20. Believe Me!

8 0 2
                                        

"Memisahkan dua unsur yang berbeda, bukan perkara yang mudah. Sama halnya seperti antara logika dan perasaan."
~RLdynt

(Recomend backsound : K.Will-The Only One Person OST Pinocchio)


***

Riza's Pov.

Ditampar dua kali dengan kenyataan? Entah ceritaku terlalu menyedihkan atau memang seperti ini adanya.
Aku hanya tak habis pikir dengan kenyataan yang ku dengar. Bagaimana bisa apa yang dikatakan ka Vian tidak sesuai dengan yang dikatakan ka Syafra.

Arghh kenapa ini dua kali lebih menyakitkan. Aku mengepal tanganku dengan kuat, kesal. Itu yang kurasakan.

Apa yang lebih menyakitkan dari kenyataan yang ditutupi dengan kebohongan? Kecewa. Pastinya, selama ini aku percaya dengan apa yang ia katakan dan sangat menghargai keputusannya.

Tapi kenapa? Aku harus sakit untuk kedua kalinya.

Arghhh!!! Aku bangkit dari bangku di kelasku. Rasanya aku tidak mood untuk sekolah, sayangnya hari ini ada ujian yang memaksaku untuk hadir.

Huuftt. Setelah menarik nafas aku bisa merasakan sedikit ketenangan dan kembali untuk sedikit tersenyum. Aku memutuskan untuk pergi ke kamar mandi dan mencuci mukaku yang sudah seperti kain kusut. Abaikan Sharen dan Sinta yang sedari tadi bawel menyuruhku ke kantin.
Sudah tak ada nafsu lagi untuk makan.

Setelah mencuci muka niat nya aku ingin kembali ke kelas, memasang earphone dan menatap jendela dengan tenang. Sialnya di tengah lorong kenapa aku harus bertemu dengan ka Vian, disaat diriku sedang dibuat kacau olehnya.

Dia menatapku dengan lekat, ah sudahlah memang dia selalu begitu. Selalu memikirkan hal itu hanya membuatku semakin bingung dan sulit untuk melupakannya.

Salahkan hatiku dan diriku yang selalu bersikap sensitif saat ada masalah dengan hati.

Saat berpapasan aku hanya menatap kedepan melaluinya. Tanpa membalas tatapannya, aku hanya memandang lurus kedepan seolah tak ada siapapun.

"Riza, kita perlu bicara." Ucap Vian setelah dua langkah berjalan dariku.

Dibaliknya aku hanya menarik nafas kasar sambil terpejam. Ia langsung menarik tanganku dan membawaku entah kemana tanpa seizinku.

Ia membawaku ke rooftop, setelah melepaskan genggamannya ia menatapku dengan lekat. Aku enggan untuk memulai pembicaraan, Toh dia yang ingin bicara kan?

"Maaf atas jawaban saya waktu itu" katanya yang masih terus menatapku. Aku hanya menoleh dan menaikan satu alisku.

"Maaf jika saya sudah menyakiti perasaanmu"
"Saya ga tau harus gimana lagi"

Aku hanya masih terdiam. Jujur karena bingung, dengan perasaanku dan juga dengan apa yang ia katakan. Aku masih mencerna itu semua.

"Kamu mau kan maafin saya?"

"Kenapa saya harus maafin kaka dan kaka harus minta maaf ke saya?"

Ka Vian langsung menaikan satu alisnya, dari raut muka nya ia terlihat terkejut dengan apa yang kukatakan.

"Huuft jujur saya ga paham sama perasaan saya sendiri Riza" ucapnya setelah menari nafas dengan berat.

"Lalu?" Jawabku

"Iya saya ga tau sama perasaan saya sendiri, saya merasa bersalah sama kamu. Dan..."

"Dan apa ka?!" Jawabku yang sudah malas menatap wajahnya.

"Dan saya merasa bingung bagaimana menyikapi perasaan saya sendiri. Saya selalu memikirkan kamu za"

"Saya ga tau, apakah saya mulai mencintai kamu." ucapnya yang telah mengeluarkan segala uneg-unegnya.

Aku hanya bisa membisu. Aku sendiri membatu mendengar apa yang ia ucapkan. Jujur sampai saat ini aku pun masih mencintainya, perasaanku masih tersimpan untuknya. Tapi... Aku harus membuka mata dan hatiku sendiri, lihat keadaannya? Dibalik sana ada seorang wanita yang juga mencintainya, yang sudah lama menaruh harap kepadanya. Aku tau mungkin rasa cinta ka Syafra jauh lebih besar dariku, mungkin memang sudah cukup, Sudah seharusnya aku mengakhirinya, bukan hanya melupakannya tetapi menghapus perasaan untuknya dan melepaskannya.

