13. For Her

40 5 0
                                    

#NP Troye Sivan - For Him


You don't have to say "I love you" to say I love you

Forget all the shooting stars and all the silver moons

Bintang berusaha menyibukkan diri beberapa hari belakangan ini. Fakta bahwa ibu yang sudah lama tidak bicara dengannya menjadi faktor berakhirnya hubungannya dengan Gia membuatnya gundah. Pun dengan Gia yang tidak mau capek-capek menjelaskan apapun. Pun dengan...dirinya.

Bintang tidak benar-benar marah dengan Gia, ia hanya sedikit kecewa. Ia tahu akar dari semua permasalahan ini adalah dirinya sendiri. Masalah keluarga yang sulit dan penuh drama membuat Bintang enggan membawa Gia kedalamnya. Ia tahu, sekali saja gadis itu melangkah ke rumah keluarga besarnya, maka ia akan seperti dililit ribuan benang kusut dan akhirnya sulit untuk lepas.

Keluarga Sastrawidjaja sejak dulu sekali berkecimpung di politik. Sudah nama tua, setiap generasi pasti ada yang menjadi figur penting di pemerintahan. Semua anggota keluarga inti selain dirinya sekarang adalah politisi. Hanya ia sendiri yang melenceng dan mengambil jurusan IT. Satu-satunya hal yang dia putuskan sendiri dalam hidupnya.

Bintang sempat berpikir bahwa saat Ayahnya mengizinkan mengambil jurusan sendiri, ia sudah dekat dengan kebebasan yang selama ini ia inginkan. Bebas dari rancangan hidup yang sudah dirumuskan orang tuanya untuk mereka semua. Ayahnya juga memperbolehkan dirinya membeli sebuah apartemen yang tidak jauh dari kampus serta tidak pernah ikut campur dalam urusan kuliahnya. Tidak ada satu orangpun di kampusnya yang tahu identitasnya sebagai anak orang penting.

Ia merasa... cukup bahagia.

Rasa cukup itu berganti secara perlahan menjadi 'sangat' ketika gadis berseragam ospek muncul dengan berani dihadapannya. Gadis yang masih ada pita kuning di rambutnya serta wajah tembem dengan senyuman paling indah yang pernah di lihat Bintang. Hatinya yang sempat menginginkan kebebasan absolut mendadak ingin dipenjara dalam sepasang mata berkilauan itu.

Bintang tersenyum kecil mengingat hal itu. Wajah Gia sekarang sama sekali tidak berubah, hanya dipertegas dengan makeup dan pipi yang lebih tirus. Pria itu menggeser layar ponselnya untuk menampilkan foto Gia yang lain, kerinduan lekat dimatanya.

Andai saja...ah sudahlah. Mau sampai berapa 'andai saja' yang ia harapkan dalam hidupnya? Toh, manusia tidak boleh terlalu rakus dengan kemungkinan. Ia tidak ingin menjadi orang yang menyebabkan banyak kesusahan dalam hidup Gia. Tapi... ia juga tidak ingin kehilangan gadis itu.

Sekarang fakta bahwa kebebasan yang dulu ia punya hanyalah ilusi, seperti seekor kerbau yang dibikin kenyang sebelum disembelih.  Ibunya dan segala obsesi tentang menjalankan tradisi politik keluarga. Ayahnya yang akan melakukan apa saja untuk mempertahankan dinasti politiknya. Kedua orang ini sudah tahu tentang Gia dan sudah ikut campur. Itu berarti selama ini ia tidak pernah benar-benar diperbolehkan memilih.

Tapi kali ini, bolehkah ia menjadi sedikit egois?

***

"Pak, semua transaksi dan pengiriman kargo untuk Anggun, Co. sudah selesai. Apa kita perlu adain meeting evaluasi dengan pihak mereka?" Sekretaris Bintang meletakkan map berisi laporan final dari kerjasama Anggun, Co. dan Shopzee.

Bintang membuka map itu dan melihat bahwa tidak ada kendala berarti dalam prosesnya, hanya ada beberapa printilan yang perlu diperbaiki untuk memastikan delivery yang halus kedepannya. Hal seperti ini ia tidak perlu turun tangan langsung. "Boleh, invite bagian logistik sama BPR* aja. Saya ga perlu ikut. Jangan lupa minutes**-nya dikirim ke saya dan Denny ya."

Sekretaris Bintang mengangguk dan pamit undur diri. Ia sedikit merasa aneh dengan perilaku Bintang yang sebelumnya sangat bersemangat soal urusan yang menyangkut Anggun, Co. tapi sekarang terkesan tidak mau terlibat.

Never NotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang