Tubuhnya terus bergerak mencari posisi nyaman. Sehelai kain tebal menutupi setengaj tubuhnya menyisakan kaki yang terjulur ke luar mencari dingin. Kelopak matanya terbuka perlahan, menemukan tak lain dari kamar gelap dengan beberapa berkas sinar matahari yang menerobos masuk dari dinding kayu tua.
Menggeliat tak nyaman, America memutuskan untuk bangun. Matanya menatap ranjang lain yang kosong di kamar itu. Ia mengernyit.
Kakinya berpindah menapaki lantai kayu menimbulkan suara derit tak nyaman. Ia berjalan ke arah pintu dan memegang gagangnya. Alisnya bertaut bingung ketika ia gagal membuka akses keluar dari kamar itu.
"The Fxck?" Ia mulai mendorong pintu kasar. "Halo! Siapapun. Russia! This isn't funny, dxmn it!"
Tak ada jawaban. America kembali mengutuk, menghantam tubuhnya ke pintu tua. Beberapa kali sampai badannya sendiri sakit sekarang. Hingga akhirnya pintu itu terbuka dan tubuhnya terjungkal ke depan. "Ah, sial."
America mengedarkan pandangannya ke segala arah. Masih di rumah yang sama dalam keadaan yang tak jauh berbeda. Berdiri dan menepuk pelan debu dari bajunya. Ia mendesah pelan lalu berjalan tanpa petunjuk, menyusuri rumah yang kini sunyi itu.
Sebuah bingkai menariknya. Bukan hal yang istimewa, tak lebih dari sebuah kayu tipis yang di dipaku sedemikian rupa menjadi segi empat. Namun foto di dalamnya menjadi sudut perhatian Amerika.Alisnya mengernyit. Ia tahu betul siapa itu, sosok pemilik rumah. Namun gadis kecil yang dipeluknya menjadi tanda tanya bagi America. Tangannya bergerak memegang bingkai itu, menyadari bahwa kaca tak termasuk dalam hiasan dinding itu.
Sesuatu terjatuh dibaliknya. America terkejut, tak sempat menggapainya Menimbulkan suara keras ketika menyentuh tanah. Kunci perak dan sebuah Handgun. Ia mengambil keduanya.
Prang!
Manik birunya membulat, ia menunduk menghindari pecahan kaca yang terlempar ke seluruh arah. Ringisan keluar dari mulutnya ketika beberapa berhasil menggores kulitnya. Nampak sedikit darah merembes ke baju putih lusuhnya.
America menatap sosok yang menghancurkan kaca jendela itu. Kemudian bernapas lega mengetahui bahwa itu hanya si pria tua.
Baru saja ia berniat akan menyapa. Keterkejutan kembali datang. Sang pria di depannya tiba-tiba jatuh ke depan, pingsan. Memperlihat Russia sebagai pelaku dibelakangnya.
Tubuh negara tiga warna itu tanpak dalam kondisi tak baik. Luka dan lebam menghiasi. Sementara lengan kaos kirinya nampak robek memperlihatkan luka sayatan yang cukup dalam.
"What the heck, dude!"
"Diamlah, kita harus pergi dari sini!" Bentaknya. Raut wajahnya nampak kesakitan, sementara gerak-geriknya seolah mereka tengah di kejar sesuatu.
Amerika menatapnya terkejut, "Kau gila? Kemana Kita akan pergi dalam kondisi seperti ini!"
"Ke mana saja, asalkan menjauh dari sini."
Perdebatan itu terhenti ketika terdengar suara tembakan beruntun. Lolongan anjingpun ikut terdengar. America memandang Russia penuh tanda tanya, yang hanya dibalas dengusan oleh Russia.
Si pria tinggi menggenggam kasar lengan Amerika, membawanya berlari menuju dapur. Nampak darah menetap lengket di seluruh permukaan, bau anyir dimana-mana.
America menggeram tak tahan."Tangkap mereka!"
Teriakan terdengar dari luar. Mungkin lebih dari 3 orang. Entahlah, ia tak yakin. Suara itu terdengar amarah, seolah setiap emosi yang dimiliki keluar dalam dua kata itu. Apa yang terjadi, America hanya bisa bertanya dalam diam.
Selanjutnya bau anyir digantikan semerbak bau asap. Suhu di sana memanas, abu hitam mengepul. Mereka berdua panik.
"Sial."
Russia menggeram mengetahui akses keluar mereka terkunci. Ia menggenggam kasar gagang pintu dan menghantam tubuh. Mendobraknya. Di sisi lain America panik bukan main. Dibukanya seluruh laci mencari sesuatu yang bisa ia gunakan. Alhasil, bukannya benda berguna ia malah disambut potongan tubuh manusia yang sudah membusuk. "Holy shit."
Russia mulai kelelahan. Dari awal enrginya memang sudah terkuras habis. Lengan kanannya terkilir, pandangannya memburam diperburuk udara kotor yang masuk ke paru-parunya.
Hanya ia tak bisa mati begitu saja, tidak dengan masa depan negara yang ada padanya.
Dinding kayu yang mulai terbakar berjatuhan, rumah itu sudah dilahap api. Russia telah dudut tak sadarkan diri dengan luka-luka yang disulut oleh si jago merah.
America gusar, teringat sesuatu. Kunci peraknya. Bagaimana ia bisa begitu bodoh, wajar saja Russia begitu kesal padanya.
Ia merogoh sakunya, mengambil kunci yang ia temukan sebelumnya. Melangkah hati-hati mendekati pintu, ia memasukan kunci itu ke lubangnya.
"Bagaimana bisa ini bukan kuncinya!"
Amerika berteriak. Tanpa pikir panjang, digenggamnya pistol temuannya. Ia memegangnya pelatuknya erat, kemudian di tembakan ke gagang pintu itu.Akses mereka terbuka, Russia terjatuh ketika sandarannya menghilang. America menarik napas pelan. Ia memegang tangan russia, kemudian merangkul pria itu. Berjalan menjauh dari rumah terkutuk itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/220169727-288-k553697.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ᴋᴇɴᴏᴘsɪᴀ | countryhumans
Fanfic[𝐀merica fanfiction, ft. 𝑺tateHumans] Amerika terbangun dan menemukan dirinya berada di sebuah kamar tak berwarna. Ketika dirinya keluar, ia langsung dikejutkan dengan kenyataan bahwa dunia tengah dimangsa oleh para mayat hidup yang terinfeksi vir...