Aku menghembuskan nafas dengan berat dan memulai semua apa yang harus ku katakan.

"Huuft. Ka Vian, saya tau kaka hanya merasa bersalah dengan saya atas jawaban itu. Jika kaka saat ini mulai mencintai saya, hal itu hanya ka Vian sendiri yang bisa memahaminya" ucapku berhadapan dengannya.

"Jujur. Memang sampai saat ini saya masih mencintai kaka, tetapi disana tanpa ka Vian menyadarinya. Ada seorang perempuan yang juga mencintai kaka, dan saya tau rasa cinta dia ke kaka jauh lebih besar dari saya." Ucapku yang setengah mati menahan tangis yang ingin keluar.

"Siapa perempuan itu!"

"Saya mencintaimu Riza! Saya baru menyadari dan merasakannya sekarang!" Ucap ka Vian yang spontan menggenggam kedua tanganku.

Aku terdiam sejenak, memejamkan mataku menahan desakan air mata. Perlahan ku buka kembali mataku, dan perlahan melepas genggaman ka Vian.

"Ka Syafra? Saya sudah tau semuanya" ucapku secara perlahan.

"Dari mana kamu kenal dia? Dia hanya sahabat saya sejak sekolah za" ucap ka Vian, namun dari wajah nya nampak bingung dan terkejut.

Aku hanya tersenyum dan melanjutkan ucapanku.

"Ka... maaf. Aku memang mencintai kaka, tapi aku rasa sebaiknya kaka memahami perasaan dan hati kaka sendiri. Terkadang kita memang sulit memahami perasaan dan hati kita sendiri, sampai tanpa sadar kita mengambil keputusan hanya berdasarkan perasaan dan emosi hati sesaat. Tanpa memperhatikan perasaan dan isi hati kita yang sesungguhnya."

"Aku memang mencintai kaka, dan sekarang kaka bilang kalo kaka mencintai aku. Tapi aku yakin di hati ka Vian yang sesungguhnya bukan aku yang ada disitu. Jangan membohongi perasaan kaka sendiri hanya karena kaka merasa bersalah. Aku gapapa ka"

Ka Vian masih hanya terdiam dan menyimak semua yang ku ucapkan.

"Kaka harus mengenali hati kaka sendiri yah, jangan terus membohongi perasaan kaka sendiri. Ka Syafra lebih pantas bersanding dengan kaka dibandingkan aku. Saya tau kalian saling mencintai, dan saya akan merasa bahagia ketika dua orang yang sangat saya sayangi bisa saling bahagia dengan seutuhnya."

"Saya, akan bahagia melepas seseorang yang sangat saya cintai untuk dia bahagia bersama seseorang yang benar-benar ia cintai."

"Percayalah ka" ucapku yang berusaha untuk tersenyum dan terlihat tegar.

Ka Vian yang sedari tadi membisu langsung memeluku, mendekapku dengan erat, sempat kucoba untuk melepasnya tetapi ia semakin erat memeluku.

"Terima kasih Riza...."
"Mungkin saya memang tak tau siapa yang benar-benar saya cintai. Tapi yang jelas saya akan mencoba untuk mengenali diri saya sendiri, hati saya sendiri. Sebelum saya mencintai seseorang"

Aku melepas pelukannya dan mencoba untuk tersenyum.

"Semoga kaka bahagia dengan orang yang kaka cintai dan mencintai kaka juga. Saya permisi ka. Terima kasih karena sempat membuat saya bahagia dan memiliki kenangan yang manis untuk diingat. Meskipun semuanya sekarang hanya telah menjadi kenangan"

Tanpa menunggu apapun aku langsung pergi meninggalkan ka Vian, meski berkali-kali ka Vian memanggil aku hanya diam dan terus berjalan. Seketika air mata telah jatuh membasahi pipiku, semua tangis yang ku tahan meledak sesaat aku pergi darinya.

"Cinta, bukan hanya tentang kita harus memilikinya. Tetapi cinta adalah dimana kita bisa berkorban untuknya dan merelakan sebuah kepergian untuk kebahagiaan dia, yang kita cinta." ~Riza Lidyana

To Be Continue.....
Terima Kasih telah membaca.
Vote & Komen jika suka.
Maaf jika masih tak layak untuk disebut sebuah cerita.
Terima kasih
~RLdynt

Lembar SinopsisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang