Bab 1: Pertemuan

8.7K 779 87
                                    

Dunia itu kejam. Saat kamu berusaha membencinya!
Nendra


Teriknya matahari masih menjadi teman Nendra hari ini. Bahkan dia dan mereka yang memiliki nasib tak jauh berbeda. Tidak peduli dengan panas dan kotor yang sudah pasti mereka temui.

Berbeda dengan orang-orang di luar sana, yang mementingkan gengsi hanya untuk sebuah obsesi. Bagi Nendra, gengsi itu tidak ada harganya. Yang terpenting adalah bagaimana menghasilkan uang, walau hanya satu koin lima ratus rupiah.

"Lo yakin perumahannya di sini?" Nendra menghentikan motornya di depan pintu masuk sebuah perumah elit.

Hari ini, Nendra dan Leon mendapat tugas untuk mendatangi pelanggan Pak Jaya di sebuah perumahan elit. Peluang bagus untuk mereka, terutama Nendra. Apalagi bila mendapat panggilan langsung ke rumah customer, biasanya mendapat bonus berlipat ganda. Rejeki yang tidak akan Nendra sia-siakan, walaupun jaraknya cukup jauh.

Leon kembali melihat lembaran kertas yang dibawanya, lalu mengangguk. "Si bos sih nulis gini, Dra. Kenapa memang?"

Nendra menggeleng. "Nggak. Lo lihatin nomber rumahnya. Jangan buat gue berhenti mendadak."

Sebenarnya, Nendra ingat dengan perumahan ini. Perumahan dengan nama 'Giri Asri', tempat tinggalnya dulu. Walau sudah banyak yang berubah, namun bangunan elit disini tetap terlihat begitu megah. Tempat yang dulu menjadi kebanggaannya. Iya, dulu. Sebelum kontrakan satu petak menjadi tempat paling nyaman untuk ditinggali.

"Sebelah sana, Dra! Yang gerbangnya item." Ucapan Leon sontak membuat Nendra menarik rimnya tiba-tiba.

"Seriusan?"

"Lah, iya! Dari tadi lo nggak percaya banget sama gue! Kenapa sih?"

Nendra kembali menggeleng, lalu melajukan motornya menuju satu rumah disebelah rumah Ayah. Dia harap tidak akan bertemu laki-laki itu di sana.

Pandangan Nendra sempat terkunci pada rumah milik ayahnya. Memunculkan memori yang sempat dia kubur selama belasan tahun. Di tempat ini, dia pernah mengecap bahagia. Sebelum hatinya mati rasa.

"Sumpah aneh banget lo dari tadi. Buruan masuk!" Leon menarik Nendra, membuat anak itu mau tidak mau mengikuti langkah Leon.

🌵🌵🌵

"Kamu itu nyusahin, ya! Tante suruh ini nggak bisa. Tange suruh itu, nggak bisa! Kamu bisanya apa, sih? Nggak pernah di ajarin apa-apa sama Mama kamu, ah?!"

Arkan bangkit. Setelah mengatur nafasnya yang mulai lelah setelah dipaksa mengepel lantai. Padahal Tante Renata tahu bila Arkan memilki asma. Tapi dengan sengaja menyuruh Arkan melakukan apapun semaunya. Dengan ancaman, dia bisa melaporkan Arkan yang tidak-tidak pada papanya.

Tante Renata itu bak malaikat berbisa. Di depan Papa, dia bisa sangat manis. Bahkan ucapan Tange Renata mampu meyakinkan Papa, bahwa apa yang dikatakannya benar. Dan bukan hanya sekali Arkan menjadi korban fitnah dari Tante Renata.

"Jangan bawa-bawa Mama, kalau Tante mau marahin aku!"

"Oh berani kamu melawan Tante, ya!"

"Salah? Maaf Tante, aku udah muak denger omongan sampah Tante! Aku nggak takut sekalipun Tante itu Adik Papa!"

Plak!

"Bisa nggak kalau kamu ngomong sama Tante yang sopan! Anak dari selingkuhan aja, jangan sok kamu. Harta Papa kamu, nggak akan jatuh ke tangan kamu, kalau aja kamu ikut mati sama Mama kamu!"

The Reason ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang