10. Hearts on Fire

52 6 0
                                    

#NP Passenger - Hearts on Fire

Well I don't know where and I don't know when

But I know we'll be lovers again

I'll see you someday before the end

I don't know where and I don't know when

Gia terbangun masih dengan sisa sakit kepalanya tadi malam. Ini bukan pertama kalinya ia pingsan ketika sedang banyak pikiran, tapi yang ia sesali adalah mengapa dirinya tidak bisa menunggu satu atau dua jam lagi untuk pingsan di rumah saja. Mengapa ia harus pingsan di apartemen mantannya sendiri?

"Kamu sudah bangun?" Bintang tadinya membuka pintu dengan pelan karena mengira Gia masih tidur. Pria itu meletakkan nampan berisi semangkuk bubur dan teh manis hangat. "Ayo, makan dulu. Saya sudah telepon Gino untuk ngabarin Rosalie. Kamu hari ini istirahat aja."

Gia menyingkap selimut dan menurunkan kakinya. "Saya gak punya waktu untuk istirahat. Kerjaan lagi banyak banget and I need to be there for my team."

"Istirahat, Gia."

Gadis itu melempar tatapan tidak suka atas nada memerintah dalam kalimat Bintang. Mulutnya hampir terbuka untuk menjawab, tetapi kemudian ia memutuskan untuk menghela napas dan bangkit dari tempat tidur. "Saya makasih banget atas kepedulian Kak Bintang, tapi saya harus pergi sekarang."

"Saya sudah suruh sekretaris saya untuk bawa kontrak kargonya kesini." Bintang mengeluarkan jurus terakhirnya. "Kalau kamu mau deal itu, stay."

"Ini serius? Kak Bintang mau ngancem saya pake kerjaan?"

"Kamu juga ngeyel dengan alasan kerjaan, saya bawa kerjaannya ke kamu."

Gia ternganga dengan mulut Bintang yang sepertinya sangat luwes membantah dan membalikkan setiap perkataannya hari ini. Ia mengangkat tangannya tanda menyerah, "fine! Saya akan istirahat sampe mampus hari ini!" Dengan hentakan kaki ia meninggalkan kamar Bintang.

Bintang tersenyum kecil sambil menggeleng melihat tingkahnya. Sudah bertahun-tahun, kelakuannya tetap saja tidak berubah. Apa coba maksudnya istirahat sampai mampus?, kekeh Bintang dalam hati.

Ia lalu mengikuti gadis itu ke ruang tamu dan melihatnya sedang duduk di sofa sambil melipat tangannya dan cemberut. Bintang meletakkan nampan yang tadi ia bawa di depan Gia. "Sarapan dulu."

Tanpa suara Gia mengambil mangkuk bubur dan memakannya cepat-cepat. Setelah isi mangkuk itu tandas, Ia meneguk tehnya juga sampai tak bersisa. "Udah, apalagi?" tanyanya dengan nada tak bersahabat sama sekali.

"Obat." Pria itu menyodorkan beberapa bungkus obat kepadanya. "Dokter bilang kamu anemia."

"Bukan hal baru." Gia mengambil obat dari tangan Bintang, ia lalu celingak-celinguk. "Airnya?"

Bintang menggeleng, tapi ia tetap berjalan ke dapur untuk mengambil air putih. Dengan seksama pria itu menonton Gia yang sedang meminum satu per satu obatnya dengan ekspresi tidak suka yang sangat ketara. Sangat menggemaskan.

"Kenapa senyum-senyum?!" pelototan Gia hanya dibalas kedikan bahu oleh Bintang. "Ga kerja?"

"Saya ambil cuti."

"Kenapa? Kan baru masuk?"

"Kenapa tidak? Kan kerjaan saya bisa remote juga."

Gia menguap. Pengaruh obat yang tadi diminumnya mulai bekerja lagi. Apalagi ia juga baru menghabiskan semangkuk bubur, perut kenyang dan hangat ditambah dengan obat bukanlah kombinasi yang bagus.

Never NotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang