ᴛᴜᴊᴜʜ

381 58 13
                                    

Dua hari telah berlalu, matahari dan bulan telah berganti peran dua kali. Silih waktu berlalu dan keadaannya belum berubah. Pintu itu masih tertutup dan ia masih terkurung.

Amerika mendesah kasar. Ia marah, jujur saja. Emosinya memuncak. Perasaan familiar yang kembali ia rasakan. Ia tak ingin percaya dengan kenyataan bahwa Rusia dan Kanada telah mengurungnya.

Iris biru lautnya memandang luka gigitan di lengannya. Jijik, satu kata yang mendeskripsikan perasaannya. Sebenarnya Kanada telah memberikan perban agar ia bisa menutup lukanya sendiri. Namun pada akhirnya ia memilih membiarkan terbuka dengan alasan tak nyaman dengan kualitas perban itu.

Terlihat jelas urat ungu di antara kulit putihnya yang mengitari bekas gigitan cukup dalam itu. Amerika bergidik ngeri.

Ketukan terdengar dari pintu kamarnya, diikuti sahutan dari luar. "Amerika?"

Sontak ia langsung menjawab, "ya?"

Beberapa detik diisi tanpa suara. Amerika yang menunggu dan hilangnya keberadaan orang dibalik pintu itu. "Kau ... baik-baik saja?"

Pria bersurai putih itu menaikkan alisnya sebelah. Ia menggaruk tengkuknya bingung harus menjawab apa. Setelah beberapa detik berlalu, ia bersuara. "Ya. Aku, baik-baik saja."

Selanjutnya pendengarannya menangkap sedikit percakapan dibalik sana. Terdengar jelas siapa pemilik suara lantang dan berat itu. Lagi, dirinya hanya bisa mendengar tanpa begitu mengerti apa yang dibicarakan. "Mereka pasti melakukan sesuatu padanya."

"Kupikir juga begitu, ini sudah dua hari dan dia masih tak berubah."

Kemudian hening.

"Jadi pintunya boleh dibuka, kan?"

"Aku tidak yakin. Tapi, biar Aku saja yang melakukannya. Aku tidak bisa mempercayakan hal ini padamu."

"Ya, terserah kau saja Manusia Vodka."

"Aku bukan Manusia."

"Terserah."

Suara deritan berbunyi menyakiti telinga. Terbukan dan menampakkan sosok pria dengan helai rambut putih, wajah bercorak biru dan merah menodongkan pistol ke arahnya. Amerika tersenyum kecut, menyadari bahwa benda berbahaya itu adalah miliknya beberapa hari yang lalu. Mereka pasti mengambilnya ketika ia pingsan sebelumnya.

Di belakangnya pria lain bersurai merah mengikut. Wajahnya memiliki garis lembut dengan warna merah dan putih vertikal. Sebuah lambang daun maple merah tertera di tengahnya.

"Kalian terlihat begitu berharap Aku akan terinfeksi." Amerika menatap kesal kepada mereka berdua.

"Bodoh, kau pasti tau kenapa Kami harus begini." Rusia menatap sinis, sementara Kanada hanya menggaruk tengkuknya.

Si negara merah putih mengambil langkah mendekat, "bagaimana tanganmu?"

Amerika mendesah pelan, "tidak terjadi apa-apa."

"да, ia nampak masih berfungsi normal." Si pria dua meter berjalan ke sisi ruangan. Mengambil kursi yang terbengkalai dan mendudukinya.

"Sebenarnya, ada yang ingin kami tanyakan." Kanada menatapnya lamat. Suasana seketika menjadi diam. Amerika meneguk ludah, menunggu Kanada melanjutkan. "Kami ingin jawaban yang jujur, bisakah?"

Amerika diam, kedua mata menatap pria di depannya bingung. Bagaimanapun, batinnya masih ragu dengan status mereka berdua. Hingga akhirnya, tanpa keyakinan ia mengangguk.

"Apa yang Kau ingat?" Kanada mulai bertanya. Amerika tak menjawab. Si pria ber-ushanka memandang keduanya bosan, lebih tepatnya kesal. "Dia tak akan menjawab itu, cobalah dari yang mudah."

ᴋᴇɴᴏᴘsɪᴀ | countryhumansTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang