17. Cerita Yang Belum Usai.

3 0 0
                                    


Tak usah kau tanya mengapa aku kembali menulis cerita ini.
Jawabku hanya satu,
cerita kita belum usai.
~RLdynt

***

"Mungkin dia kecewa dengan apa yg dia dengar saat itu."
"Bukan mungkin, tapi memang kecewa."
"Tapi jujur saat itu saya ngga ada rasa suka ke Riza. Apalagi cinta"
"Tapi..."

Arghhhh!!!

Vian mengusap wajah perlahan dan menghembuskan napas nya dengan tenang.

Ia bingung dengan dirinya sendiri dan perasaannya. Sejak bertemu dengan Riza ia merasa ada sesuatu yang berbeda dari dirinya.

Tidak bisa disebut suka atau cinta, hanya saja seperti ada sesuatu hal yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

"Dan sekarang gua harus apa? Gua harus gimana?"

Vian berbicara dengan dirinya di hadapan cermin. Ia telah rapih menggunakan stelan formal celana panjang hitam, kemeja merah marun, dasi hitam. Dengan rambut yang disisir rapih mengarah kebelakang.

Tampan.

"Maaf Riza kalau saya udah bikin kamu sakit hati. Maaf sudah mengecewakanmu"

"Dan saya tidak tau bagaimana cara untuk meminta maaf ke kamu"

Huuuufftt

Vian kembali menarik napas dengan berat, setelahnya ia mengambil tas dan memakai sepatu pantopelnya.

Setelah berpamitan dengan orang tua nya ia bergegas menyalakan mobilnya dan pergi menuju sekolah.

***

Riza berjalan di tengah lobi menuju tangga arah kelasnya di lantai dua, sekolah belum terlalu ramai karena masih sangat pagi. Hanya ada beberapa murid rajin yang datang ke sekolah dengan awal, menghindari terlambat salah satu alasannya.

Ia menaiki anak tangga satu persatu
saat di tengah tangga, baru ia sadar di samping nya sudah ada Vian yang juga sedang menuju lantai dua.

Entah bagaimana Riza tak sadar kalau sedari tadi ada Vian dan bagaimana ia juga bisa lupa kalau di dekat kelas nya persis ada ruang BK. Dan di tengah tangga yang besar itu hanya ada mereka berdua. Awkward.

"Pagi Riza"

Vian menyapa Riza dengan ramah dan senyuman khasnya. Riza tersentak kaget dan menoleh ke arah Vian.

"Em iya pagi ka"

Riza berusaha sekuat mungkin mengatur perasaannya. Hanya ada mereka berdua di tangga itu yang membuat mereka harus berjalan beriringan meskipun dengan jarak yg cukup renggang dan suasana yang hening.

"Jam segini emang masih sepi ya di sekolah?" Tanya Vian.

"E-e iya kak" Riza menjawab sebiasa mungkin.

"Oh begitu ya"

Setelah mengakhiri percakapan Vian langsung berjalan mendahulukan Riza, dan bergegas masuk ke ruangan nya. Dan Riza yang masih terheran dengan hati yang seolah kejang hanya terdiam dan berjalan perlahan menuju kelas.

Dan tanpa mereka ketahui....
~~~
{Ruang BK}

Huuufttt....

Vian menutup pintu rapat dan bersandar lemas dibalik pintu. Ia terduduk di lantai, mengusap wajah nya perlahan dan menghembuskan napas nya dengan berat.

"Lemah banget gua"
"Kenapa gua ga bisa minta maaf ke dia"
"Kenapa gw malah seolah acuh ke dia"
"Sampe kapan begini terus"
"Kapan gua bisa lupain ini semua"

Vian bangkit kembali dan merapihkan dirinya. Mencoba untuk tenang dan mengatur perasaannya.

Hufftt.....

"Gw harus bisa cari waktu yang tepat buat minta maaf ke Riza"
"Ini harus diselesaikan supaya perasaan aneh di dalem diri gua bisa hilang"
~~~
{Kelas 11 B}

Riza menaruh tas nya di laci meja, ia terduduk lemas dan menarik napas dengan berat.

Perasaannya kacau, masih sepagi ini hati dia sudah digoncang dengan kejadian yang tak pernah ia duga. Yang terasa menyiksa tetapi di hati kecil ada rasa bahagia.

"Engga, ini udah cukup."
"Gua ga boleh membuka hati lagi"
"Jangan berharap apapun lagi"
"Yang tadi hanya kebetulan, dan dia hanya bersikap ramah."

Huuufttt.....

Riza menyandarkan kepala nya di atas meja, tatapan nya hanya kosong dan sendu. Mengingat tentang kejadian beberapa menit yang lalu.

Kejadian yang sederhana dan bukan apa-apa, tetapi dapat menggoncang hati jika yang terlibat adalah perasaan.

***
(Recomended Song: Lucia, Tears in My Heart. Still17 OST)

16.00
Bel pulang sudah bunyi sejak 30 menit yang lalu. Masih banyak anak-anak yang singgah untuk mengerjakan tugas maupun hanya sekedar melepas penat sejenak.

Riza berada di tempat favoritnya, duduk di bangku taman di bawah pohon. Sendirian, tetapi tenang dan nyaman.

"Jangan lemah hanya karena sebuah angan."

"Terkadang kenyataan memang tak semulus dengan apa yang diharapkan."

"Mulai hari ini, aku akan melupakanmu, kenangan kita. Dan semua tentang kamu." 

"Selamat tinggal ka Vian."

"Aku akan berusaha untuk melupakan."

Riza mengepalkan kedua tangan nya, air mata mulai membasahi wajahnya.
Semakin deras isak tangisnya, tubuhnya bergetar. Begitu sesak rasanya ia menangis sejadi jadinya.

~~~~~
Senja ini menjadi saksi
Jika ditanya sebesar apa ku berjuang.
Senja ini menjadi saksi
Tentang
Air mata yang terkuras, hati yang diterpa badai deras, dan rasa yang dilawan dengan keras.
Senja ini....
Menjadi saksi.

To Be Continue.....

Wait to the next chpater
Thank you for read this story :)

Lembar SinopsisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang