah doang. Banyak yang nonton ya syukur, enggak juga nggak apa-apa. Ternyata mereka menyambut baik 'panggung' baru gue. Bahkan di sesi jamming malam ini, Ceye datang bersama Ladin.
"Hahaha, gila nih kafe rame banget. Hampir nggak dapet parkir gue," kata Ceye sambil menarik salah satu kursi untuk Ladin duduki, lalu menarik satu kursi lagi untuk dirinya.
Gue menoleh ke belakang meja kasir, memandang Ranya yang asyik meracik kopi, lalu beralih pada Ceye lagi. "Ngapain lo ke sini, sih? Malu gue."
Ceye tertawa sembari membakar rokok. "Malu apaan, sih! Kayak anak baru lo."
"Pakai ngajak Ladin segala, lagi."
Giliran Ladin menatap gue. "Gue penasaran pengin lihat lo nyanyi, Sak."
"Kan udah sering, Din, kalau latihan."
"Beda. Sekarang kan lo manggung dilihatin banyak orang."
"Din--"
"Dan... gue juga pengin tahu apa sih yang bikin Ranya naksir sama lo."
"Din, elah..." Gue mengerang malas walaupun tersipu juga.
Ceye memanjangkan leher untuk melihat ke meja kasir. "Ranya kayaknya nggak sadar kalau gue sama Ladin dateng. Lo nggak ngasih tahu kan, Sak?"
Gue menggeleng. "Enggak."
"Nice. Biar surprise."
"Gue panggil Ranya, ya?" tawar gue yang segera diiyakan antusias oleh Ceye dan Ladin.
Gue beranjak dari kursi dan menghampiri Ranya. Begitu gue bilang bahwa Ceye dan Ladin datang, dia terkejut bukan main. Lalu saat Ranya bertemu Ceye dan Ladin, senyumnya melebar.
"Ladiiin!" Ranya spontan memeluk Ladin. Mereka berdua berpelukan persis Teletubbies, menyebabkan meja kami jadi pusat perhatian. Gue dan Ceye saling lirik, sama-sama melempar kode yang kira-kira berbunyi, "Nya, Din, lo berdua nggak ngeh kalau kebanyakan orang-orang di sini udah kenal kita?"
Kami berempat mengobrol seru sampai tiba waktunya gue harus tampil. Gue berjalan menuju mini stage Geometri yang kini menjadi zona nyaman baru bagi gue. Gerakan bola mata Ranya, Ceye, dan Ladin mengiringi gue hingga sampai di atas mini stage.
Gue menyanyikan beberapa lagu ciptaan gue sendiri secara akustik. Beberapa kali gue melirik Ceye yang juga memandang gue sambil sesekali tepuk tangan. Emangnya gue lumba-lumba sirkus?
Ini pertama kalinya gue memperdengarkan lagu ciptaan gue di depan personel Anchorbolt. Mungkin gue nggak bakal pernah tahu sebesar apa keinginan untuk tampil sendiri hingga saat ini, ketika rekan band gue menjadi bagian dari penonton.
Selesai tampil dan kembali ke meja, gue disambut dengan tepukan kencang dari Ceye di bahu. "Gitu dong, Sak, ganteng banget temen gue," katanya heboh.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ikraluna
Teen FictionRanya, solois indie yang baru memulai debutnya mendaulat Sakti, bassist band Anchorbolt, untuk menjadi pengisi bass dalam setiap panggungnya. Lalu hubungan mereka berubah menjadi duri yang menjebak. Tidak ada jalan mundur. Bertahan meski berdarah, a...