#NP Selena Gomez - Souvenir
You're giving me chills at a hundred degrees
Its better than pills how you put me to sleep
Calling your name, the only language I can speak
Taking my breath, a souvenir that you can keep
"Kita lewat apartemen saya kalau mau ke rumah kamu. mampir sebentar gapapa, kan? Ada yang mau saya ambil untuk abang-abang kamu." Bintang memecah keheningan yang terjadi dalam perjalanan pulang itu.
"Eh? Kalau gitu saya naik gojek aja deh dari situ, takut ngerepotin."
"Gak kok, toh saya juga mau ke rumah kamu."
Gia tidak mendebat. Ia juga sudah kehabisan alasan untuk menghindar dari pria ini. Sejak tadi hatinya sudah mengibarkan bendera putih karena level kedekatan mereka yang tiba-tiba jadi sedekat ini.
Mobil Bintang memasuki area basemen apartemennya dan kemudian mengambil posisi parkir tidak jauh dari lift. Saat Bintang melepaskan sabuk pengamannya dan hendak keluar, ia mengernyit bingung melihat Gia masih anteng dengan posisinya.
"Kak Bintang cuma ambil barang kan?" jawab Gia ketika Bintang melontarkan ekspresi bertanya. "Saya nunggu di sini aja."
"Gak aman, Gi. Kamu ikut naik saja, cuma sebentar."
"Saya gak enak kalo ikut naik."
"Kenapa?"
"Ya..." Gia menggigit bibir bawahnya. "Ya nggak enak aja. Siapa tahu nanti pacar Kak Bintang malah salah paham." Jawaban ceplas-ceplos Gia itu langsung disesalinya.
Bintang hampir tertawa. Pacar katanya? "Saya tinggal sendiri."
"Nah, malah lebih ga enak. Takutnya menimbulkan gosip."
Bintang menghela napas. Ia tidak akan bisa memaksa Gia secara verbal kalau perempuan itu sudah menguatkan hatinya. Selalu seperti itu. "Ya sudah, tapi kamu jangan takut ya kalau tiba-tiba ada yang lewat depan kamu."
Gia melotot. Sial, Bintang masih ingat kelemahannya yang tidak bisa ditakut-takuti. Melihat Bintang sudah turun dan menutup pintu mobilnya, Gia buru-buru melepaskan sabuk pengaman dan melompat keluar dari mobil untuk menyusul.
"Curang." Cibir gadis itu saat mereka menunggu pintu lift terbuka.
Sudut bibir Bintang naik sedikit. "Saya cuma mengingatkan kamu."
Dua insan itu pun berjalan dalam diam menuju apartemen Bintang di lantai 25. Gia tak sengaja mengintip saat Bintang memasukkan kode pintunya dan melihat pria itu menekan nomor-nomor yang membentuk ulang tahunnya. Gia diam saja, mencoba menjaga ekspresinya tetap datar, namun ia yang paling tahu tornado yang sedang terjadi dalam hatinya.
"Kamu mau minum?"
Gia menggeleng lemah. "Kak Bintang ambil aja barangnya, supaya kita langsung pulang."
"Kenapa buru-buru?"
"Saya masih banyak kerjaan." Kilah Gia. Ia sudah tidak nyaman berada dalam radius sedekat ini dengan Bintang. Ia sungguh takut pertahanan yang dibangunnya selama ini langsung hancur dan ia kembali dalam pelukan pria itu.
Bintang mengedikkan bahu. "Tapi saya laper banget."
Gia melongo. "Makanya tadi saya bilang juga saya pulang sendiri aja..."
Bintang tidak menghiraukan Gia dan mulai mengambil beberapa bahan makanan dari dalam kulkas. Gia menghembuskan napas kesal dan memilih untuk duduk di sofa. Sekarang ia sudah hampir 100 persen yakin kalau Bintang hanya ingin menjebaknya untuk datang kesini, entah dengan tujuan apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Not
ChickLitGia mendorong Bintang jadi bersandar di sofa dan naik di atas tubuh pria itu, "Kamu, lebih suka bahasa Indonesia atau..." Tangannya bermain-main di balik kaus Bintang, "bahasa tubuh?" Bintang kembali menelan ludahnya sendiri, dadanya bergemuruh kenc...