ᴇɴᴀᴍ

413 59 13
                                    

Percakapan yang selesai mengundang diam.

Matanya terpaku, keheningan membeku. Sementara lisan mereka membisu. Suara semilir angin memberi kesan tersendiri; canggung. Begitulah. Pria bersurai putih itu mengedarkan matanya ke seluruh penjuru ruangan. Ruangan itu tak terlalu besar, lebih terbilang sempit untuk diisi dua orang. Begitulah menurutnya.

Pemilik tempat hanya menghembus napas kasar, "tak ada yang lain?"

Sang lawan bicara menatapnya lamat lalu mendengus, "sudah kubilang, tempat itu sudah menjadi sarang mayat hidup. Apa yang Kau harapkan?"

"Banyak," jawabnya. "Mungkin di sana tersimpan berkas tentang invasi virus ini, secara tempat itu adalah laboratoriumnya." Canada menurunkan tatapannya, memilih meredam matanya yang sempat penuh harapan itu.

Russia memutar bola matanya. Ia melipat tangannya di dada dan bersandar ke dinding kayu di belakangnya. "Kau pikir hanya kau yang berpikir begitu?" Tatapan tajam didaratkannya ke pria di depannya. Ia kemudian berdecih, "beberapa ruangan terkunci dan aku sama sekali tak akan sudi mengorbankan nyawa dan wilayahku untuk setumpuk kertas." terjebak di sini saja sudah mengerikan, lanjutnya di dalam hati ketika menyadari dirinya terlalu banyak bicara.

Tersenyum kecut, Canada hanya bisa mengiyakan kata-katanya. Bagaimanapun, ia sendiri tentu akan mau melakukan hal yang sama. Mereka berdua terdiam hingga tak lama suara pintu yang terbuka terdengar. Segera Canada beranjak dari duduknya dengan raut wajah khawatir. "Hei," Russia menghentikannya dengan wajah kesal.

Canada menatapnya sebentar lalu tersenyum. "Aku akan menceritakan milikku nanti," kemudian berlalu menghilang di balik pintu.

Pada akhirnya ia hanya memilih diam meski tak puas dengan jawaban yang diterimanya barusan. Kelopak matanya turun, menghalangi cahaya yang masuk ke mata. Ia mendongak dan bernapas pelan. Ditatapinya udara kosong, tak jauh berbeda dengan ia sendiri.

Tangannya beralih ke rambutnya, mengacaknya gusar sembari menghembus napas kasar. Sesaat kemudian ia memilih berdiri. Kepalanya celingak-celinguk, matanya menyipit. "где кухня у него есть?"

Akhirnya ia memutuskan untuk melewati satu-satunya pintu yang berada di situ. Ketika ia membukanya, matanya disambut dengan acara reuni dua bersaudara sesama personifikasi negara. Ia mendengus pelan, melihat mereka sedikit membuatnya merindukan adik-adiknya.

Sedikit.

Canada yang memunggunginya nampak tak menyadari keberadaan Russia. Sementara yang satunya menatapnya bingung. Seolah ingin memanggil namun memilih diam. Russia memutuskan mengabaikannya.

Ia berjalan ke samping, menemukan sebuah pintu yang langsung dibukanya tanpa ragu. Sebuah tangga menuju ruangan di baliknya. Cahaya remang-remang serta debu berterbangan. Russia terbatuk, mendapatkan atensi kedua negara lain.

"Apa yang—, close that door!"

Belum sempat Russia menjawab teriakan Canada. Tubuhnya diterkam oleh sesuatu, membuat waspadanya yang sempat hilang kembali naik. Di sisi lain memberi rasa panik berlebih.
Tangannya menahan kepala yang mengincarnya. Tangan bekuku tajam melukai kulitnya. Kemudian tertendang oleh seseorang, America. "The fxck is that shit?!"

Russia mengambil ancang-ancang, America yang di belakangnya tak berkutik. "Tunggu! Kau tidak bisa membunuhnya!" Teriakan Canada memecahkan perhatian mereka.

Makhluk itu meloncat ke arah mereka. Russia yang terkejut seketika menghindar ke samping, ruangan yang sempit itu membuatnya mengarah ke pintu yang terbuka hingga bobot tubuhnya jatuh, terguling hingga ke ujung tangga.

Tak sempat America bergerak, tubuhnya berhasil ditangkap. Ia terjatuh, mata birunya membulat. Makhluk itu, Zombie. Hanya, yang membuatnya lebih terkejut adalah bahwa zombie itu bukanlah manusia sebelumnya.

Zombie itu adalah salah satu personifikasi negara. Other CountryHuman.

Matanya memutih seolah terkena penyakit katarak akut. Dengan bendera putih bergaris biru yang telah memucat mengerikan. Topi musim dingin usang yang telah sobek. Bau busuk menyeruak, darah kering disekujur tubuhnya.

America membeku.

Ketika makhluk itu akan menggigitnya, sontak ia mengarahkan lengannya sebagai tameng menahan gigi-gigi itu. "Fxck!" America menggeram. Ia bisa merasakan gigi tajam itu menerobos kulitnya hingga cairan yang mengalir dari sana.

Sebuah tangan menarik negara itu. Russia langsung melayangkan sebuah pukulan di pipinya. Canada langsung menarik America. Kemudian mengumpat melihat luka di tangan adiknya itu. "Tunggu disini." America berniat membantah. Tapi terhenti ketika merasakan ngilu di tangannya.

"Jangan membunuhnya!" Canada berteriak ketika melihat Russia terus meninju zombie itu tanpa ampun, tanpa tau kepada siapa ia melakukannya. Pria tinggi itu menatap Kanada tak percaya, "Kau gila?!"

Canada tak membalas ucapan Rusia, "lempar saja ke dalam sana!" Ia menunjuk pintu tua yang masih terbuka, asal di mana zombie itu keluar. Russia menggertakkan gigi, berniat membalas namun akhirnya lebih memilih mengikuti ucapan Canada. Ketika zombie itu terguling kebawah, Kanada segera mengunci pintu itu.

Seketika mereka semua terdiam, sibuk mencari oksigen untuk paru-paru mereka masing-masing. "Kau berhutang penjelasan pada kami," gerutu Russia.

"Dari pada itu," di tengah pencarian oksigennya, Canada bersuara. Ia kemudian menatap America di belakang mereka. "sepertinya ada hal lain yang harus kita urus terlebih dahulu."

America mengernyit, kemudian terdiam.

ᴋᴇɴᴏᴘsɪᴀ | countryhumansTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang