Aku hanya tidak rela, ada yang memperhatikanmu lebih dari aku.
Nendra•
•Hari ini kondisi Arkan sudah cukup membaik. Demamnya sudah turun, walau wajahnya masih pucat. Nendra juga bingung, harus meninggalkan Arkan sendiri atau membawanya ke tempat Adi. Karena kini Nendra tidak bisa meminta bantuan siapapun untuk menjaga adiknya, selain dirinya sendiri. Dia takut, kondisi Arkan menurun saat tidak ada dirinya di sana.
"Lo ikut gue, ya? Tapi kalau nanti sakit lagi, gue izin sama Adi buat anter lo balik."
Arkan mengangguk, "Gue duah sehat, Kak. Jangan dipikirin. Gue janji nggak akan buat lo panik kayak kemarin. Untuk kemarin, gue minta maaf ya? Nanti gue bilang ke Bang Adi permintaan maaf, biar upah lo nggak dikurangi."
Nendra tersenyum, mengusap pelan rambut Arkan sebelum bangkit untuk mengambil hodie milik adiknya. "Enggak usah aneh-aneh, Adi nggak akan marah. Dia pasti ngerti," sahut Nendra lalu memberikan hodie hitam itu pada Arkan.
"Kak, lo aneh deh. Belakangan ini jadi manis banget masa. Gue jadi takut," ucap Arkan sambil memakai bajunya, sebelum bangkit mendekati Nendra.
Namun tepat saat dia berdiri di hadapan Nendra, satu jitakan pelan dia dapatkan tepat di keningnya. "Seneng, bukan takut! Gue nggak pernah kayak gini sebelumnya. Sama lo doang ni. Terpaksa juga karena lo adek gue!" ucap Nendra.
Wajah Arkan berubah cemberut, sebelum Nendra kembali menariknya pergi. Tahu sekali adiknya pasti kesal. Tapi percayalah, entah sejak kapan, umpatan Nendra adalah bukti rasa sayangnya.
Nendra tak tahu, apa mengajak Arkan ke tempat kerjanya adalah keputusan yang benar atau tidak. Yang pasti, pandangan Adi saat mereka datang membuatnya tidak suka.
Dia tahu Adi sedih kehilangan adiknya. Tapi bukan berati Adi bisa merebut hati Arkan seperti itu kan?
"Arkan biar tunggu di sana aja," ucap Nendra pada Adi yang sudah berjalan menghampiri mereka.
"Kalau di sana nanti kepanasan. Apalagi Arkan baru sembuh. Biar di sini aja sama gue. Gue nggak akan apa-apain Adek lo, tenang aja."
Nendra melirik ke arah Arkan sebentar sebelum mengangguk. Benar juga, dia tidak boleh egois. Padahal apa yang Adi berikan pada Arkan, itu baik untuk adiknya.
Akhirnya Nendra setuju untuk meninggalkan Arkan dengan Adi lagi. Sedangkan dia lanjut bekerja.
Ada banyak hal yang dia takutkan bila Arkan dekat dengan Adi. Takut adiknya terlampau nyaman, karena Adi memberikan semua yang Arkan perlukan. Takut bila Adi memiliki pemikiran untuk merebut Arkan darinya.
Walau semua hanya ketakutan Nendra, tapi sungguh itu sangat mengganggu. Dia tidak pernah melihat Arkan sedekat itu dengan orang baru. Apalagi, orang yang tidak terlalu Nendra kenal.
Sedangkan Arkan terlihat nyaman-nyaman saja. Mungkin tidak tahu bila kakaknya menyimpan cemburu saat melihatnya dengan Adi.
"Minum dulu." Adi mendekatkan kotak susu ke hadapannya. "Nanti Abang bungkus lagi buat kamu di rumah."
"Enggak usah, Bang. Ini aja. Biar nggak ngerepotin." Sahutnya tidak enak. Apalagi Adi itu bos Nendra, dia tidak mau bila nanti kakaknya mendapat masalah.
"Siapa yang ngerepotin, Abang ikhlas. Anggap aja ini bantuan, biar kamu cepet sembuh. Atau nanti sore, kita ke rumah sakit ya. Biar bisa tahu kamu kenapa."
"Enggak usah, Bang. Aku udah sehat, bener." Sahutnya yakin, yang dibalas anggukan oleh Adi.
Arkan tidak ingin menerima semua pemberian Adi. Karena dia rasa, itu terlalu berlebih untuk seorang Adik dari karyawannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Reason ✔️
Подростковая литература[Brothership & sick story] "Bila ada yang lebih sakit dari sebuah kebohongan, Nendra yakin itu sebuah penghianatan." Semesta memang tak pernah menjanjikan bahwa hidup bahagia adalah bagian dari takdirnya. Tapi, dia tahu, bagaimana cara mencari baha...