14. Tuduhan

3.8K 520 124
                                    

Walau dunia membenci atas kesalahanmu. Aku tetap menjadi pendukung terbaikmu.
Arkan


Memang benar, akan ada hampa bila orang yang terbiasa bersama kita tiba-tiba pergi. Dan kini, Nendra merasakan itu. Bila setiap pagi dia melihat Arkan tertidur di sebelahnya, kini tidak ada lagi. Bila setiap pagi dia harus memperhatikan Arkan agar anak itu tidak membuatnya pusing, kini tidak perlu lagi. Pagi Nendra kembali damai. Hanya sedikit berisik dari tiga adiknya saja.

Bila saja Nendra bisa berdamai dengan hatinya, mungkin dia akan memilih menemui Ayah. Mengatakan bahwa Arkan membuatnya tak bisa berpisah. Bahwa dia rindu arti keluarga yang selama ini tak pernah menganggapnya. Tapi, Nendra tidak bisa. Ada sesuatu yang membuatnya bertahan dengan luka masa lalunya.

"Kenapa sih, Dra? Muka lecek banget, kagak punya duit lagi?"

Leon melirik Nendra yang baru saja selesai dengan pekerjaannya, dan kini sedang beristirahat di kursi belakang.

"Bingung gue. Aneh banget ya rasanya nggak ada Arkan. Padahal gue sama dia nggak ada sebulan, tapi waktu dia pulang, rasanya aneh banget Le."

"Gue ngerti, kok. Ya, namanya aja lo ada hubungan darah sama dia. Nggan mungkin kalau lo nggak ngerasa kehilangan, kan?"

Nendra mengangguk. "Gue nggak nyangka bisa nerima dia kayak gini."

"Itu artinya lo udah berdamai sama masa lalu lo."

"Berdamai sama Arkan, bukan masa lalu!" sahut Nendra lalu bangkit. Niatnya menghampiri satu pelanggan yang baru saja masuk ke bengkel, namun fokus Nendra beralih pada Rio yang kini berlari ke arahnya.

Wajah panik Rio seketika membuat Nendra berjalan mendekat. Menyerahkan pelanggan yang baru datang tadi kepada Leon. Seakan mengerti bahwa Rio pasti mencarinya.

Saat sudah berhadapan, Rio menarik Nendra menjauh. Memastikan dirinya hanya berdua, dan tidak ada yang akan mendengar percakapan mereka.

"Lo kenapa?" tanya Nendra sedikit bingung.

"Gawat, Dra! Gawat!" Rio masih mengatur nafasnya yang memburu.

"Iya, kenapa? Apa yang gawat? Lo ngomong yang bener dulu!"

"Lo buronan!"

Kalimat Rio membuat Nendra terdiam. Buronan? Dia salah apa?

"Lo jangan bercanda!"

"Gue serius, sumpah! Tadi ada polisi yang dateng ke warung Bang Heru, nanya lo. Tapi Bang Heru ngaku nggak kenal. Lo harus cepet pergi, Dra. Kayaknya ada yang ngelaporin lo tentang kasus pencopetan, dan polisi ngira lo salah satu dari anak buahnya Bang Jaki."

Kesialan Nendra seakan datang bertubi. Belum selesai dia memikirkan perpisahannya dengan Arkan, hal yang lebih konyol harus dia hadapi. Seingatnya, bertahun-tahun menjadi copet, dia tak pernah ketahuan. Semua hilang tanpa pelaporan. Tapi kini, mengapa dia langsung menjadi buronan? Dunia benar-benar sedang mempermainkannya.

"Pergi, Dra! Gue serius kalau lo nggak aman. Jangan ajak adek-adek lo. Jangan sampai mereka terlibat!"

Nendra masih terdiam. Tidak menyangka bahwa akan ada waktunya dia merasakan dunia menghakiminya. Dan ini dia rasakan saat dia sudah memilih untuk berubah.

"Dra?"

"Oke! Makasi, ya. Gue harus ngomong sama adek-adek gue. Sekarang mereka di mana?"

"Tadi gue udah suruh pulang. Sekarang lo balik ke kontrakan, kayaknya mereka udah di sana. Lo hati-hati, ya. Maaf gue nggak bisa bantu banyak."

The Reason ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang