ikraluna - 16

627 76 50
                                    

Sakti

"Masih inget Anchorbolt lo? Bukannya mau cabut?"

Begitu sambutan Ceye begitu gue membuka pintu studio. Drummer itu sedang duduk di balik drumnya, memandang gue sinis seolah-olah kedatangan gue nggak diharapkan sama sekali. 

"Mau ngambil harddisk," jawab gue pendek sambil berjalan menghampiri meja dan membuka lacinya. Tujuan gue ke studio memang untuk mengambil harddisk, kok. Sama sekali nggak ada niat untuk ketemuan sama anak-anak Anchorbolt, apalagi Ceye. 

Saat sedang mencari harddisk, gue merasa Ceye mengawasi gerak-gerik gue. Oleh karena itu gue mendongak dan menatap tajam ke arah drum. Ceye melengos, lalu memutar-mutar stik drumnya. Detik berikutnya dia menabuh drumnya dengan keras sampai-sampai stik drumnya terlempar. 

"Sadar, Sak! Lo tuh udah diperdaya Ranya!" serunya. 

Gue menegakkan punggung dan berkacak pinggang. "Mau sampai kapanpun lo bilang gini, gue nggak bakal percaya."

"Ya karena lo udah diperdaya sama dia. Otak lo udah dicuci bersih sama Ranya. Dari dulu gue ngerasa kalau Ranya manipulatif, Sak! Lo nggak sadar atau pura-pura nggak sadar, sih?"

Gue menelan ludah. Kalimat terakhir Ceye mengendap di pikiran gue, menjadi buih-buih yang memburamkan akal sehat gue tentang Ranya. Ya, gue merasa Ranya manipulatif. Tapi apakah gue merasa dirugikan? Faktanya, lebih banyak hal-hal baik yang terjadi pada gue ketimbang ruginya. 

Gue menutup laci karena telah menemukan harddisk yang gue cari. Lalu begitu gue berjalan menuju pintu, Ceye berseru lagi. 

"Apa yang Ranya kasih ke lo nggak sebanding dengan apa yang udah Anchorbolt kasih buat lo, Sak!" 

Seminggu setelah Ranya nangis-nangis di telepon karena habis bermasalah dengan Ceye, gue memang belum ketemu drummer tersebut. Kalau gue ketemu Ceye di saat emosi gue masih di puncak, bisa-bisa gue menghajar mukanya. Malam ini pun gue sama sekali nggak mempersiapkan diri untuk ketemu Ceye maupun anak-anak Anchorbolt lainnya. Gue belum mau berseteru. Gue yakin bisa menyelesaikan masalah Ranya versus Anchorbolt dengan cara baik-baik. 

Tapi sekarang, rencana itu buyar. 

Gue berbalik badan dan mengambil langkah lebar-lebar, lalu menarik Ceye keluar dari balik drum dengan cara menggenggam kerah kaosnya. "Lo nggak tahu apa-apa tentang Ranya, Ye!" bentak gue di depan wajahnya. 

Ceye mengangkat lehernya tinggi-tinggi. "Lo yang selama ini ketipu sama Ranya," ujarnya dengan seulas senyum sinis. "Ranya nggak kayak yang lo kira."

"Apa sih yang lo tahu tentang dia? Bukannya dari dulu lo sama anak-anak lain yang nggak setuju gue pacaran sama Ranya? Lo semua nggak pernah setuju kan gue kenal sama dia?! Tapi perrnah nggak sih lo mikir kalau Ranya adalah orang yang nyelametin gue dari rasa nggak percaya diri gara-gara selalu kalah diantara kita berempat? Gue nggak berkembang di Anchorbolt, Ye! Gue nggak kayak lo, Faiq, atau Dewa yang tanpa nama Anchorbolt pun bisa berkarier masing-masing! Gue butuh waktu untuk Ranya tanpa diganggu lo semua. Tapi apa? Lo bertiga ikut campur seakan-akan keputusan gue jadi additional player dia tuh salah!"

"Oke, Ranya emang baik sama lo! Tapi Ranya baik-baikkin lo karena dia butuh lo, Sak. Inget, gimanapun hubungan lo sama dia awalnya karena kerjaan. Ranya udah ngambil lo dari Anchorbolt! Lo kelewatan, Sak, sumpah! Gue kira komitmen lo di band kita nggak serendah ini. Ternyata lo nggak ada makasih-makasihnya ya sama band lo sendiri?"

Gue nggak pernah mengira akan datang hari di mana gue ingin sekali menonjok teman band gue sendiri. "Jaga omongan lo!"

Buk! 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 02, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

IkralunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang