5. Strawberry Wine (2)

74 8 0
                                    

#NP Deana Carter - Strawberry Wine

Like strawberry wine and seventeen, the hot July moon saw everything

My first taste of love, oh, bittersweet

Green on the vine, like strawberry wine

Gia memegang piring nasi goreng dan gelas eh teh manisnya dengan erat, mencoba untuk mengumpulkan keberanian. Saat ini ia, yang merupakan seorang mahasiswi baru dari jurusan arsitektur, sedang berada di tengah-tengah kerumuman orang di kantin ramai yang jauh dari habitatnya. Demi melihat senior abangnya, ia rela berjalan jauh sendirian dan mengeksplorasi bagian kampus yang belum pernah didatanginya sebelumnya.

Gadis berambut hitam itu mencondongkan kepalanya ke kiri dan kanan, berusaha mencari setidaknya wajah familiar yang bisa diajaknya berbicara. Hampir semua meja sudah ada pemiliknya, tidak ada satupun dari mereka pernah dibawa oleh Gino kerumah, jadi Gia tidak mengenal siapapun. Beberapa dari mereka mencuri-curi pandang dan hal itu membuat Gia semakin gugup.

Ia menyesali tindakan impulsifnya yang langsung berjalan ke kantin Fasilkom tanpa bertanya-tanya dulu kepada Gino, atau minimal berbasa-basi mengajak abangnya itu makan siang. Mau mengambil ponsel pun ia tidak bisa karena kedua tangannya sedang digunakan dan tak ada meja untuk meletakkan makanan dan minumannya.

Duh, gimana nih, Gia semakin gelisah. Beberapa orang yang menyadari kegugupannya bersiul-siul dan menawarkan tempat duduk. "Neng, duduk sini aja, neng!"

Gia membalikkan badannya. Lebih baik ia keluar dan duduk di bangku taman tak jauh dari kantin ini. Ia akan lebih gampang mencari tahu keberadaan Bintang dari luar. Piring dan gelas ini akan ia kembalikan saat situasi sudah sepi.

Wajah Gia yang sudah mendung mendadak sumringah saat melihat seseorang berjalan melintasi lapangan parkir dengan membawa dua kopi Starbucks. Lelaki itu terlihat lebih tampan hari ini dengan kemeja yang digulung hingga dekat siku dan celana kain yang sedikit longgar. Gia terkikik sendiri, kalau Gino pasti akan memakai sesuatu yang slim fit karena jati dirinya yang sebenarnya adalah pria flamboyan pecinta fashion, bukan pecinta coding.

"Kak Bintang!" Gia meletakkan gelas minumannya dengan buru-buru di atas bangku lalu melambaikan tangan dengan semangat. Bintang awalnya tidak mendengar, tetapi kepalanya menoleh saat Gia berteriak untuk kedua kali. "KAK BINTANGGGG!"

Bintang mengerutkan alisnya bingung lalu berjalan menghampiri gadis dengan cardigan kuning yang memanggilanya. Pandangannya sudah mulai rabun jadi ia tidak menyadari siapa yang berteriak. Saat sudah mulai dekat barulah wajah Gia yang dipoles makeup tipis dan rambut panjangnya yang dihiasi dengan bando mutiara memasuki jarak pandangnya. "Gia?"

Gia mengangguk antusias. "Kak Bintang mau ke mana?"

Bintang duduk saat Gia menepuk-nepuk bangku di dekatnya. "Mau konsul skripsi."

"Trus dari mana?"

"Kantor."

Gia mengangguk pelan, bibirnya membentuk O. "Trus abis itu kemana?"

"Balik ke kantor."

Jawaban Bintang yang cukup singkat membuat Gia tidak tahu harus bertanya apa lagi. Ia sedikit bingung, memangnya percakapan yang bagus itu seperti ini ya? Bukannya harusnya kedua pihak saling bertanya dan kemudian saling menjawab?, pikir Gia gelisah.

"Kamu... nyariin Gino?" Bintang juga mulai canggung dengan jeda di antara mereka. Kenapa juga ia secara intuitif malah duduk saat melihat Gia menepuk-nepuk bangku?

Never NotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang