Selamat Membaca
"Duh gua jadi pengen boker gini, ahila mana ac nya dingin banget" batin Riza
Riza terpaku ketika melihat ada sosok Vian yang sedang duduk di hadapan pak Juan, seketika riza merasa gugup dan... ya! Kebelet buang air, itu telah menjadi kebiasaan riza ketika ia merasa gugup kalau ada seseorang yang bisa dibilang "istimewa" di hadapannya. Seperti sebuah kutukan memang -_-
Riza tersadar dari lamunan nya dan bergegas memasuki ruang kesiswaan. Saat ia ingin duduk ia sempat melihat-lihat ke arah lain yang ternyata tak ada tempat yang cukup untuk ia pilih. Dan yang tersisa hanya sebuah kursi yang terletak persis di belakang kursi Vian dan sangat dekat dengan Vian.
"Duh kenapa posisi nya harus di deket dya sihhh" batin riza sambil menahan rasa gugupnya.
"Riza kamu gapapa kan? Muka kamu agak merah" tanya sesil yang duduk di samping riza. Ia heran dengan muka riza yang terlihat seperti kepiting rebus.
"E-eh iya aku gapapa kok, oh ya kamu bawa catatan bendahara kan?" Riza mengelak dan menutupi rasa gugupnya.
"Iya ini aku bawa buat laporan nanti ke pak Juan" sesil
Pak Juan pun mulai menjelaskan dan melihat laporan yang di berikan para penanggungjawab acara, ia juga menjelaskan dengan detail beberapa persiapan mendekati hari H yang harus segera diselesaikan. Namun riza seperti kurang fokus dengan apa yang dibicarakan pak Juan, dan ia pun tidak bisa memahami apa yang telah dijelaskan oleh pak Juan.
"Riza kamu sudah buat list undangan untuk universitas dan perusahaan sponsor kan? Jangan lupa untuk stand sponsor kamu konfirmasikan lagi ke mereka" tanya pak Juan yang sontak membuat Riza kaget.
"Hah? M-maksudnya pak??" Jawab riza gugup.
Akhirnya pak Juan menjelaskan kembali secara singkat, namun riza masih tidak paham. Mungkin karena rasa gugupnya.
"Maksudnya pak Juan kamu harus buat list undangan untuk universitas dan perusahaan sponsor. Dan kamu konfirmasi soal stand sponsor"
Tiba-tiba kepala Vian menoleh ke belakang dan memberi penjelasan dengan suara lembutnya.
Jantung riza seakan ingin copot."O-oh begitu ya iya saya mengerti, dan ini pak sudah saya buat list undangan nya" jawab riza
Ketika riza ingin berdiri dan memberikan buku agendanya, tiba-tiba tangan Vian meraih buku riza dan menyodorkannya kepada pak Juan yang berada persis di depan Vian. Riza hanya bisa terdiam menahan kegugupannya, sepertinya guru itu memang suka membuat jantung riza ingin copot.
"Pak kalau begitu saya mau nge print laporan keuangan dulu ya bareng sesil" ujar riza
"Oke yasudah, kamu bisa print di komputer yang ada di ujung sana dekat jendela" jawab pak Juan
"Baik kalau begitu pak"
Riza bernafas lega, akhirnya ia bisa menghilangkan rasa gugupnya karena bisa cukup menjaga jarak dengan kak Vian.
Riza dan sesil pun segera menyalakan komputer untuk mengeprint beberapa berkas dan laporan keuangan. Namun ketika mereka baru ingin mencetaknya tiba-tiba mesin print pada komputer itu macet.
"Yah gimana dong nih,aku ga ngerti lagi" sesil
"Duh sama aku juga ga ngerti cara benerinnya minta tolong aja kali ya" balas riza
"Yaudah aku ke pak juan dulu buat minta tolong" sesilSesil menghampiri pak Juan dan meminta tolong untuk membantu mereka. Karena jarak yang cukup dekat riza masih bisa mendengar jawaban pak Juan.
"Oh printer nya macet yah, Vian tolong kamu bantuin mereka gih kamu kan tau caranya" pak Juan
KAMU SEDANG MEMBACA
Lembar Sinopsis
No FicciónRiza Lidyana gadis yang tidak pernah menemukan seseorang yang bisa benar-benar mencintai dirinya, ketika ia sudah hampir tidak percaya dengan adanya cinta. Takdir mempertemukan dirinya dengan Vian Fernand Pratama sosok laki-laki panutan yang baik. S...