America memegang sisi jendela kemudian meloncat ke atap lantai bawah. Seketika ia kehilangan keseimbangan hingga terguling ke bawah. Tubuhnya terlempar begitu saja mencium tanah. Ia meringis ketika batu-batu menggores kulitnya. Beberapa detik kemudian, Russia ikut meloncat dan berakhir dalam keadaan yang sama.
Russia bergegas bangkit, "Angkat bokongmu atau kau akan menjadi sarapan para cecunguk itu." Ia mendekati America yang masih terbaring di tanah. Tak perlu menunggu lama, lelaki itu segera bangkit menyusul temannya.
Mereka berlari menuju sebuah mobil merah yang nampaknya sudah tak bertuan. "Tidak terkunci!" seru America. Ketika sudah didalam, di balik kaca mobil. Mereka dapat melihat, setiap zombie yang masih gigih mengejar. Meski tiap mereka jatuh dari jendela lantai dua itu.
"Nyalakan!" perintah Russia.
"Aku tidak bisa menemukan kuncinya!!" America berteriak panik.
Russia menggeram, terlebih ketika beberapa zombie mulai mendekat. Sesaat kemudian, ia rasanya hampir mengarahkan pistolnya ke kepala America.
"Tidak bisakah kau menggunakan matamu?!" Russia menunjuk ke kunci yang tak lepas dari tempatnya. Sementara America hanya ber-oh-ria.
Ia menginjak pedal gas, membawa mobil menabrak mayat hidup yang sudah di depan mereka. "Ke kanan," ucap Russia yang diikuti oleh America. Semakin lama semakin menjauh tempat itu, melintasi jalan yang disampingi hutan pinus.
Sejenak, mereka bernapas lega. Mengeluarkan semua rasa panik yang sebelumnya memenuhi dada; sesak. "Aku tidak tau kau bisa mengendarai mobil dengan baik." Russia terkekeh, puas bahwa mereka telah lolos dari cengkraman mayat buas sebelumnya.
America tersenyum miring, "entahlah, tapi sepertinya aku pengendara yang hebat."
Russia berdecih, "terakhir kali berkendara kau menabrak pintu rumah orang."
"Oh? Benarkah?" America membalas, sedikit penasaran dengan masa lalunya. Meski sebenarnya ia masih belum sepenuhnya percaya dengan pria di sampingnya.
Russia lebih memilih diam, menatap pepohonan pinus. Menghirup udara segar, mencoba melupakan ruangan penuh darah sebelumnya. Ia menutup matanya, kemudian bergumam, "lupakan saja."
Hening, tenggelam dalam pikiran masing-masing. Suara laju mobil menjadi pengiring. Russia memandang ke luar jendela mobil, merasakan angin yang menerpa wajahnya. Raut wajahnya datar, matanya kosong. Seolah tak ada siapapun yang bisa menebak apa yang ada di pikirannya sekarang.
America memilih berkonsentrasi dengan kendaraannya. Mengendarai mobil di waktu yang tak jelas ia ketahui kala malam membuatnya lebih waspada. Matanya tak lepas dari sorot lampu yang menerangi jalannya.
Meski begitu, America tetap tak bisa diam. Tak segelintir pertanyaan menumpuk dalam otaknya. Ia menggigit sisi dalam pipinya, menahan ragu. Haruskah ia bertanya dan memecah sunyi?
"Hey," America mencoba memanggilnya, namun Russia nampak tak memberi respon.
America kembali membuka mulut, "Russia, benar?" Ia bisa merasakan sang lawan bicara meliriknya sinis. Seolah tak terima namanya keluar dari mulut Amerika. Dia kenapa sih.
Belum sempat America melanjutkan, ia langsung terpotong dengan kalimat dingin yang Russia lontarkan. "Jangan bertanya padaku untuk apa yang sedang terjadi sekarang."
America meliriknya tak percaya, kesal. "Apa?! Kau tak bisa begitu—,"
"Ya, Aku bisa."
"Ayolah, Aku tidak akan bisa bertahan lama tanpa tau apa yang berlangsung di dunia sekarang!" Bohong, padahal America cukup percaya diri akan bisa menjadi makhluk hidup yang paling lama bernapas di atas tanah setelah berhasil melawan segerombolan zombie sebelumnya.
"Seolah aku percaya saja," Russia mendecih menanggapi dramatisnya America. Tak berubah sedikitpun, pikirnya.
Mendengus kesal, America lebih memilih diam pada akhirnya. Bukan menyerah. Tapi ia sadar, situasi tak ingin mendukungnya sekarang. Maka ia lebih memilih memegang stir erat sembari mengawasi setiap sisi jalan yang mereka lewati, tak jauh berbeda dengan yang Rusia lakukan.
Sialnya, America kembali terbawa arus pikirannya sendiri. Jalan kosong tanpa cahaya sama sekali tak bisa menarik tetap konsentrasinya. Sampai pikirannya pecah ketika suara pistol menggema, bersamaan dengan teriakan Russia.
—————❇—————
Tubuhnya bergerak tak nyaman. Kepalanya terasa di hantam besi besar, sementara matanya berkunang-kunang. Tubuhnya terasa remuk. Semakin lama, inderanya semakin jelas. Lalu ketika pandangannya mulai bersih, ia menyadari bahwa dirinya tengah digendong oleh tak lain, Russia.
Ia menatap tanah yang jauh dari kakinya sekarang. Rasanya seperti terbang, America bergumam.
Russia tersentak, "Jangan berbicara di leherku. Napasmu mengganggu."
America memandangnya kesal, lalu meniup leher Rusia kencang. Alhasil, ia mendapatkan makian yang America sendiri sebenarnya tak peduli.
"Черт! Останови это, гей!"
Yang dibawa memandangnya aneh, tak paham sedikitpun apa yang baru saja dilontarkan. Tak lebih dari sedetik kemudian, ia merasakan gravitasi menariknya ke permukaan bumi. Tak lebih dari nyeri di bokongnya yang bisa dirasakan America sekarang.
"Gunakan kakimu! Seharusnya aku tak membawamu bersamaku, sialan."
America terkekeh walau sedikit kesal. Ia kemudian berdiri, membersihkan tubuhnya dari tanah dan menyadari ia, atapun Russia, di penuhi lebam. Bahkan baju mereka sedikit koyak.
"Kita menabrak pohon ketika sekelompok serigala menyebrangi jalan tiba-tiba," ujar Russia kesal ketika menyadari America menatapnya lama. "Aku hampir mati dimakan serigala karena Kau."
America meringis, "lalu dimana serigalanya sekarang."
"Sudah kuurus, dan sekarang Aku kehabisan peluru. Tak lebih dari beruntung jika Kita bisa bertahan hingga esok pagi," balasnya, menunjukan sebuah pistol kosong yang tak berguna sekarang di tangannya.
America kembali meringis, tak bisa berbohong bahwa ia sedikit merasa bersalah. Entah apa yang akan terjadi selanjutnya. Seperti kata Russia, America hanya berharap bahwa ia masih bisa melihat matahari besok pagi.
![](https://img.wattpad.com/cover/220169727-288-k553697.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ᴋᴇɴᴏᴘsɪᴀ | countryhumans
Fanfic[𝐀merica fanfiction, ft. 𝑺tateHumans] Amerika terbangun dan menemukan dirinya berada di sebuah kamar tak berwarna. Ketika dirinya keluar, ia langsung dikejutkan dengan kenyataan bahwa dunia tengah dimangsa oleh para mayat hidup yang terinfeksi vir...