Aku hanya perlu meredam gengsiku, untuk mengesampingkan egoku. Menjauhkan luka serta benci yang sebelumnya berhasil aku tata.
Nendra•
•Bila waktu bisa Nendra putar, dia tidak akan mengembalikan pada detik di mana dia meraih tubuh Arkan yang terjatuh. Tapi, jauh sebelum itu. Saat Nendra harusnya berani berucap bahwa Arkan memiliki arti penting sejak pertama mereka bertemu.
Dalam diam Nendra berpikir. Bila saja sejak awal dia memang membenci, dia tidak akan membawa Arkan ikut bersamanya. Dia tidak akan rela membagi tempat tinggal dengan orang yang dia benci. Dia tidak akan memikirkan ucapan Bang Jaki yang mengancamnya. Terlebih, dia tidak akan semarah itu hanya karena terlalu khawatir.
Tanpa Nendra sadari, hadir Arkan itu candu yang dia bungkus dalam balutan tanggung jawab.
Bahkan, hatinya benar sakit saat melihat bagaimana nafas adiknya melemah didekapnya. Tanpa berpikir panjang, Nendra langsung membawa Arkan ke Klinik dekat kontrakannya. Dia belum memiliki cukup uang untuk membawa Arkan ke rumah sakit.
Untuk biaya saat ini saja, Nendra mau tidak mau harus meminjam. Untung ada Bang Heru yang berbaik hati mengijinkannya berhutang. Bila tidak, dia tidak tahu apa Arkan bisa ditangani atau tidak.
Nendra tidak tahu bagaimana Arkan bisa bertahan satu hari melawan sesak nafasnya. Berlari menghindari Bang Jaki hingga berhasil lolos. Nendra tidak menyangka bahwa Arkan rela berjuang sejauh itu.
Pandangannya tidak lepas dari wajah Arkan yang tertidur lelap. Masih dengan bantuan masker oksigen. Kata Dokter, mungkin Arkan harus dirawat. Awalnya Nendra ingin menolak, tapi niatnya urung saat melihat bagaimana wajah pucat Arkan di sana. Uang bisa dia cari setelah ini, untuk menutup biaya pengobatan Arkan, biaya kontrakan, dan hutangnya pada Bang Heru. Dan mau tidak mau, biar dia kembali berbadapan dengan dosa.
Perlahan kedua kelopak mata Arkan terbuka. Menyesuaikan cahaya, hingga dia menemukan sosok Nendra yang berdiri disebelahnya.
Mata Arkan langsung membola. Dia tidak mungkin tidak tahu di mana dia sekarang. Tapi, bukankah ini berlebihan?
"Mau kemana?" Nendra menahan tangan Arkan yang mencoba melepas masker oksigennya. Mungkin bila anak itu kuat, dia sudah kabur saat ini juga.
"Pulang. Kita pulang aja. Gue punya obat di tas," ucapnya.
"Nggak, nggak. Lo istirahat di sini."
Arkan kembali menggeleng. "Gue nggak punya uang, Kak."
"Gue ada, lo tenang aja. Jangan pikirin itu dulu."
Tapi Arkan tidak peduli, dia ingin pulang. Dia tahu Nendra tidak akan memiliki cukup uang untuk biaya rawatnya. Dia tidak mau bila Nendra akan marah lagi. Mengatakan bila dia menyusahkan.
"Iya, kita pulang. Tapi gue bilang dokter dulu." Putus Nendra akhirnya. Berjalan cepat keluar ruangan untuk menemui dokter yang merawat Arkan.
Hingga beberapa menit kemudian, Nendra datang dengan seorang perawat. Setelah menyelesaikan semua urusan, termasuk administrasi.
"Kita pulang setelah lo lepas infus," ucap Nendra. Membiarkan perawat tersebut melepas infus di tangan Arkan.
Arkan diijinkan pulang dengan syarat harus beristirahat total di rumah. Kondisinya drop karena terlalu kelelahan.
"Kalau ada keluhan langsung dibawa ke sini lagi ya, Mas."
Nendra menganguk, sebelum perawat tersebut meninggalkan mereka. Pandangannya kembali beralih pada Arkan yang sudah berusaha bangkit.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Reason ✔️
Teen Fiction[Brothership & sick story] "Bila ada yang lebih sakit dari sebuah kebohongan, Nendra yakin itu sebuah penghianatan." Semesta memang tak pernah menjanjikan bahwa hidup bahagia adalah bagian dari takdirnya. Tapi, dia tahu, bagaimana cara mencari baha...